Mohon tunggu...
AyahArifTe
AyahArifTe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ayah

Penulis dan mantan wartawan serta seorang ayah yang ingin bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompetisi Tak Sehat Minuman Sehat?

26 Juni 2023   13:46 Diperbarui: 26 Juni 2023   13:54 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Grid.id/Choice.com.au

Pikiran saya terusik ketika suatu hari lini-waktu (timeline) platform media sosial saya muncul satu video berisi adegan seorang komika terkenal, Praz Teguh, melakukan tes terhadap empat minuman air mineral bermerek. 

Dalam video yang berdurasi cukup lama itu, mata Praz ditutup dengan kain lalu seseorang menyodorkan empat botol air mineral di hadapannya tanpa menutup brand masing-masing botol. Praz minum satu per satu minuman tersebut. Kemudian ia memberi komentar. 

Dari komentar tersebut, terasa sekali ada 'pesan sponsor' dari brand tertentu. Karena, Praz berkomentar lebih lama durasinya terhadap satu dari empat brand tersebut. Sehingga orang awam pun pasti tahu siapa yang bayar 'iklan' tersebut. 

Namun, entah disengaja atau tidak, Praz sesaat setelah minum dari botol Le Minerale sempat menyebutkan kalimat "Kalau minuman yang ini kayaknya saya kenal, karena ada manis-manisnya." Secara tidak langsung apa yang dilakukan Praz mengukuhkan keberhasilan tagline brand Le Minerale sebagai satu-satunya air mineral yang ada manis-manisnya.

Sebagai merek penantang, Le Mineral memang cukup berhasil membuntuti Aqua Danone yang merajai pasar hingga hari ini. Hal ini yang diungkapkan oleh pakar komunikasi dan branding Edhy Aruman dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema 'Menyikapi Hoax dan Negative Campaign Dalam Persaingan Bisnis AMDK' di Jakarta, Kamis (15/6) pekan lalu. 

"Persaingan air kemasan di negeri ini berlangsung ketat," tegas Edhy. 

Sebagai merek penantang, Le Mineral memang cukup berhasil membuntuti Aqua Danone yang merajai pasar hingga hari ini.

Keberhasilan Le Mineral tak lepas dari upaya produsen air kemasan tersebut saat meluncurkan botol galon Polietilena Tereftalat (PET) yang diposisikan sebagai galon sekali pakai. Saat itu, produsen ini mengklaim bahwa galon PET ini lebih aman ketimbang galon yang ada di pasaran yang ternyata menggunakan plastik jenis Polikarbonat yang berisiko mengandung Bisfenol A (BPA).

"BPA memang bisa memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik nggak ada BPA kemasannya jadi lembek. Yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat yang bisa menimbulkan risiko kesehatan," ujar Edhy.

Dalam catatan KJEJ, BPA adalah senyawa kimia yang dapat memicu kanker, gangguan hormonal dan kesuburan pada pria dan wanita, serta gangguan tumbuh kembang janin dan anak. Jamak digunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang, senyawa tersebut diketahui mudah luruh dari kemasan galon dan rawan terminum oleh konsumen hingga ke level yang melebihi ambang batas aman.

Dijelaskan Edhy, Danone Aqua sudah puluhan tahun menjadi market leader di pasar AMDK hingga tiba-tiba muncul Le Minerale dengan branding galon selalu baru dengan kemasan plastik Polietilena Tereftalat (PET).  

“Tentu hal ini mengganggu pangsa pasar Danone Aqua,” jelas Edhy yang tercatat sebagai Dosen Komunikasi di lembaga pendidikan komunikasi berbasis Jakarta, London School of Public Relations (LSPR).

Uniknya, menurut pengamatan pembicara lain dalam diskusi KJEJ siang itu, Faisal Rahman, Redaktur Pelaksana Validnews, karena pilihan kemasan yang lebih sehat, brand lain rupanya mengekor langkah Le Minerale. Dan diam-diam, di Bali dan Manado, market leader pun ikut mengkonversi kemasan galon polikarbonatnya ke galon PET bebas BPA.

Sumber: KJEJ
Sumber: KJEJ

Kampanye Negatif

Yang menarik, entah berhubungan atau tidak, inovasi dan kreativitas komunikasi Le Minerale belakangan diikuti dengan munculnya berbagai isu kampanye negatif. Selain soal isu lingkungan dan keamanan produk Le Minerale, pemberitaan negatif di media massa terus saja bermunculan.

Terbaru, menurut Faisal, adalah apa yang dilakukan oleh Praz seperti yang tertulis di awal tulisan ini. Bahkan, sebenarnya video Praz Teguh tersebut nyontek kejadian pada awal 1980-an lalu saat Pepsi Cola melakukan blind test terhadap minuman cola saat itu. 

