Mohon tunggu...
Arif Riduan
Arif Riduan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jalan-jalan Sembari Bakti Sosial di Pegunungan Meratus (Sebuah Catatan Perjalanan)

21 Oktober 2016   18:25 Diperbarui: 21 Oktober 2016   18:41 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Sebelum peserta mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat dan tidur,semua peserta dikumpulkan oleh kakak Abdani Sholihin yang sering disapa “ Bang Dhani” atau “Kaka Pemuda”. Dengan arahan Bang Dhani satu persatu peserta baksos maju kedepan untuk memperkenalkan diri mereka. Ada yang tampak malu-malu, ada yang tampak malu-malu mau dan ada juga tampak seperti orang yang tak tahu malu. Awalnya belum kenal karena belum sempat kenalan, jadi kenal. Disadari ataupun tidak perkenalan pada malam itu masing-masing peserta telah memiliki kenalan baru dan sahabat yang baru. Semakin memiliki banyak sahabat maka hidup akan semakin berwarna dan indah, itu yang saat itu ada dalam benak pikiranku. Setelah itu kami pun maing-masing mengambil posisi untuk tidur, karena jam sudah menunjukan pukul 11:30 malam, artinya kami harus istirahat agar bisa melanjutkan kegiatan berikutnya dengan semangat.

            Tidur yang lelap terusik dengan cuaca yang amat dingin. Selimut sekali pun tak mampu mengatasi serangan cuaca dingin yang diiringin suara-suara ayam yang berkokok tandanya peserta harus beranjak dari tidurnya dan pertanda umat Muslim untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan.

            Ketika langit mulai terang peserta maupun panitia dari LK3 bersiap-siap untuk kegiatan selanjutnya, tentunya setelah mandi dan memakai baju kaos yang telah dibagikan oleh panitia untuk peserta. Peserta dan panitia yang siap dengan baju kaos yang sama(sudah seperti kampanye partai) berkumpul di depan Langgar Darul Hijrah Kampung Balai Bidukun. Sebagian peserta, terlebih peserta perempuan bersama panitia dan ibu-ibu sekitar menyiapkan makan siang di depan Langgar Darul Hijrah. Sebagian peserta lainnya, diantara Bonek, Saidul, Tyo dan lainnya gotong-royong bersama warga memperbaiki lapangan bulu tangkis dan mengecetnya dan saya berserta sahabat-sahabat yang lain, seperti Ririn, Paula, Subli, Dede, Nana dan lainnya menyiapkan kegiatan perlombaan yang akan diadakan untuk anak-anak kampung Bidukun.

            Saat semuanya berkumpul; peserta, panitia dan warga untuk menyantap masakan yang aromanya menggoda indera penciuman saya pun mengambil gitar dan meminta sahabat-sahabat yang lainnya untuk bernyanyi bersama. Referensi pengetahuan chord  lagu-lagu yang banyak saya tidak ketahui membuat saya bingung untuk memainkan lagu apa yang mau dinyanyikan. Tak lama setelah beberapa lagu yang kami lantunkan tibalah saatnya makan siang, perut yang lapar sentak menghentikan lagu-lagu yang kami lantunkan.Kami pun makan bersama-sama, juga dengan masayarakat sekitar.

            Perut yang lapar sudah kenyang, tiba saatnyalah para vocalis unjuk kebolehan bakat mereka Basit, Paula dan Clara secara bergantian menyanyikan lagu-lagu andalan mereka masing-masing. Suasana hening menjadi semarak saat penampilan mereka yang sudah seperti artis papan atas dan tidak kalah dengan penyanyi-penyanyi dari Indonesia Idol maupun vocalis band terkenal lainnya. Bernyanyi bersama, tertawa bersama melihat tingkah konyol vocalis andalan ( Basit ) saat bernyanyi menjadi kebersamaan tersendiri bagi kami dan lagi-lagi disadari atau tidak hal tersebut semakin mempererat ikatan kebersamaan Pemuda Antar Iman yang tergabung dalam peserta bakti sosial yang diadakan oleh LK3.

            Selang beberapa lama kemudian, saya dan para peserta laki-laki lainnya bersama warga menuju ke dalam hutan untuk membersihkan bendungan yang sudah mulai kotor. Bendungan tersebut digunakan warga untuk mengalirkan air bersih untuk kebutuhan warga Kampung Desa Bidukun, mulai dari buang air sampai memasak. Air bersih yang dialirkan ke rumah-rumah warna dan bak besar untuk menampung air sudah seperti air-air yang mengalir melalui pipa-pila layaknya buatan PDAM.

            Gotong-royong membersihkan lumpur dan kotoran serta sampah yang ada di dalam bendungan tersebut. Batu-batu besar yang menutupi aliran air kami singkirkan. Dan keisengan sahabat saya yang bernama Bonek (nama asli)  mulai terlihat. Awalnya, badan Bonek yang penuh lumpur dan tanah memeluk Ricky yang saat itu tidak memakai baju, maka keisengan tersebut menjalar kepada sahabat-sahabat lainnya. Saking kalahnya sahabat saya Aldy dengan Bonek yang melumuri badan Aldy dengan lumpur, saat Bonek mencoret wajahnya sendiri dengan lumpur agar terlihat keren seperti orang-orang pedalaman, sontak Aldy pun berkata “ Bonek itu mencoret muka dan badannya bukan karena ingin terlihat keren ! tetapi untuk menutupi panu yang menyebar di badannya , wahahahahaha!!, kami pun tertawa dengan sangat lepas, tentunya menertawakan Bonek yang saat itu melumpuribadan kami kami. Dengan senyum-senyum yang disimpan dan tertawa kecil yang hampir tak terdengar, warga yang juga membersihkan bendungan ikut menertawakan Bonek setelah mendengar guyonan Aldy tersebut.

            Wajah dan badan yang cemong penuh lumpur masih kami sempat-sempatkan untuk berfoto eksis, bermacam gaya kami peragakan. Mulai dari gaya terjelek sampai gaya pose yang sok cool (Saidul). Yang lebih mengherankan lagi Bang Dhani ternyata takun samacek-becek, dengan alasan bertugas mendokumentasikan kami yang sedang becek-becekandengan kamera, padahal tidak suka becek, wajar saja, kan beliau rada gimana gitu, takut kulitnya rusak. Beberapa lama kemudian, bersih-bersih bendungan pun selesai, bergegas kami yang cemong mengambil peralatan mandi dan menuju kesungai, tentunya dengan diiringi gelak-tawa yang selalu hadir di dalam kebersamaan kami.

            Ada pemandangan yang unik saat kami membersihkan diri di sungai Kampung Balai Bidukun yang bersih dan sejuk. Saat itu ada Mak Haji yang juga ikut mandi ( maksud saya si Fajar, Si Gimbal yang sedang mandi berendam dengan Bandana di kepala; persis seperti wanita tua yang sedang mandi memakai penutup rambut), momen tersebut mengundang gelak tawa yang menghibur untuk menghilangkan penat kami. Ketika kami mulai mandi, saya di samping Aldy berendam, dia pun mengatakan “ Rif, kamu merasa gak airnya panas ?”. Saya tahu apa yang dia maksud, dia sedang buang air kecil, saya hanya tersenyum kecil, padahal saya juga buang air kecil sejak tadi.

            Waktu jugalah yang memaksa kami untuk beranjak pergi dari Kampung Balai Bidukun. Karena agenda kegiatan kami yang berikutnya sudah menanti. Dalam agenda selanjutnya kami akan menuju Balai Malaris untuk mengadiri acara adat Aruh Ganal yang diadakan oleh masyarakat Dayak Meratus sebagai rasa syukur ketika musim panen. Sebelum berangkat ke Balai Malaris, kami beserta semua peserta bakti sosial dan panitia dari LK3 berfoto bersama tokoh-tokoh masyarakat, anak kecil serta pemuda Kampung Balai Bidukun. Bersamaan dengan itu pula panitia menyerahkan kenang-kenangan berupa peralatan olahraga untuk masyarakat khususnya olahraga bulu tangkis.

            Bus yang kami tumpangi kemaren telah menunggu di dekat Kantor Kepala Desa Malinau dan siap untuk mengantar kami menuju ke Balai Malaris, dimana acara Aruh Ganal dilaksanakan. Dengan lantunan lagu-lagu yang nyanyikan oleh sahabat-sahabat yang berada dibagian belakang bus setia mengiringi perjalan hingga sampai di Desa Tanuhi. Untuk mencapai Balai Malaris kami harus menumpang mobil pick up, karena bus tidak memungkinkan untuk melewati jalan yang sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun