Hasil diskusi lapangan memberikan temuan bahwa secara umum pembudidaya ikan hias di Kabupaten Tulungagung sering melakukan pergantian komoditas karena masa budidaya hanya sekitar 1 bulan, mengikuti permintaan pasar yang berubah-ubah, dan ketersediaan induk dan benih yang tidak kontinyu, dimana pada satu waktu tersedia untuk komoditas tertentu, dan di waktu yang lain berganti komoditas yang berbeda.
Dari kondisi di atas, apabila kita tidak mampu melakukan survei pergerakan luas lahan per komoditas ikan hias, sementara luas lahan tersebut bergerak dengan sangat dinamis, maka stratifikasi sampling berdasarkan komoditas menyimpan potensi bias dalam estimasi produksi populasi. Oleh karena itu, kita perlu mendefinisikan ulang populasi pada kondisi yang relatif stabil.
Dalam hal ini populasi adalah pembudidaya ikan hias, tanpa dibuat subpopulasi pembudidaya ikan hias komoditas A, B, C dan seterusnya. Populasi ini relatif stabil karena luas lahan pembudidaya ikan hias relatif tidak berubah, walaupun komoditas yang dibudidayakan berganti-ganti. Metode ini juga bukan metode baru, mengingat sebelum era Satu Data, metode ini yang digunakan oleh DJPB. Hanya saja, karena keragaman komoditas relatif tinggi, dibutuhkan sampel dengan jumlah yang relatif besar.
Pelajaran lainnya, penggunaan metode sampling tunggal untuk seluruh kabupaten bisa menghasilkan bias, apabila karakteristik kegiatan budidaya di kabupaten berbeda-beda. Misal, pembudidaya ikan hias di kabupaten A jarang ganti komoditas, sehingga stratifikasi sampling berdasarkan komoditas adalah metode yang tepat. Sebaliknya, untuk kabupaten B yang pembudidaya ikan hias sering bergonta-ganti komoditas, metode yang sama berpotensi menghasilkan bias yang besar. Oleh karena itu, penggunaan metode tunggal perlu dikaji kembali pada daerah yang beragam seperti Indonesia ini.
Semoga bermanfaat.
Selesai ditulis di Tulungagung, 2 Juni 2017