Mohon tunggu...
Arif Yudistira
Arif Yudistira Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Suka Ngopi, dan jalan-jalan heppy.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mala Anak Indonesia

25 April 2024   09:41 Diperbarui: 25 April 2024   09:44 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Ema/Suarajogja.id 

Dari segi pendidikan, anggaran pendidikan gratis bagi anak-anak korban kekerasan belum sepenuhnya digagas atau diprogramkan negara. Mereka anak korban kekerasan seksual seringkali menjadi korban bully dan disingkirkan dari sekolah sehingga mereka keluar atau dianggap sebagai aib sekolah. Dari segi mental dan juga psikologis mereka tertekan, ditambah tekanan dan peminggiran dari semua orang akibat stereotipe sebagai korban kekerasan seksual. Persepsi yang salah tentang anak korban kekerasan ini membuat anak-anak menjadi semakin mengalami sakit psikis yang mendalam. Mereka anak-anak korban kekerasan yang mestinya mendapat perlindungan, jaminan pendidikan dan kesehatan justru disingkirkan dari masyarakat.

   

Kesungguhan dan Komitmen

 

Transisi kepemimpinan nasional sebentar lagi ditetapkan. Namun korban kekerasan terhadap anak semakin hari semakin bertambah. Kita menantikan kesungguhan pemimpin terpilih nanti serius mengurusi persoalan anak. Komitmen dan kesungguhan Presiden terpilih penting untuk menangani persoalan anak dari kekurangan gizi, sampai dengan putus sekolah. Dari persoalan ekonomi, sosial hingga persoalan keamanan dan perlindungan terhadap jaminan keselamatan mereka.

Tanpa kesungguhan dan komitmen yang jelas terhadap program-program dan juga kepastian pelaksanannya, anak-anak semakin berat menanggung beban hidup yang semakin berat. Konflik dan perceraian orangtua, kedaan  ekonomi orangtua yang sulit, membuat anak terus terdampak.

Kita juga membutuhkan komitmen dan kesungguhan terhadap penerapan hukum pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Selama ini pelaksanaan hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap anak masih jauh dari tuntutan. Apakah 15 tahun hukuman penjara adalah adil dibanding dengan luka sang anak yang harus dibawa selama bertahun-tahun hidupnya direnggut oleh keluarganya sendiri?.

Transisi kepemimpinan harus mampu memberi solusi dan jawaban atas masalah yang terus menerus menimpa anak-anak kita. Kita tidak ingin di masa depan anak-anak kita justru semakin malang nasib dan kondisinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun