Bismillah,
Sobat-sobat budiman, Tema kita masih seputar ayah ya.
Ayah, Membangun ikatan yang kuat antara ayah dan anak adalah salah satu tantangan terbesar dalam pengasuhan, terutama ketika anak-anak memasuki masa remaja.
Di usia ini, remaja sedang mencari identitas mereka sendiri, ingin lebih mandiri, dan sering kali merasa bahwa orang tua, terutama ayah, tidak memahami dunia mereka. Namun, justru pada masa inilah kehadiran seorang ayah yang bijaksana dan penuh kasih menjadi sangat penting.
Ketika kita berbicara tentang “bonding” antara ayah dan anak, kita tidak hanya berbicara tentang kedekatan fisik, tetapi juga tentang keterikatan emosional yang mendalam. Bonding ini adalah fondasi dari hubungan yang sehat, yang akan memberikan rasa aman dan dukungan emosional kepada anak untuk menghadapi berbagai tantangan hidup.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Family Psychology menemukan bahwa remaja yang memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan ayah mereka cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dan lebih mampu mengatasi tekanan sosial.
Penelitian Nafiah & Izzaty (2024) juga menekankan bahwa dukungan dan harapan orang tua secara signifikan berkontribusi pada efikasi diri remaja, yang penting untuk menavigasi tantangan sosial
Ayah yang budiman,
Meneladani Nabi Ibrahim AS sebagai sosok ayah yang hebat memberikan kita pelajaran berharga tentang bagaimana seorang ayah bisa membangun ikatan yang kuat dengan anaknya. Nabi Ibrahim AS tidak hanya dikenal karena kesabarannya, tetapi juga karena cara beliau mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan komunikasi yang terbuka.
Dalam Al-Qur’an, kita melihat bagaimana Ibrahim AS dengan penuh kelembutan berdialog dengan putranya, Ismail AS, ketika ia menerima perintah dari Allah SWT untuk mengorbankannya. Ibrahim tidak memaksakan kehendaknya, tetapi mengajak Ismail untuk berbicara dan memberikan pendapatnya, menunjukkan rasa hormat dan cinta yang dalam (QS. Ash-Shaffat: 102).
Ayah hebat adalah mereka yang mampu membangun komunikasi yang jujur dan terbuka dengan anak-anak mereka. Penelitian dari Harvard University menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif antara ayah dan anak dapat meningkatkan kepercayaan diri anak dan mengurangi risiko mereka terlibat dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkoba dan pergaulan bebas.
Ayah yang berbicara dengan anaknya tentang harapan, kekhawatiran, dan impian mereka, secara tidak langsung memberikan dukungan moral yang sangat dibutuhkan remaja di masa pencarian jati diri.
Ayah yang membahas aspirasi dan ketakutan berkontribusi pada kemampuan anak-anak mereka untuk membayangkan masa depan yang positif, meningkatkan efikasi diri dan perencanaan strategis mereka(Zhu et al. 2014).
Lebih dari itu, bonding antara ayah dan anak juga dibangun melalui keterlibatan aktif ayah dalam kehidupan sehari-hari anak. Ini berarti hadir dalam setiap momen penting, seperti saat mereka membutuhkan nasihat, dukungan untuk tugas sekolah, atau bahkan sekadar mendengarkan cerita mereka.
Menurut Journal of Adolescent Research, ayah yang terlibat secara aktif dalam kegiatan sehari-hari anak mereka cenderung menciptakan ikatan yang lebih kuat dan hubungan yang lebih harmonis dalam keluarga .
Namun, tidak semua ayah merasa mudah untuk menjalin bonding ini (mungkin problem bagi sebagaian para ayah, tidak tercuali saya wahai para ayah).
Bagi banyak ayah, kesibukan pekerjaan dan tekanan ekonomi sering kali menjadi hambatan besar. Meski demikian, kehadiran tidak harus selalu bersifat fisik. Kehadiran emosional bisa diwujudkan dalam bentuk perhatian kecil, seperti mengirim pesan, menelepon, atau meluangkan waktu untuk bersama di akhir pekan.
Termasuk bagi anak anak kita yang di baording yang tidak pegag HP pun bisa kita kirimi pesen, bisa dengan kita kirim saat ini , nanti ketika aak pulang dan mereka buka HP, maka semoga pesen kita bisa dibaca oleh mereka.
Kehadiran emosional ini sesuai dengan nasihat dari Imam Al-Ghazali yang mengatakan bahwa “Cinta kepada anak harus ditunjukkan dalam setiap kesempatan yang ada, sekecil apa pun itu, karena cinta adalah energi yang menguatkan ikatan hati”
Dengan belajar dari teladan Nabi Ibrahim AS, para ayah modern dapat menemukan cara untuk membangun hubungan yang penuh cinta dan hormat dengan anak-anak mereka, bahkan di tengah kesibukan dan tantangan hidup.
Kuncinya adalah menciptakan ruang untuk komunikasi yang jujur, menunjukkan kasih sayang secara konsisten, dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan anak-anak mereka.
