Lebih sedih lagi ketika ada yang bilang, "Dulu saya berjuang mati-matian, pak, Â untuk bisa masuk universitas negeri ini. Tapi, setelah berhasil masuk, belajar dan sekarang bertemu dengan materi-materi yang Pak Arif berikan, kok saya jadi menyesal ya ... kenapa dosen-dosen tidak memberikan materi seperti yang Pak Arif berikan?"
Saya berani mengungkapkan kalimat dia di sini karena sekarang dia - sebutlah namanya Boby, sudah lulus ... hehe. Menurut Boby, materi-materi yang saya bagikan itulah yang ia perlukan ketika kerja nanti. "Dari mana kamu tahu kalau materi ini aplikatif untuk dunia kerja?" tanya saya. "Dari senior-senior yang sudah lulus," jawabnya.Â
Lain lagi dengan anak bimbingan saya di universitas negeri lain. "Masak sih pak di universitas negeri itu begitu, pak?" Dia tidak percaya ketika saya ceritakan pengakuan si Boby. Lalu, saya yakinkan dia bahwa sebaiknya dia belajar yang giat juga dengan ilmu-ilmu di luar kampus, jangan terlalu tergantung dengan pelajaran di kelas.
Begitulah kisah yang bisa saya bagi tentang sekolah negeri atau swasta. Saat ini saya hanya memercayai bahwa kualitas itu berbanding lurus dengan upaya bukan si anak didik semata tapi juga orangtua. Bagi saya, pendidikan terbaik adalah dari orangtua sendiri khususnya dalam hal pendidikan mental untuk buah hati kita dalam menghadapi biduk kehidupan ini.Â
Yang paling menantang mungkin adalah menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini.
Mental seperti apa? Mental bagaimana menghadapi kegagalan ... pun menghadapi keberhasilan (tidak sedikit yang tidak siap ketika sukses). Mental menghadapi dunia kerja nantinya serta kondisi-kondisi lain yang terus bergelombang hadir secara pasti atau terprediksi juga yang tidak terprediksi. Yang paling menantang mungkin adalah menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini.
Saya sendiri tidak ingin memandang rendah pendidikan di sekolah swasta atau negeri, sebaliknya tidak ingin juga terlalu berharap pada keduanya. Secara pribadi saya hanya ingin terus menggali ilmu pada diri sendiri untuk bisa menjadi orangtua yang mampu memberikan yang terbaik pada anak sendiri.Â
Akan amat bijak titel kesarjanaan atau level pendidikan apa pun yang diraih si anak memang adalah harapan atau passion anak, bukan ambisi orangtua. Kendati memang ada peran ambisi orangtua ... saya juga bisa paham kok ... hehe ... Asal si anak tidak stres dalam menjalani prosesnya. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H