Awalnya saya tak berminat mengklik film India ini di deretan film rekomendasi Netflix. Karena saya sudah bisa duga gaya filmnya, pasti ada lagu-lagu, perkelahian, polisi yang korup, nasib kaum papa yang terpinggirkan. Tebakan saya betul semua.Â
Di film Gangubai Kathiawadi ini semua unsur itu ada. Karena itu saya sempat tidak melanjutkan film ini ketika dalam durasi tidak sampai 45 menit sudah ada dua lagu (khas Bollywood memang).
Namun, saya akhirnya melanjutkan menyaksikan film ini hingga tuntas. Apa alasannya? Selain karena setiap buka kanal Netflix judul film ini selalu muncul dengan gambar poster sang bintang Alia Bhatt yang memang cantik, juga karena sinematografi film ini sepertinya digarap serius sekali.Â
Pencahayaan dan make-up yang apik (saya pikir) menghasilkan wajah Gangubai yang dibintangi oleh Alia sangat eksotis mulai dari saat ia menjadi germo di film ini.
Eksotis? Iya. Mungkin karena film ini bercerita tentang dunia pelacuran di Kamathipura, kawasan prostitusi tertua di pinggiran Mumbai, India.Â
Tapi, mungkin juga karena film ini memang diangkat berdasarkan kisah nyata seorang pejuang hak perempuan pekerja seks pada 1960-an yang ditulis dalam sebuah buku berjudul Mafia Queen of Mumbai oleh mantan wartawan investigasi, S. Hussain Zaidi.Â
Tapi, justru penampilan film ini dibuat eksotis, bukan digambarkan seklasik puluhan tahun lalu seperti layaknya film-film bertema sejarah.
Soal sinematografi mengingatkan saya pada film serial Korea yang juga terkenal dan kontroversial yang berjudul Snowdrop yang dibintangi oleh Jisoo (salah-satu anggota girlband terkenal Blackpink) yang diputar di kanal Disney+. Konon film tersebut memang dikerjakan sesuai dengan standar film Disney.
Kembali ke film Gangubai, kisah di film ini diawali dengan kisah seorang gadis belia (usia 15) yang menolak menjadi PSK dan melawan yang kemudian germo rumah bordil itu memanggil Gangubai (dari rumah bordil lain) untuk membujuk si gadis agar pasrah. Gangu datang dan coba memberi pengertian pada sang gadis.
Di momen ini, kisah hidup Gangu sendiri bermula. Gangu berasal dari keluarga terhormat tapi menjadi korban penipuan pacarnya sendiri yang menjualnya di rumah bordil.Â
Saat itu, Gangu terpaksa pasrah menjadi pelacur. Tapi, kepasrahan itu hanya sebentar karena seiring waktu berjalan, Gangu berani bersikap tegas pada germo Bibi Sheila bila diperlakukan di luar batas kewajaran.
Hal itu terlihat jelas ketika ada lelaki hidung belang yang datang memakai jasanya dengan cara kekerasan (masokisme). Tubuh dan wajah Gangu disayat senjata tajam yang mengakibatkan ia harus menjalani operasi dan ia tak diminati lagi oleh para pelanggannya.Â
Gangu akhirnya nekad menghadap kepala gengster di daerah itu, Karim Lala (diperankan Ajay Devgan), karena ia mendapat info bahwa lelaki yang melukainya adalah anggota gengster itu.
Tak disangka, Karim justru menghargai sikap berani Gangu dan berjanji akan menghukum si lelaki bila ia datang lagi.Â
Dan benar saja, ketika lelaki itu datang lagi Karim sendiri yang menghukum dengan kejam anak buahnya itu di depan publik. Sejak itu, hubungan Gangu dan Karim menjadi lebih baik. Berkat keberaniannya itu juga, Gangu menggantikan Bibi Sheila sebagai germo yang baru.
Hubungan Karim dan Gangu semakin dekat ketika Gangu datang lagi padanya untuk minta dukungan Karim pada pemilihan kepala daerah (presiden) Kamathipura.Â
Karim bahkan mengangkat Gangu sebagai saudara perempuannya karena visi Gangu yang ingin memperjuangkan nasib para pekerja seks di Kamathipura menjadi lebih baik lagi.
Perjuangan Gangu sebenarnya sederhana saja. Ia hanya ingin pekerjaan prostitusi menjadi legal sehingga anak-anak para PSK punya hak pendidikan.Â
Hanya dengan cara itulah menurut Gangu masa depan anak-anak PSK bisa menjadi lebih baik dan tidak mengikuti jejak para ibu mereka.Dengan begitu rantai pelacuran bisa berangsur dihentikan.
Hal ini juga yang disampaikan Gangu saat mendapatkan kesempatan berbicara di depan sebuah seminar perjuangan hak-hak perempuan di kota New Delhi. Kesempatan itu ia dapatkan dari seorang wartawan yang ia jumpai secara tak sengaja yang kemudian menjadikannya begitu terkenal.Â
Lewat wartawan itu pula, Gangu bisa menghadap langsung Perdana Menteri India saat itu dan Gangu mendapatkan komitmen sang Perdana Menteri untuk membahas legalisasi prostitusi melalui sebuah komite khusus yang dibentuk.
Dari sisi idealisme ini saja film ini sudah menggugah emosi dan tentu membuat penonton berpikir "Iya juga ya." Seperti kata-kata Gangu di film ini, "Dalam prostitusi itu ada lelaki dan perempuan. Kenapa hanya perempuan yang dipermasalahkan. Kenapa lelaki tidak?"
Pertanyaan serupa juga ia lontarkan ketika menghadap kepala sekolah di dekat Kamathipura yang membuat petisi untuk menutup prostitusi di Kamathipura dan menolak menerima anak-anak PSK bersekolah di sekolah itu. "Kenapa rumah bordil dikatakan berdampak buruk pada lingkungan masyarakat? Sebaliknya, kenapa sekolah ini tidak memberikan dampak baik terhadap masyarakat?"
Sementara dari sisi asmara film ini ternyata tidak kalah membuat geleng-geleng kepala. Khususnya pada saat adegan Gangu terpaksa melamar kekasihnya untuk menikah dengan anak yang ingin ia selamatkan dari dunia prostitusi.Â
Bukan untuk pencitraan dalam rangka pemilihan kepala daerah Kamathipura, tapi itu bentuk keseriusan Gangu untuk memperjuangkan masa depan perempuan Kamathipura.
Apakah kisah sesungguhnya benar begitu? Tak ada referensi tentang kisah sejati Gangu yang dalam kehidupan nyata bernama Gangu Harjeevandas itu. Memang terkesan ada dramatisir. Justru karena itu film ini menjadi menarik untuk jadi tontonan rekomendasi.
Yang jelas, akting Alia Bhatt saat adegan Gangu dan kekasihnya di mobil sesaat setelah proses lamaran selesai patut diacungkan jempol. Begitu juga saat ia tertawa saat menyaksikan resepsi pernikahan kekasihnya itu.Â
Kegetiran dan kesedihan mendalam Gangu berhasil dilakoni oleh Alia dari raut wajahnya dan air mata yang hanya menggenang di kelopak mata tanpa luruh ke pipi (ini adegan yang sulit pasti).
Di sinilah letak kehebatan sutradara Sanjay Leela Bhansali yang telah menelorkan film-film hebat lainnya di India. Alia sendiri yang memang lahir dari ayah dan ibu aktor dan aktris film India mengaku sudah lama mengidamkan bisa bekerja sama dalam film garapan Sanjay.Â
Jadi, bisa dipahami betapa akting Alia sangat optimal dalam film ini. Selebihnya saya hanya bisa berkomentar, "Tonton deh film ini". Nilai? Dari 1 - 10, boleh deh kasih sembilan!
Oiya, kalau Anda tidak suka lagu dan tari India ya skip aja (seperti yang saya lakukan hehe … ) – inilah keuntungan nonton di kanal seperti Netflix.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H