Bedanya, kreator pelaksana tes tersebut mencopot brand botol-botol minuman cola. Sehingga para responden tak tahu merek cola yang mereka minum. Hasilnya, sebanyak 57 persen para responden menunjuk satu botol yang paling enak, dan merek cola itu adalah Pepsi. Keruan saja sejak itu Pepsi membuntuti market leader minuman cola yang saat itu dipegang oleh Coca Cola. 

Kampanye negatif makin 'kasar' di media seperti Mantra Sukabumi, yang menyebut 5 bahaya tersembunyi pada produk Le Minerale. Meski, belakangan, media bagian dari Pikiran Rakyat Media Network ini menghapus beberapa artikelnya.

Data Bicara

Tapi pada akhirnya, data pasar dan persepsi konsumen yang berbicara. Edhy memaparkan data jajak pendapat di @Jakpatapp di September 2022 bahwa Le Minerale sukses membayangi Aqua sebagai Air Mineral dalam kemasan botol yang teratas digemari masyarakat dengan yang dipilih oleh 62,1% responden. 

“Ini angkanya lebih dari 100% karena memang ada responden yang memilih lebih dari 1 air mineral,” ujar Edhy menjelaskan hasil jajak pendapat tersebut.

Data yang disodorkan Asparminas menyebutkan volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64% pada 2022

Faisal juga menyitir data Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) pada 2022 bahwa penantang pasar sukses meningkatkan pangsa pasarnya. Data yang disodorkan Asparminas menyebutkan volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64% pada 2022 dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan Rp 9,7 triliun. 

Dari angka itu, volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET, termasuk yang diproduksi Le Minerale, meningkat pesat hingga 31% menjadi 818 juta liter. Ini lonjakan tajam bila dibandingkan dengan volume penjualan Danone Aqua yang justru susut 0,67% menjadi 6,5 miliar liter meski secara keseluruhan Danone Aqua masih menguasai sekitar 60% pasar galon bermerek.

Sumber: Komuntas Jurnalis Ekonomi Jakarta
Sumber: Komuntas Jurnalis Ekonomi Jakarta

Peran Media

Adapun pembicara terakhir Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto, menilai media saat ini belum maksimal dalam menyajikan berita terkait isu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon, utamanya dari aspek kesehatan maupun aspek lingkungan hidup.

Dia menyontohkan masih minimnya pemberitaan yang komprehensif terkait risiko Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang. 

“Misalnya, jika regulator mengatakan BPA pada galon polikarbonat aman asalkan sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI), media seharusnya aktif menggali dasar pernyataan tersebut. Ini perlu dilakukan karena di Eropa dan Amerika, sejak lama sudah ada peringatan dan bahkan larangan dari orotitas keamanan pangan atas kemasan pangan yang berisiko mengandung BPA,” katanya.

Lebih jauh, Algooth berharap media tuntas membuka nama produsen galon yang masih menggunakan kemasan polikarbonat yang mengandung BPA. “Jika merujuk pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers , media harusnya tidak perlu takut karena ini kepentingan umum (pasal 3 dan pasal 6). Tentu harus diingat, ada hak jawab dan koreksi (pasal 1) yang harus dihormati media ketika ada pihak yang merasa perlu menggunakan hak tersebut," tegas Algooth.


Stop Kampanye Negatif

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengurus Pusat Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I), Susilo Dwihatmanto, menjelaskan kepada jurnalis KJEJ melalui sambungan telepon, bahwa berbagai bentuk negative campaign harus dihentikan.

“Kami sudah menyiapkan rambu-rambu beriklan yang jelas. Dengan demikian segala upaya iklan yang menjelekkan competitor lain baik di media massa konvensional maupun di social media itu tidak etis,” ujar Susilo dengan tegas.

Susilo memaparkan, berbagai rambu terkait etika periklanan sudah dituangkan dalam panduan Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2020. “Meski demikian kita juga harus memahami bahwa etika lebih ke pedoman. Spiritnya adalah self regulations. Bagaimana membuat iklan secara lebih beretika,” tegas Susilo.

Di akhir acara Diskusi KJEJ, Burhan Abe, jurnalis senior sekaligus pemimpin redaksi media online Sorogan.id menyimpulkan selaku moderator bahwa di era keterbukaan informasi saat ini, dan menjelang tahun politik, sebaiknya produsen menghentikan segala negative campaign dan berfokus memberikan produk terbaik untuk masyarakat.

“Sehingga masyarakat dan berbagai stakeholders industry AMDK lainnya tidak dibuat bingung dengan berbagai pemberitaan maupun promosi negatif di media massa dan media sosial. Fokuskan segala upaya untuk menciptakan ketenangan di masyarakat sekaligus tanpa henti berinovasi memberikan produk berkualitas yang aman dan menyehatkan masyarakat,” ujar Burhan.

Dengan kata lain, seharusnya kompetisi air mineral yang notabene adalah air sehat bisa berlangsung sehat, bukan sebaliknya!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun