Dalam sebuah pelatihan menulis, anak-anak kelas 6 SD menanyakan kepada saya, "Pak, yang ditulis apa? Mulai dari mana Pak?". Saya pun menjawab, "tulis saja apa yang kamu suka, apa yang paling dekat denganmu, apa yang paling berkesan menurutmu". Dalam waktu tidak kurang dari satu jam, anak-anak pun menuliskan apa yang ada di pikiran mereka di kertas folio. Anak-anak sedang mengerjakan proyek literasi bertajuk "Pengalamanku di SD MBS".
Literasi di Sekolah Dasar sering dianggap masih kelas rendah. Literasi di Sekolah Dasar dianggap sebagai literasi dasar. Kebanyakan orang dewasa menganggap bahwa anak-anak SD belum waktunya diajari menulis. Anggapan atau persepsi seperti ini justru menjadi penyebab literasi di tingkat SD belum juga naik kelas. Sastrawan di Indonesia yang berhasil justru bermula dari sekolah dasar. Sapardi Djoko Damono, Afrizal Malna, Rendra dan banyak sastrawan lainnya menulis sejak usia belia atau di sekolah dasar.
Ketika sastrawan Indonesia banyak yang memulai menulis di usia dasar, maka kegagalan kita dalam pengajaran bahasa juga bermula dari sekolah dasar. Anggapan bahwa anak usia dasar pasti banyak salah tulis dalam tulisan mereka, banyak typo, dan aneka masalah lainnya. Justru aneka masalah literer di sekolah dasar tidak serumit ketika mereka naik di tingkat SMP atau SMA/K.
MenyenangkanÂ
Gerakan literasi di sekolah dasar memang bukan literasi orang dewasa. Gerakan literasi di sekolah dasar harus menyenangkan. Literasi di sekolah dasar harus menimbulkan imajinasi yang indah, imajinasi yang menyenangkan dan membuat anak-anak lepas bebas jiwanya. Sebagai seorang anak, literasi di sekolah dasar tidak boleh membelenggu kreatifitas mereka.
Menulis bagi anak sekolah dasar adalah menulis keseharian, menulis pengalaman, menulis imajinasi. Menulis bagi siswa sekolah dasar memang belum waktunya menulis yang berat-berat apalagi dibebani aturan EYD dan PUEBI. Aturan EYD dan PUEBI sementara biarlah menjadi tugas gurunya, atau editor bukunya.
Ajaklah mereka menulis makanan kesukaan, menulis hobi, atau menulis pengalaman berkesan sampai dengan cita-cita mereka. Jangan ajak mereka menulis tentang kondisi bangsa dan negara, korupsi apalagi menulis bagaimana mengelola minyak dan persatuan dan kesatuan, itu terlalu tinggi bagi mereka.
Literasi di SD adalah ajang untuk berkreasi. Menulis secara tidak langsung mengasah kreatifitas dan juga cara mereka mengungkapkan gagasan. Menulis menuntun mereka secara tidak sadar meruntutkan atau menata pikiran mereka. Mengungkapkan gagasan dan juga apa yang hendak mereka tuangkan. Dengan tidak sadar, menulis bagi anak sekolah dasar juga mengasah kecerdasan bahasa yang selama ini mungkin jarang diasah. Dengan berliterasi, mengajak mereka menulis kita telah mengajak mereka berkreasi, berimajinasi dan beraktualisasi.
Metode Â
Â
Masalah pengajaran literasi anak di usia dasar setelah anak bisa membaca dan menulis adalah soal metode. Guru dan banyak orang bingung bagaimana mengoptimalisasi bakat dan kreativitas anak usia SD untuk berliterasi secara maksimal.
Metode menulis terbaik adalah menulis, menulis, menulis. Itu yang sering dikatakan banyak penulis terdahulu. Hernowo salah satu pegiat literasi di tanah air pernah menulis bahwa Quantum Writing menjadi salah satu metode yang baik untuk mengajak anak berliterasi.
 Menurut Hernowo (2004:17) Strategi Quantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Merancang Kurikulum, isi dan memudahkan proses belajar. Asas yang digunakan adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarlah dunia kita ke dunia mereka. Hal ini berarti mampu merasakan dalam diri aliran cahaya keberadaan yang terjadi jika semua energi disalurkan menuju solusi-solusi yang berhasil. Konsep dasar yang diungkapkan di atas dapat diterapkan dalam proses belajar menulis sebagai kreativitas yang menyenangkan." Hernowo menggarisbawahi bahwa literasi mestinya menyenangkan dan kreatif apalagi untuk anak usia sekolah dasar.
Â
Apresiasi dan WadahÂ
Sejatinya, anak-anak hanya memerlukan wadah dan apresiasi. Munculnya KKPK atau Kecil-Kecil Punya Karya yang rata-rata adalah penulis sekolah dasar menunjukkan bahwa mereka hanya memerlukan wadah yang tepat dan apresiasi yang tepat.
Sayangnya guru Bahasa Indonesia kita saat ini belum mampu memberikan wadah yang pas buat karya-karya mereka. Di era teknologis seperti sekarang ini, penerbitan buku bukan hal mewah dan susah seperti dulu.
Mendokumentasikan ide, gagasan dan karya anak-anak melalui buku adalah bagian dari mewadahi karya anak-anak kita. Tanpa wadah atau ruang, anak-anak kita tentu akan merasa malas dan enggan berkarya.
Motivasi berkarya adalah diapresiasi dan dibaca. Dengan menerbitkan karya mereka, kita secara tidak langsung adalah mewadahi dan memberi apresiasi kepada mereka.
Ajak anak-anak kita menulis, menuangkan ide, gagasan dan pikiran mereka. Dengan mengajak mereka berliterasi, kita juga mengajak anak-anak kita berkreasi dan kreatif menuangkan pikiran, dan karya mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H