Namun, membangun bonding yang kuat antara ayah dan anak remaja tidak selalu mudah, terutama di zaman modern ini di mana banyak ayah merasa terjebak dalam rutinitas pekerjaan dan tanggung jawab lainnya.
Namun, pelajaran berharga dari para ayah hebat seperti Nabi Ibrahim AS menunjukkan bahwa cinta dan kedekatan dapat diwujudkan dengan berbagai cara, bahkan dalam kondisi yang sulit sekalipun.
Sebagai contoh, ayah dapat menggunakan momen-momen sederhana dalam kehidupan sehari-hari untuk mempererat ikatan dengan anak-anak mereka.
Salah satu cara efektif adalah dengan menunjukkan ketulusan dan kejujuran dalam setiap interaksi. Remaja memiliki intuisi yang tajam; mereka bisa merasakan apakah orang tua mereka benar-benar peduli atau hanya sekadar berbasa-basi. Penelitian dari American Psychological Association (APA) mengungkapkan bahwa remaja yang merasakan ketulusan dalam hubungan dengan orang tua mereka, terutama ayah, lebih cenderung memiliki hubungan yang harmonis dan lebih sedikit mengalami konflik keluarga.
Ketika ayah berbicara dengan jujur, terbuka, dan penuh kasih sayang, anak-anak merasa dihargai dan lebih mungkin untuk membuka diri tentang perasaan dan pikiran mereka. Koneksi berkualitas tinggi dengan orang tua, terutama ayah, meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi remaja, berkontribusi positif bagi perkembangan mereka("The Importance of Family, Peer, and Romantic Relationships on Adolescent Development", 2023).
Selain itu, seorang ayah hebat juga harus memiliki keberanian untuk menetapkan batasan yang jelas tanpa kehilangan kelembutan. Mungkin terdengar kontradiktif, tetapi cinta sejati justru ditunjukkan dengan menetapkan aturan dan batasan yang masuk akal. Remaja sering kali mencari kebebasan, tetapi mereka juga membutuhkan struktur yang memberikan rasa aman. Menurut penelitian dari Journal of Youth and Adolescence, remaja yang dibesarkan dalam lingkungan dengan batasan yang jelas, namun tetap penuh kasih, cenderung memiliki kontrol diri yang lebih baik dan lebih sedikit terlibat dalam perilaku berisiko.
Remaja yang dibesarkan di lingkungan yang ditandai dengan batas-batas yang jelas dan kehangatan cenderung menunjukkan pengendalian diri yang lebih baik dan kurang terlibat dalam perilaku berisiko. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah yang memelihara, yang mencakup struktur yang memadai dan dukungan orang tua, menumbuhkan fungsi adaptif selama tahap perkembangan kritis ini (Xv 2024)
Selain batasan, penting pula bagi ayah untuk mencontohkan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya Nabi Ibrahim AS, seorang ayah yang hebat adalah teladan yang nyata bagi anak-anaknya. Remaja, meskipun sering terlihat memberontak atau menentang, sebenarnya itu adalah mengamati dan belajar dari tindakan orang tua mereka.
Sebagaimana Imam Ibnul Qayyim Al-Jawziyyah menjelaskan, "Akhlak seorang ayah akan menjadi pelajaran pertama yang diingat oleh anak-anaknya, bahkan lebih dari sekadar kata-kata yang diucapkan." Dengan menjadi teladan yang baik, ayah secara tidak langsung mengajarkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kasih sayang kepada anak-anak mereka .
Di sisi lain, seorang ayah juga perlu memberikan dukungan emosional yang konsisten. Dukungan ini tidak selalu harus berbentuk pujian atau hadiah, tetapi bisa berupa pengakuan terhadap perasaan dan pengalaman anak.
Misalnya, jika anak remaja mengalami kegagalan, jangan langsung memberi nasihat, ayah bisa memulai dengan mendengarkan dan memberikan empati (perlu kita ilmui dan latih yah).
Pendekatan ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, yang selalu mendengarkan sahabat-sahabatnya dengan perhatian penuh sebelum memberikan tanggapan atau nasihat. Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya memberikan perhatian penuh kepada setiap orang yang berbicara, termasuk kepada anak-anak .
Dengan mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati, ayah memberikan ruang bagi remaja untuk merasa didengar dan dihargai. Sebuah studi dari Journal of Developmental Psychology menunjukkan bahwa remaja yang merasa didukung secara emosional oleh ayah mereka lebih mungkin untuk memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan lebih sedikit mengalami masalah perilaku .
Sebagai penutup, belajar dari Nabi Ibrahim AS dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu para ayah modern membangun ikatan yang lebih kuat dengan anak-anak mereka. Meskipun dunia tidak pernah berhenti berubah, kebutuhan dasar akan cinta, perhatian, dan bimbingan tetap sama.
Dengan menjadi figur yang penuh kasih, empati, dan konsisten, ayah dapat memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan masa depan anak-anak mereka. Inilah warisan sejati yang bisa mereka tinggalkan—cinta yang tulus dan ikatan yang kokoh.
Allahu a`alam bi showwab, bersambung dengan tema seputar pengauhan remaja insya Allah.
Sobat- sobat budiman yang menemukan ketidak sesuian pada opini ini mohon koreksinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H