Mohon tunggu...
AyahArifTe
AyahArifTe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ayah

Penulis dan mantan wartawan serta seorang ayah yang ingin bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kartini, Livy Renata dan Rieke 'Oneng' Dyah Pitaloka

22 April 2022   21:10 Diperbarui: 24 April 2022   06:21 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di video itu, Livy mengaku tak pernah meminjam uang pada siapa pun. Bukan karena ia punya segalanya. Ia pernah tak punya uang di sekolah dan ia memilih tak makan. "Ibu kantin kemudian memberikan saya makanan. Saya tidak meminta, saya diberi," tuturnya. Esoknya ia membayar makanan yang Ibu kantin telah berikan.

Bahkan, Livy juga bercerita bahwa maminya mengirim ia kuliah di Austarlia agar bisa belajar mandiri dan jadi orang susah. Ketika sampai pada percakapan ini sedikit sekali yang menggali tentang prinsip hidup yang ingin ditanamkan oleh mami Livy.

Sampai di sini saya mencoba menarik kesimpulan. Bahwa mereka yang mengundang Livy hanya ingin 'eksploitasi' ketidaktahuannya tentang banyak hal ketimbang pengetahuannya tentang esport. Sedikit sekali mereka mengorek tentang e-sport yang sebenernya masyarakat justru perlu tahu lebih banyak.

Saya pun menarik nafas dalam-dalam sambil mengelus dada. "Duh, bangsaku ini loh ya ... kenapa lebih suka mengeksploitasi kekurangan orang daripada kelebihannya ... ironisnya itu dianggap lelucon!" saya membathin.

Saya jadi teringat tokoh Oneng dalam serial TV belasan tahun lalu. Tokoh itu diperankan dengan sangat baik oleh artis Rieke Dyah Pitaloka yang kemudian menjadi politisi dan kini berhasil menjadi anggota DPR.

Kepolosan Oneng menjadi lelucon. Sama dengan Livy. Bedanya, Oneng 'hidup' dalam kesederhanaan, Livy hidup dari keluarga berada. Pertanyaannya, apakah kita akan terus menjadikan kepolosan dan ketidaktahuan seseorang sebagai lelucon?

Sementara Raden Adjeng/Ayu Kartini dulu hidup dalam kungkungan tradisi feodal orangtuanya yang kemudian 'memenjarakan' fisiknya untuk berinteraksi dengan banyak orang. Tapi, berkat kebiasaan menulis ia berhasil 'memerdekakan' ide-ide dan pengetahuannya tentang kemerdekaan sikap perempuan.

Di era yang sekarang tak ada lagi 'kerangkeng' untuk perempuan dan kemajuan teknologi yang luar biasa, kita malah membuat lelucon atas kepolosan dan ketidaktahuan seorang perempuan.

Bahkan, dalam video terbaru (April 2022) podcaster Atta Halilintar melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah Livy jawab di podcast youtuber lain. Dengan kata lain, Atta atau tim kreatifnya sepertinya tidak berusaha belajar agar tidak mengulangi pertanyaan pada narasumber yang sama. Ironis sih.

Entah sampai kapan, Livy akan menjadi tamu di acara-acara podcast youtuber atau TV dengan tujuan eksploitasi kepolosan dan ketidaktahuannya. Semoga saja, Livy bisa segera bersikap juga. Sebaiknya juga pihak dari industri e-sport bisa riding the moment (memanfaatkan momen) ini untuk memberikan edukasi dan sosialisasi tentang e-sport melalui ketenaran Livy. Karena masih banyak orangtua yang memandang sebelah mata tentang e-sport. Dengan begitu bukan kah lebih bermanfaat dan menginspirasi?

Selamat Hari Kartini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun