Mohon tunggu...
Arif Prabowo
Arif Prabowo Mohon Tunggu... Administrasi - UIN KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Al Ummah, PAUD IT/ TKIT/ SDIT Ulul Albab, SMP/SMA IT Assalaam Boardinng School

Menyukai pengelolaan Sumber Daya Manusia, Keluarga, Keayahan, masih belajar pendidikan yang bijak di era berlimpahnya informasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Profil Ayah, Pilar Ketegasan dan Kasih Sayang

14 September 2024   16:40 Diperbarui: 14 September 2024   16:45 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Ayah adalah sosok sentral dalam keluarga yang memegang peran penting dalam pembentukan karakter anak. Dalam pengasuhan, seorang ayah bukan hanya pencari nafkah atau pemimpin keluarga dalam arti konvensional, tetapi juga simbol ketegasan dan kasih sayang yang seimbang. Di tengah tantangan modern, di mana peran ayah sering kali tergeser oleh kesibukan pekerjaan atau tekanan sosial, kita perlu menghidupkan kembali makna sejati dari seorang ayah sebagai profil rujukan yang tidak hanya membentuk masa depan anak, tetapi juga mendampingi mereka dengan bijaksana di setiap langkah kehidupan.

Ayah yang ideal adalah ayah yang hadir. Kehadirannya bukan sekadar fisik, tetapi emosional dan spiritual. Seorang ayah yang memahami peran ini akan memastikan bahwa setiap interaksi dengan anaknya memberikan nilai dan dampak positif. Ayah bukanlah sosok yang hanya muncul untuk memberikan disiplin atau nasihat saat diperlukan, tetapi harus menjadi sahabat yang bisa diandalkan oleh anak-anak mereka, terutama ketika mereka memasuki masa remaja yang penuh dengan tantangan. Penelitian menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan ayah selama masa kanak-kanak dan kesejahteraan emosional di awal masa dewasa, dengan temuan menunjukkan peningkatan pengaruh positif dan penurunan pengaruh negatif di antara mereka yang memiliki ayah yang terlibat (Alfajati & AUTHOR_ID, 2024)].

Dalam Islam, profil ayah yang ideal dicontohkan dengan sangat baik oleh Nabi Ibrahim AS. Ketika beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Ismail AS, Nabi Ibrahim tidak hanya patuh tanpa berpikir, tetapi juga melibatkan anaknya dalam dialog penuh hikmah. Ia memberi ruang bagi Ismail untuk merespons dan membuat keputusan bersama. Kisah ini menggambarkan peran seorang ayah yang bijaksana, yang menghormati pemikiran anaknya sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan pembimbing. Ini adalah pelajaran penting bagi para ayah modern—bahwa otoritas bukanlah soal mendikte, tetapi soal mendampingi dan membimbing dengan penuh kasih dan pengertian.

Namun, menjadi ayah yang baik bukan berarti menjadi sosok yang lemah atau hanya memberikan cinta tanpa batasan. Seorang ayah sejati tahu kapan harus menunjukkan ketegasan. Ketegasan ini bukan dalam bentuk kekerasan atau hukuman yang berlebihan, tetapi dalam bentuk bimbingan yang jelas dan konsisten. Menurut Imam Al-Ghazali, ayah memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam membimbing anak-anaknya agar tetap berada di jalan yang benar, baik secara spiritual maupun sosial. Tanpa ketegasan ini, anak-anak bisa tumbuh tanpa arahan yang jelas, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan karakter dan keputusan mereka di masa depan.

Ayah yang bijaksana adalah ayah yang mampu menyeimbangkan antara kasih sayang dan ketegasan. Mereka tahu kapan harus memberikan kelembutan dan kapan harus menetapkan batasan yang tegas demi kebaikan anak. Penelitian menunjukkan Pendekatan yang seimbang, di mana ayah menunjukkan ketegasan dan kasih sayang, menumbuhkan lingkungan yang aman bagi anak-anak, meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan(Donnelly et al., 2022). Belas kasihan pada anak-anak, sering dimodelkan oleh ayah, dikaitkan dengan hasil emosional yang lebih baik dan ketahanan dalam menghadapi trauma(Fitria, 2024).

Sebagai pelindung keluarga, ayah juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak, baik dari segi intelektual, moral, maupun spiritual. Tugas ini tidak bisa didelegasikan sepenuhnya kepada ibu atau lembaga pendidikan formal. Ayah harus mengambil peran aktif dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan, menjadi teladan yang dapat diandalkan, dan menunjukkan kepada anak-anaknya bagaimana menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan bermartabat.

Selain ketegasan dan kasih sayang, seorang ayah juga memainkan peran penting dalam memberikan teladan yang nyata bagi anak-anaknya. Remaja khususnya, yang berada dalam fase pencarian identitas, sangat memerlukan sosok ayah sebagai panutan yang dapat mereka teladani. Seorang ayah yang menunjukkan integritas, tanggung jawab, dan disiplin dalam kehidupan sehari-harinya memberikan contoh langsung kepada anak tentang bagaimana menjadi individu yang bermoral dan bermartabat. Sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Imam Ibnul Qayyim Al-Jawziyyah, “Perilaku orang tua adalah pelajaran pertama yang dilihat oleh anak-anaknya, bahkan sebelum mereka belajar berbicara.”

Dalam masa modern ini, ayah sering kali dianggap hanya bertanggung jawab dalam hal materi, sementara pengasuhan emosional dan spiritual diserahkan kepada ibu. Ini adalah pandangan yang sempit. Dalam Islam, ayah memiliki kewajiban untuk memastikan anak-anaknya tumbuh tidak hanya secara fisik, tetapi juga emosional dan spiritual. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW menjadi teladan kasih sayang dan kebijaksanaan dalam keluarganya, setiap ayah diharapkan untuk mendekatkan diri kepada anak-anak mereka, mengajarkan nilai-nilai agama, dan memberikan perhatian penuh terhadap perkembangan moral mereka.

Hasil Penelitian,  Anak-anak dengan ayah yang terlibat secara emosional cenderung memiliki jejaring sosial yang lebih kuat dan hubungan teman sebaya yang lebih baik, karena para ayah ini memodelkan perilaku sosial positif(Soria & Lawton, 2022). Hubungan ayah-anak yang kuat berkorelasi dengan peningkatan kompetensi teman sebaya, dimediasi oleh regulasi emosional(Cui et al., 2023).

Namun, tantangan bagi ayah modern tidak hanya datang dari dalam keluarga, tetapi juga dari dunia luar. Dalam lingkungan kerja yang menuntut, banyak ayah yang merasa kesulitan untuk menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan keluarga. Akan tetapi, menjadi ayah yang ideal tidak selalu tentang jumlah waktu yang dihabiskan bersama anak-anak, melainkan tentang kualitas waktu tersebut. Hadir dengan sepenuh hati, mendengarkan tanpa distraksi, dan memberikan perhatian penuh kepada anak dapat membuat perbedaan besar dalam membangun hubungan yang kuat dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun