Beberapa minggu terakhir, saya berkesempatan IG live dengan beberapa pelaku bisnis dan lembaga riset, di antaranya Yuswohady dari Inventure yang juga mantan Sekjen Indonesia Marketing Association (IMA) dan Alex P Chandra dari perbankan. Termasuk, di interview oleh program Temu Ilmu dan dipercaya sebagai mentor di program Startup Weekend Indonesia.
Dari berbagai diskusi online ini, semuanya terkait dengan Covid 19, yang kemudian membawa saya pada satu keyakinan bahwa hipotesa Harvard sulit dibantah. "Intermittent distancing may be required into 2022 unless critical care capacity is increased substantially or a treatment or vaccine becomes available," begitu Harvard researchers mempublikasikannya.
Saya mengkompilasi hasil dari berbagai diskusi ini pada sejumlah catatan. Pertama, bahwa kondisi ini tak akan berakhir cepat, 1-2 tahun adalah skenario yang bisa kita jadikan estimasi untuk hidup bersama Corona.
Kedua, setiap paska krisis, ekonomi mengalami pertumbuhan yang luar biasa, Alex P Chandra selaku pemilik BPR dengan aset no 2 terbesar nasional ini memaparkan, bahwa usahanya bertumbuh berkali lipat setiap kali krisis berlalu. Bahkan sejumlah nama pengusaha besar seperti Chairul Tanjung atau Sandiaga Uno, muncul paska krisis yang berhasil mereka lalui.
Poinnya, kita harus bertahan dalam 1-2 tahun ke depan, untuk menikmati ekonomi yang diprediksi bertumbuh paska pandemi.
Ketiga, adalah bagaimana cara kita melakukannya, bertahan agar bisa menjadi bagian dari mereka yang bisa menikmati pertumbuhan?
Konklusi dari berbagai diskusi online ini membawa saya untuk memaparkan 2 strategi, yakni Bertahan dengan mamangkas biaya hidup, dan Menyerang dengan membuka aliran pendapatan baru. Di krucutkan pada kelas menengah yang memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan mereka. Dalam laporan tahun 2019 berjudul 'Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class', bank Dunia mengklasifikasi bahwa kelas menengah memiliki konsumsi antara Rp 1,2 - 6 juta per bulan.
Sekarang kita telisik data dari Inventure, Indonesia Middle Class Banking Consumer Report tahun 2013, maka terlihat bahwa pola pengeluaran kelas menengah sebagai berikut :
Pos #1 Barang kebutuhan
Biaya yang harus dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan primer, sembako di antaranya. Persoalannya, definisi kebutuhan primer belakangan semakin kabur, seiring semakin kuatnya hegemoni produk mempengaruhi rasionalitas kita. Bagi kebanyakan masyarakat modern, pengharum pakaian, facial foam atau personal care adalah barang primer. Padahal dulu, barang-barang tersebut tidak pernah ada.
Berikut hal-hal yang bisa kita lakukan sebagai langkah penghematan pada pengeluaran yang umum dilakukan oleh masyarakat kelas menengah:
Pun dengan pengeluaran pajak, dengan perpanjangan status darurat corona oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pertengahan Maret lalu, maka kepolisian memutuskan untuk memberikan kelonggaran bagi pemilik kendaraan yang hendak membayar pajak dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Bagi kendaraan bermotor yang masa pajaknya sudah habis pada rentang masa darurat wabah virus corona, maka pajak bisa dibayarkan setelah status darurat dinyatakan selesai.
Jika memiliki asuransi, kita juga bisa melakukan penundaan pembayaran premi. Dalam Surat OJK nomor S-11/D.05/2020 juga menjelaskan bahwa asuransi dapat relaksasi penundaan selama 4 bulan pembayaran premi yang jatuh tempo, baik untuk nasabah perorangan atau korporasi. Â Dengan adanya peraturan ini, kita bisa menunda pembayaran premi, namun tentu saja ada ketentuan yang perlu kita dalami.
Bagaimana dengan uang sekolah? Saat ini, sejumlah lembaga pendidikan, mengeluarkan kebijakan soal keringanan pembayaran. Mulai dari potongan harga ataupun penundaan pembayaran. Lakukan pengajuan untuk memberikan kelonggaran pada kantong kita.
Bahasa praktisnya, kita kembali pada esensial basic need untuk bertahan melewati pandemi.
Pos #2 Utang
Pada dasarnya, utang adalah hak orang lain yang berada pada kita untuk tenggang waktu tertentu, yang tentu saja harus dikembalikan. Dengan bekal dari surat edaran OJK, maka kita bisa melakukan restrukturisasi agar pembayaran bisa ditangguhkan, setidaknya, mendapatkan relaksasi.
Untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) misalnya, Otoriatas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengeluarkan peraturan Nomor 11 / POJK.03 / 2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Desease 2019.
