Di novel kita bakal berjumpa tokoh-tokoh sastrawan maupun seniman yang singgah di novel ini. Tokoh yang paling kerap muncul adalah Sapardi meski bukan tokoh utama. Selain Sapardi kita juga menemui Beni Satryo, Aan Mansur, Nasirun, Butet, Yusi Avianto Pareanom, Faisal Oddang. Di novel ini, tokoh-tokoh itu hidup seperti dekat dan intim dalam kehidupan Jokpin maupun puisinya.Â
Kita bakal menemukan banyak puisi Jokpin di novel ini. Penggalan-penggalan puisi Jokpin di novel ini seperti satu kesatuan yang utuh. Ia menyatu dalam dialog, serta suasana batin tokoh-tokohnya.
Kita simak petilan novel berikut: Faisal girang saya mau ke Makassar karena katanya dia membutuhkan kehadiran saya. Dia mau minta saya mengisi acara peluncuran buku puisinya. Tiba Sebelum Sampai, hasil dia berburu kata di beberapa negara. Dia akan mengusahakan jadwal pertemuan saya dengan Kak Aan bisa beriringan dengan acaranya.Â
Tokoh di novel ini terkadang mewakili Jokpin sendiri. Namun, sebagai fiksi, kehidupan di novel ini beserta tokohnya tentu bisa tidak sepenuhnya kita percaya sebagai fakta.Â
Novel Srimenanti lebih kental sebagai puisi yang berkisah. Kita disuguhi bagaimana sebuah asal muasal puisi. Kita bakal menemukan semacam cerita sederhana mengenai eltece (baca: lelaki tanpa celana) yang mirip dengan buku puisi Jokpin sendiri yang bertajuk Celana (1999).Â
Pembaca juga bakal mendapati bagaimana riwayat puisi Pada Suatu Pagi Hari karya Sapardi seperti mendapatkan penjelasan agak terang saat ditafsir Jokpin di novel ini. Kita pun seperti memperoleh sepenggal kisah penyair Beni Satryo dalam novel ini. Jokpin seperti menyusun puzzle dari puisi, tokoh, dan orang-orang di sekitarnya menjadi satu kesatuan yang utuh.Â
Tak heran bila di penutup novelnya kita mendapati kalimat-kalimat penutup yang seolah mengakhiri cerita para tokoh. Malam sudah larut. Saya masih bersendiri dengan puisi. Berdua dengan hujan. Bertiga dengan kopi. Berempat dengan kantuk. Berlima dengan uwuwu. Saya ingin mengucapkan selamat istirahat kepada tokoh-tokoh yang bercungulan dalam sajak Sapardi, yang telah melahirkan kisah-kisah yang tak terbayangkan sebelumnya.Â
Kita mendapati cerita yang datar meski puitis. Di novel Srimenanti Jokpin memang tak hendak menciptakan konflik yang keras antar tokoh. Kita justu menemukan batin, cerita khas Jokpin yang tak mau melewatkan barang sekejap suasana batin, latar yang tetap indah, juga kesunyian sebagaimana puisinya.Â
Novel Srimenanti seperti tafsir puisi-puisinya yang menciptakan tokoh-tokoh yang tak jauh dari kehidupan (imajinasinya). Barangkali inilah kekhasan penyair saat ia menulis cerpen atau novel, tak mampu menghilangkan identitasnya sebagai penyair tapi justru semakin mengukuhkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H