Al-Biruni mengapresiasi konsep India yang disebut Khayalu'l-Kusufain (gambaran tentang gerhana), yang menyatakan bahwa gerhana mempengaruhi penampilan Bulan dan Matahari tanpa secara langsung mempengaruhi esensi fisik mereka. Dalam gerhana Bulan, ia berpendapat bahwa Bulan tidaklah bercahaya, dan sinar yang terlihat berasal dari Matahari yang memantul pada Bulan, seperti halnya sinar Matahari yang memantul pada Bumi, gunung, dinding, atau objek lainnya, sementara bagian lain dari Bulan tidak bercahaya.
Selanjutnya, Al-Biruni menjelaskan bahwa dalam gerhana sebagian atau total, gerhana Bulan akan memiliki tiga fase, yaitu permulaan (kontak pertama yang mengganggu cahaya Bulan), pertengahan (ketika Bulan ditutupi oleh kegelapan, ini adalah fase sebenarnya dari gerhana), dan menghilang (fase ketika kembali ke keadaan semula). Ia juga membagi fase-fase gerhana Bulan menjadi beberapa bagian, seperti permulaan, kegelapan yang sesuai, pertengahan kegelapan, ujung dan permulaan keadaan semula, dan keadaan semula.
Al-Biruni melakukan perhitungan mengenai perbandingan ukuran bayangan Bumi yang menutupi permukaan Bulan selama gerhana Bulan, dan hasilnya adalah 2 3/5 banding 1. Hasil ini sejalan dengan pandangan Ptolemy dan al-Battani. Dalam gerhana total, Bulan tidak terlihat hitam, tetapi menunjukkan warna yang berbeda. Al-Biruni mempelajari warna-warna ini dan juga memeriksa pandangan sebelumnya, terutama dari para ahli astronomi India. Dalam karyanya "Qanun al-Masudi", Al-Biruni menyebutkan bahwa ada empat warna yang terlihat dalam gerhana Bulan, yaitu hijau, kuning, merah, dan hitam.
Dalam kasus gerhana Matahari, Al-Biruni menjelaskan bahwa pada akhir bulan, Bulan menjadi tipis dan terletak di sebelah barat Matahari. Ketika Bulan muncul kembali di sisi lainnya, Bulan menghadap Matahari dari timur dan dalam perjalanan melewatinya. Jika Bulan berada di antara Matahari dan garis pandang kita, maka Matahari akan terlihat tertutup secara total atau sebagian. Oleh karena itu, penutupan gelap pada gerhana Matahari adalah cakram Bulan karena bayangan Bulan jatuh ke Bumi.
Al-Biruni juga berpendapat bahwa jarak antara Matahari dan Bulan lebih besar daripada jarak antara Bulan dan Bumi. Menurutnya, Bulan terlihat lebih besar ketika dekat dengan Bumi dan terlihat lebih kecil ketika jauh dari Bumi. Hal ini menunjukkan bahwa ketika Bulan berada dekat dengan Bumi, cakram Bulan lebih besar dan dapat sepenuhnya menutupi cakram Matahari. Pendapat ini diperkuat dengan pengamatan gerhana Matahari total, di mana jarak antara Bumi dan Bulan mempengaruhinya lebih banyak, tetapi hanya mempengaruhi pandangan para pengamat yang memandang Matahari. Gerhana Matahari memiliki tiga fase, yaitu permulaan, pertengahan, dan kemunculan, dan gerhana Matahari dimulai dari barat dan berakhir di timur, kebalikan dari gerhana Bulan.
Dalam pandangan Al Biruni, gerhana juga menjadi ajang untuk mencari ilmu pengetahuan dan memperdalam pemahaman kita tentang alam semesta. Ia menyadari bahwa setiap gerhana memberikan kesempatan bagi para ilmuwan dan pengamat untuk mengumpulkan data yang berharga dan menguji teori-teori yang ada. Dengan melibatkan diri dalam studi gerhana, kita dapat lebih memahami mekanisme alam yang rumit dan menggali lebih dalam tentang rahasia semesta ini.
Dalam kesimpulannya, pandangan gerhana menurut Al Biruni adalah perpaduan antara pemahaman ilmiah dan penghormatan terhadap keajaiban alam. Baginya, gerhana adalah fenomena yang dapat dijelaskan secara ilmiah, tetapi juga menjadi titik tolak untuk refleksi spiritual dan pencarian pengetahuan. Pandangan Al Biruni tentang gerhana mengajak kita untuk melihat melampaui kesederhanaan dan menghargai kompleksitas yang ada di alam semesta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H