Secara spesifik disebutkan pada pasal 6 bahwa restrukturisasi bisa diberikan kepada kepada debitur yang terkena dampak penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah. Beracuan pada peraturan ini, maka utang-utang kita termasuk kartu kredit maupun kendaraan bermotor, bisa distrukturisasi. Temui pihak-pihak terkait, dan ajukan prosesnya segera.
Pos #3 - Barang Keinginan
Yang termasuk dalam pos ini tentu saja hal-hal yang sifatnya sekunder. Orang tidak akan mati jika keinginannya tidak terpenuhi, namun di satu sisi, keinginan manusia secara naluriah tidak pernah ada habisnya. Hal-hal yang masuk kategori ini adalah makan di luar, barang bermerek, rekreasi, perhiasan atau pemenuhan akan hobi.
Wealth Manager Association bahkan menyebut bahwa anggaran makan di luar rumah bisa mencapai 80% dari gaji seseorang. Belum lagi dengan sejumlah camilan lainnya yang tanpa terasa, jika diakumulasikan dalam rentang waktu tertentu bisa mencapai jutaan rupiah. Â
Lakukan pemangkasan di pos ini besar-besaran, bahkan jika sudah memiliki rencana traveling dan membeli tiket jauh hari, lakukan refund.
Dalam laman Traveloka, platform Online Travel Agencies ini mempublikasikan informasi bahwa tidak semua maskapai mengizinkan kita melakukan refund atau pembatalan penerbangan di Traveloka.  Berikut daftar sejumlah maskapai yang tidak mengizinkan refund:
Demikian pula dengan deposit hotel, jika bisa ditarik, proseslah segera. Dan semua uang refund atau pengembalian dari deposit hotel, masukkan dalam alokasi dana darurat kita untuk kebutuhan pokok.
Inilah hal-hal yang bisa kita lakukan dengan pendekatan bertahan, dalam hal ini memangkas biaya hidup dan fokus pada kebutuhan yang paling esensi.Â
Pendekatan kedua adalah mencari sumper penghasilan baru sebagai strategi menyerang.
Income Replacement
QASA Strategic Consulting dalam buletinnya yang berjudul Business Model in Surviving Mode During the COVID-19 Outbreak menunjukkan data berikut :
Namun tentu saja tidak mudah, terlebih memasuki bisnis yang kita tidak memiliki keahlian atau passion di dalamnya. Jika tidak dilakukan dengan benar, bisa-bisa ini blunder dan justru memproduksi masalah baru.
Maka langkah praktis yang bisa kita lakukan adalah terjun ke sektor yang minim risiko, seperti menjadi bagian dari sebuah sistem bisnis. Katakan saja dengan menjadi reseller, agen asuransi atau sales canvas independen dan sejenis.
Belakangan, dengan revolusi teknologi informasi, ada semakin banyak sistem kerjasama kolaborasi serupa ini yang ber-platform digital. Beberapa yang dikutip dari buku Creator Inc misalnya Freelancer, situs ini menawarkan proyek seperti desain website, penulis konten, dan freelancer programer. Ada juga Ruang Guru (belakangan ada Skills Academy), di mana kita bisa menjadi pengajar dengan materi yang sesuai dengan pengetahuan dan keilmuan kita.
Bagi yang terampil fotografi, bisa menjual fotonya melalui sejumlah website stock photography. Sistemnya hampir sama dengan crowdsourching lainnya. Misalnya, 123RF, ini merupakan salah satu yang paling populer, sistem pembayarannya komisi, di mana kita harus terdaftar lebih dahulu menjadi anggota. Masih ada beberapa lainnya seperti Istockphoto dan Shutterstock.
Bahkan Yuswohady ketika saya interview, juga memaparkan sejumlah ide-ide lain yang bisa dilakukan oleh pelaku bisnis, ia mencontohkan sebuah hotel yang melakukan pivot, merubah revenue stream-nya dengan cara mengoptimalkan aset mereka untuk membuka kanal bisnis baru. Hotel yang memiliki tenaga SDM chef, bisa membuka jasa penjualan makanan online, atau menyediakan jasa cleaning service ke rumah-rumah untuk memberdayakan cleaning service yang dimiliki.
Hal ini sudah dilakukan Hotel Teraskita dan Hotel Ambhara yang meluncurkan layanan on-demand cleaning service dengan label kebersihan prima "berkelas hotel" ke rumah-rumah.
Kita juga bisa memproduksi Frozen Food, yang juga mengalami peningkatan permintaan. Atau layanan bisnis melalui virtual yang kini tengah getol-getolnya dilakukan.
Semua perubahan ini, agar kita tetap bisa mendapatkan sumber pendapatan baru. Saya pribadi selama beberapa minggu terakhir berternak lele, selain untuk memanfaatkan pekarangan, juga bantalan jika memang pandemi berlangsung dalam jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H