Di Dusun Jambon Jawa Tengah, hidup seorang petani yang sekaligus master roasting Kopi. Pria berusia 42 tahun ini, rata-rata menjual kopinya 1 kilo perhari. Namun sejak bulan Agutus 2016, situasinya perlahan berubah, tiba-tiba penjualan kopinya meningkat, dan nggak tanggung-tanggung, hingga 10-15 Kilo per harinya. Padahal, ia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang berbeda untuk penjualan kopinya, tidak dengan beriklan, tidak dengan merubah cita rasanya, dan tidak dengan strategi apapun.
Satu hal yang mungkin patut disyukuri oleh petani tersebut adalah, karena ia menggunakan namanya sebagai merek untuk usaha kopinya. Dan petani tersebut, terlahir dengan nama Mukidi.
Entah bagaimana ceritanya, nama Mukidi tiba-tiba populer. Pak Mukidi 'sang barista', tak pula menyangka namanya menjadi hoki untuk usaha kopinya tersebut. Kisah nyaris serupa juga dialami oleh Ayu Ting Ting lewat lagunya yang berjudul Alamat Palsu. Lagu tersebut sudah dirilis pada tahun 2007 dalam album perdananya. Namun butuh 4 tahun agar lagu tersebut kemudian booming. Tidak banyak yang mengetahui mengapa kondisi tersebut terjadi, namun salah satu faktor yang bisa di pertimbangkan adalah kondisi lingkungan saat itu.
Sebelum tahun 2010, musik dangdut di Indonesia bak mati suri, yang ada pun, kebanyakan bergenre Dangdut Koplo, musik dangdut dengan permainan gendang yang khas. Ketika itu tidak banyak penyanyi dangdut yang sukses. Kemudian booming-lah acara reality show mencari bakat, yang pada gilirannya memunculkan kompetisi musik aliran Dangdut yang bernama StarDut di tahun 2007. Sejak itulah kemudian kompetisi musik dangdut terus bermunculan, dari Kompetisi Dangdut Indonesia sampai dengan Dangdut Academy.
Acara-acara ini rupanya sukses besar, dan menggeliatkan kembali musik dangdut di tanah air, bahkan versi Dangdut Academy Asia, juga memberikan pengaruh disejumlah negara tetangga, musik dangdut yang sudah pasif di Malaysia dan Brunei, kembali aktif sejak adanya kompetisi ini. Bahkan menteri Timor Leste Xanana Gusmoa hingga datang ke sebuah stasiun televisi untuk ikut mendukung salah satu penyanyi asal negara tersebut yang tengah berkompetisi.
Situasi ini membalikkan keadaan, musisi dangdut yang awalnya sudah jarang muncul, kembali naik daun. Termasuk sejumlah musik yang tadinya tidak populer, menjadi populer.
Inilah penggalan isi bab 8 dari buku yang saya tulis Make Your Story Matter, terbitan Gramedia yang kini tengah diskon sejak pandemi. Menceritakan bagaimana Kopi pak Mukidi dan lagu Alamat Palsu adalah mereka yang kemudian populer karena perubahan lingkungan yang terjadi, karena ada momentum yang menstimulasi sehingga produk tersebut populer kembali. Dalam bab lanjutan buku tersebut, saya tuangkan kembali dalam penggalan paragraf di bawah.
Kisah Mukidi, dimulai pada bulan Agustus 2016 lalu, tiba-tiba populer, menjadi trending topik dan bahan lelucon, bukan hanya di sosial media, namun juga dibahas oleh televisi nasional, bahkan diperbincangkan oleh para politisi dan pengamat.
Mukidi menjadi fenomena. Tokoh rekaan ini pertama kali dibuat oleh Soetantyo Moechlas pada tahun 1990an. Namun ketika itu, Mukidi tak lantas menjadi bintang, namanya tak lebih dari coretan imajinasi si pembuat karya.
Namun tiba-tiba, entah darimana awalnya, Mukidi tiba-tiba populer. Dan bukan oleh si pencipta, tapi netizen kreatif --lah yang menjadi dalang dibalik kepopuleran Mukidi. Bahkan pada bulan kemunculannya, kata 'Mukidi' di cuit sebanyak lebih dari 26 ribu kali (BBC.com).