Mohon tunggu...
Arif Yudistira
Arif Yudistira Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Suka Ngopi, dan jalan-jalan heppy.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Anis Baswedan dan Muhammadiyah

25 September 2023   08:41 Diperbarui: 25 September 2023   09:10 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        

Mengapa pemilu 2024 penting dibicarakan?. Di Indonesia, pemilu identik dengan pesta demokrasi. Kata "pesta" sendiri memang mencerminkan bagaimana realitas politik yang ada di pemilu di setiap episodenya. Setiap pemilu kita memang seolah diajak untuk berueforia dan bersuka cita. Selepas pemilu, kita benar-benar dibuat pilu oleh janji politik para penguasa yang sudah berhasil mendapatkan kursinya.

Pemilu memang sering melahirkan pilu, tetapi jangan dilupakan pemilu membawa satu harapan. Kita tentu ingat saat Obama mencalonkan diri sebagai calon presiden Amerika, ia dianggap sebagai pembawa "harapan". Di Indonesia sendiri, pembawa harapan itu dilekatkan pada Presiden Jokowi. Jokowi ditulis di headline Majalah TIME sebagai A NEW HOPE atau harapan baru. Walau dalam perjalanan kepemimpinannya ke depan, Jokowi lebih nampak sebagai boneka oligarki dan tidak berdaya di bawah kuasa dan cengkeraman partai politik maupun para cukong.

Dalam pergantian kepemimimpinan, kita selalu diajak untuk membincangkan yang lalu dan yang akan datang. Begitu pula saat membincangkan pemilu pada 2024 nanti. Sebagai negara demokrasi dengan penduduk yang cukup besar, Indonesia sangat mungkin menjadi negara yang terbesar dan terkuat di dunia. Dari segala peta manapun baik sumber daya alam dan sumber daya manusia, sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara super power. 

Hanya di Indonesialah satu-satunya negara yang memiliki ratusan bahasa dan juga pula yang ribuan yang masih bersatu dan disatukan dalam negara bangsa. Kekayaan alam dan manusia Indonesia ini menjadi satu potensi besar untuk menjadi negara yang maju dan berdaulat.

Minus Negarawan

Buya Syafii Maarif sering mengatakan, kita tidak pernah kehabisan stok pemimpin yang kompeten dan mampu memimpin bangsa ini, tetapi kita sering kehabisan stok pemimpin yang memiliki watak negarawan. Sulit ditemukan pemimpin kita di masa kini yang memiliki sikap asketisme seperti Bung Hatta yang memimpin bangsa ini dengan setiap degup nafas dan hidupnya, tetapi memiliki sikap kesederhanaan yang menyatu dalam laku hidupnya. 

Kita juga tidak lagi menemukan pemimpin seperti Bung Karno yang memiliki sikap yang tegas dan juga berani menentang kolonialisme dan juga kapitalisme. Bung Karno juga bukan pemimpin yang mengambil dan memanfaatkan kekuasaannya demi keuntungan pribadinya.

Para founding fathers kita sudah memberikan teladan cukup tentang makna menjadi negarawan. Keteguhan, kegigihan dan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara ini adalah salah satu sikap negarawan. Seorang negarawan tidak bakal diam saat kepentingan bangsa dipertaruhkan. Sosok negarawan tidak hanya hadir di depan kamera semata, tetapi berani bersuara saat bangsa ini sedang membutuhkan para pembelanya.

Melihat realitas kebangsaan Indonesia kini, semakin sedikit para pejabat dan juga anggota dewan kita yang masih memiliki watak negarawan. Mereka para pejabat dan petinggi pemerintahan sering lupa saat menduduki jabatan dan kursi kekuasaan. Segala cara dan daya upaya ditempuh untuk memperebutkan kursi saat pemilu. Ketika mereka menjabat, mereka lupa terhadap konstituennya.

Kehidupan dan laku hidup mereka menjadi kian dekat dengan kemewahan dan kemegahan. Banyak survey mengatakan bahwa setelah menduduki jabatan, kekayaan para pejabat dan birokrat kita meroket drastis. Mereka seolah tidak mau dan enggan melepaskan kursi jabatan dan kekuasaannya. Karena itulah, penumpukan modal dan kekayaannya itu digunakan untuk mencalonkan diri dan merebut kursi kekuasaannya di tahun mendatang.

Sikap Muhammadiyah

Secara kelembagaan dan organisasi, Muhamadiyah menegaskan sebagai organisasi yang tidak terlibat terhadap politik praktis. Politik Muhammadiyah selalu konsisten pada politik adiluhung, politik kebangsaan dan kemanusiaan. Muhamadiyah selalu terkenal sebagai organisasi amal. Muhamadiyah lebih menekankan pada kerja pada wilayah keumatan dan kebangsaan yang memiliki spektrum kemanfaatan yang lebih luas ketimbang terjun dalam politik praktis. Walau begitu, Muhammadiyah bukanlah organisasi yang anti terhadap politik.

Muhammadiyah tidak ingin mengorbankan perjuangan dan spirit dakwahnya hanya untuk kepentingan politik praktis semata. Pengalaman dan pergulatan Muhammadiyah di wilayah politik membawa Muhammadiyah menegaskan posisinya sebagai organisasi dakwah yang lentur dan fleksibel sehingga tidak terbelenggu pada wilayah politik praktis yang sempit.

Pemilu 2024

Di setiap pemilu, Muhammadiyah selalu berada pada posisi yang dilematis. Pada satu sisi, ia dituntut untuk memberi keleluasaan kadernya untuk berpolitik praktis. Di sisi lain, Muhammadiyah dituntut untuk memiliki peran dan menjaga komitmennya dalam menjaga dan mengawal kepentingan bangsa ini serta menjaga marwah organisasinya.

Muhammadiyah sendiri ibarat gula yang selalu dirubung semut ketika menjelang pemilu. Banyak para kandidat Presiden dan Wakil Presiden sowan dan silaturahmi kepada Muhammadiyah untuk merebut simpati dan hati warganya untuk mendukungnya menjelang pemilu. Kita juga dibuat terkejut terhadap sikap para politisi yang mengaku-ngaku Muhammadiyah atau menjadi Muhammadiyah dadakan saat menjelang pemilu.

 Bagaimana dengan Anis Baswedan?. Anis Baswedan sempat mencicipi pendidikan di Aisyiah. Saat kecil di Yogya, ia sempat sekolah di TK Masjid Syuhada di bawah naungan Aisyiah. Meski setelah itu ia tidak lagi sempat mengenyam pendidikan di Muhammadiyah. Kakeknya Pak AR. Baswedan adalah tokoh yang dekat dengan Kiai AR Fahrudin. Di masa kecilnya, Anis sering diajak bersilaturahmi ke Pak AR. Itulah sekilas persinggungan Anis Baswedan dengan Muhammadiyah.

Bagaimana dengan pemilu 2024 nanti?. Muhammadiyah tetap pada posisinya anti politik praktis. Jangan sampai dukungan warga Muhammadiyah atau beberapa tokoh dianggap sebagai sikap dan dukungan Muhammadiyah kepada salah satu calon Presiden dan Wakil Presiden. Terlampau remeh bila kepentingan bangsa dan kepentingan umat dikorbankan hanya untuk tujuan politik praktis semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun