Pernah mendengar sedekah brutal? Iya, memberikan sedekah pada seseorang yang dianggap membutuhkan tanpa tedeng aling-aling - istilahnya begitulah. Tanpa hitung-hitungan. Apa yang ada di dompet dan kantong, itulah yang dikeluarkan.Â
Inilah yang dialami oleh seorang sahabat saya. Sebutlah namanya Panjul. Kisah sedekah brutal Panjul diawali ketika ia sengaja datang ke rumah sohibnya untuk berkonsultasi soal rumah tangganya yang berada dalam kondisi yang kurang baik. Dalam percakapan yang bersifat konsultatif itu, sohib Panjul berpesan saat ia mau pamit, "Sebelum sampai rumah, carilah seseorang yang kau pikir ia membutuhkan uang yang ada di kantong dan dompetmu. Berikanlah pada orang itu dan katakan 'doakan saya, ya, Pak/Bu.' Itu saja. Setelah itu kau tinggal saja pulang ke rumah."
Kisah berlanjut saat Panjul berusaha mencari orang yang ia pikir berhak ia berikan uang yang ada di dompet dan kantongnya. Ia bercerita bahwa ia sudah mengeluarkan semua uang yang ada di dompet dan dikumpulkan jadi satu dengan uang yang ada di kantong. Namun, katanya, "Sudah hampir sampai rumah ternyata tidak mudah menemukan orang yang jadi target. Karena hari sudah malam memang."
Ketika sampai pada jalan dekat rumahnya, Panjul tidak berbelok. Ia masih berusaha mencari target. "Sampai pada sebuah apotik saya bertemu dengan seorang bapak-bapak tua yang sedang memandu sebuah mobil untuk keluar dari halaman parkir apotik," katanya.
"Saya kaget. Apotik itu sering saya lewati selama ini. Tapi, tak pernah melihat bapak-bapak tukang parkir itu. Biasanya ada bapak-bapak yang sudah saya kenal. Akhirnya saya putuskan untuk memberikan uang yang ada di kantong saya itu kepada dia," tutur Panjul. Dan sesuai dengan anjuran sohibnya, Panjul minta doa kepada bapak tua itu, "Pak, tolong doakan saya, ya."Â
Kisah bersedekah itu berlanjut dengan tindakan sedekah-sedekah yang menguras isi kantongnya pada saat melihat orang yang ia anggap berhak. "Pernah saya menguras isi kantong saya ketika saya naik bis dan melihat seorang ibu pengamen bersama anak bayinya yang digendong. Suaranya bagus. Tidak sembarang bernyanyi."
Panjul berkisah bahwa pada saat ia mau turun dari bis (karena sudah tiba pada tujuannya) ia berikan segenggam uang yang lumayan banyak ke tangan si ibu. "Saya sempat mendengar si ibu kaget dan bilang 'Duh, Pak, banyak sekali. Terima kasih ya, Pak.' Tapi saya sudah di pintu bis dan langsung turun bersama anak saya."
Panjut berterus-terang bahwa hal itu ia lakukan karena ia mengikuti tweet seorang pebisnis dan motivator bernama Ippho Santosa. "Di tweet itu, mas Ippho memang mengadakan pekan sedekah brutal. Di situlah saya kenal istilah sedekah brutal. Ya, begitu itu caranya. Saat kita melihat ada orang yang butuh, ya kuras aja uang yang ada di kantong atau dompet dan sedekahkan," kenang Panjul.Â
"Yang terpenting, kata mas Ippho, jangan berharap balasan pada orang  yang kita berikan sedekah. Tapi berharaplah pada Allah. Ya, saya pasrah memang pada saat itu. Padahal, rumah tangga sedang goyang dan pekerjaan pun belum mapan. Rumah pun masih ngontrak," kata Panjul.Â
Suatu hari, Panjul mendapatkan kabar bahwa pemilik rumah yang ia kontrak tak mau lagi memperpanjang. Ia pun bingung. Karena itu berarti ia harus pindah segera dalam 2 - 3 bulan ke depan. Padahal uang belum terkumpul. "Kalau dengan Bapak yang punya rumah kontrakan itu biasanya saya bisa cicil. Kalau harus pindah ke rumah kontrakan yang baru nggak mungkin bisa dicicil 'kan," ia mengenang sambil sedikit tertawa.Â