Mohon tunggu...
Arif Prabowo
Arif Prabowo Mohon Tunggu... Administrasi - UIN KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Al Ummah, PAUD IT/ TKIT/ SDIT Ulul Albab, SMP/SMA IT Assalaam Boardinng School

Menyukai pengelolaan Sumber Daya Manusia, Keluarga, Keayahan, masih belajar pendidikan yang bijak di era berlimpahnya informasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Fenomena Daddy Issue - Father Hunger: Ketika Kehadiran Ayah menjadi Kebutuhan Jiwa

31 Agustus 2024   07:08 Diperbarui: 5 September 2024   11:28 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Daddy Issue - Father Hunger: Ketika Kehadiran Ayah Menjadi Kebutuhan Jiwa

Bismillah,

Di era modern ini, fenomena "daddy issue" atau "father hunger" semakin sering menjadi topik pembicaraan. Istilah ini merujuk pada kondisi psikologis di mana seseorang mengalami kebutuhan emosional yang kuat terhadap sosok ayah namun tidak terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya. Fenomena ini terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, yang kemudian berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk dalam membangun hubungan sosial, emosional, dan romantis. Dalam konteks ini, kehadiran ayah menjadi krusial dalam perkembangan jiwa anak, terutama pada masa remaja ketika mereka sedang mencari identitas diri dan stabilitas emosional.

Seorang psikolog Muslim, Dr. Abdullah Nasih Ulwan, dalam buku Tarbiatul Aulad fil Islam (Pendidikan Anak dalam Islam), menekankan bahwa peran ayah dalam pendidikan anak sangatlah penting. Ayah tidak hanya berfungsi sebagai pemberi nafkah, tetapi juga sebagai pembimbing spiritual, moral, dan emosional bagi anak-anaknya. Ulwan menggarisbawahi bahwa absennya ayah, baik secara fisik maupun emosional, dapat meninggalkan kekosongan yang mendalam dalam jiwa anak-anak. Mereka kehilangan figur yang dapat memberikan teladan, perlindungan, dan kasih sayang yang seimbang.

Fenomena "daddy issue" sering kali dikaitkan dengan perilaku menyimpang atau masalah emosional. Penelitian dari University of Surrey menunjukkan bahwa remaja yang mengalami kurangnya kehadiran ayah dalam kehidupan mereka cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi, rendah diri, kecemasan, dan kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat. Anak laki-laki yang tidak mendapatkan dukungan emosional dari ayah sering kali merasa kebingungan tentang maskulinitas dan mencari pemenuhan melalui perilaku yang ekstrem atau berisiko, seperti penggunaan narkoba atau kekerasan. Sementara itu, anak perempuan yang mengalami kekurangan figur ayah dapat mengalami masalah dalam menilai diri mereka sendiri, sering kali terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau mencari perhatian dengan cara yang merugikan.

Dalam perspektif Islam, pentingnya kehadiran ayah ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits. Rasulullah SAW adalah contoh teladan bagi seluruh umat Islam dalam menunjukkan kasih sayang dan perhatian yang besar terhadap anak-anak. Ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal dunia, Rasulullah SAW menunjukkan rasa kesedihan yang mendalam, tetapi tetap mengajarkan pentingnya menerima takdir Allah dengan sabar dan penuh keimanan. Ini menunjukkan bahwa meskipun seorang ayah harus tegar dan kuat, dia juga harus mampu menunjukkan emosi dan kasih sayang kepada anak-anaknya.

Salah satu dampak "father hunger" yang perlu diperhatikan adalah bagaimana anak laki-laki sering kali merasa terabaikan dalam perkembangan "kelaki-lakiannya." Ketika tidak ada sosok ayah yang memberikan contoh langsung tentang bagaimana menjadi seorang pria yang bertanggung jawab dan berakhlak, mereka bisa merasa bingung atau bahkan marah. Mereka mungkin mencari identitas melalui kelompok teman yang kurang baik, yang bisa mendorong mereka ke arah perilaku yang tidak diinginkan. Sebuah studi yang dilakukan oleh American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa anak laki-laki yang tumbuh tanpa kehadiran ayah lebih cenderung terlibat dalam perilaku kriminal dan menghadapi masalah perilaku di sekolah.

Di sisi lain, anak perempuan yang mengalami "father hunger" sering kali mencari perhatian atau pengakuan dari figur laki-laki lainnya, yang terkadang dapat berakhir dalam hubungan yang tidak sehat atau perilaku yang merugikan. Penelitian dari University of Virginia menemukan bahwa anak perempuan yang tumbuh tanpa kehadiran ayah yang stabil dalam hidup mereka lebih mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan romantis yang sehat di kemudian hari. Mereka sering kali mencari pemenuhan emosional dalam bentuk hubungan yang menggantungkan diri pada pihak lain, yang bisa berisiko untuk kesejahteraan mereka.

Untuk mengatasi fenomena "daddy issue" atau "father hunger," perlu ada upaya kolektif dari keluarga, komunitas, dan lingkungan pendidikan. Dalam Islam, peran ayah dalam keluarga tidak hanya sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai sosok yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan, memberikan kasih sayang, dan menunjukkan keteladanan dalam berbagai aspek. Ayah diharapkan tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga secara emosional. Menurut Dr. Aisha Hamdan, seorang psikolog Muslim di AS, kehadiran ayah yang penuh kasih sayang dan perhatian dapat membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan diri, stabilitas emosional, dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang sehat.

Namun, banyak ayah yang mungkin merasa kesulitan untuk berperan demikian karena berbagai alasan, seperti tekanan pekerjaan, kurangnya keterampilan komunikasi, atau pola asuh yang diterima dari generasi sebelumnya. Dalam kasus ini, perlu ada pendekatan yang lebih holistik untuk membantu ayah menjalankan perannya dengan lebih baik. Pelatihan atau program pengasuhan bagi ayah yang diberikan di masjid atau komunitas Muslim dapat menjadi langkah awal yang efektif. Sebuah program seperti ini bisa membantu para ayah untuk memahami pentingnya peran mereka dan memberikan keterampilan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan emosional dan spiritual anak-anak mereka.

Dalam konteks pendidikan, guru dan pendidik juga memiliki peran penting dalam mengatasi dampak dari "father hunger." Sekolah dapat menjadi tempat di mana anak-anak mendapatkan dukungan emosional yang mungkin tidak mereka dapatkan di rumah. Studi dari British Journal of Educational Psychology menunjukkan bahwa guru yang berperan sebagai mentor dan model peran positif bagi anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian ayah di rumah dapat membantu memperbaiki kepercayaan diri mereka dan mengurangi masalah perilaku. Dengan kata lain, kehadiran seorang mentor yang bijaksana dan peduli bisa menjadi pengganti sementara bagi kekosongan emosional yang dirasakan anak.

Lebih jauh lagi, penting untuk memperkuat hubungan antara ayah dan anak melalui aktivitas bersama yang bermakna. Misalnya, mendorong ayah untuk terlibat dalam kegiatan sekolah anak, seperti menghadiri pertemuan orang tua, ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler, atau bahkan sekadar menghabiskan waktu bersama anak di rumah. Penelitian dari Harvard University menunjukkan bahwa anak-anak yang merasa diperhatikan oleh ayah mereka cenderung memiliki keterikatan yang lebih kuat terhadap keluarga dan lebih mampu mengatasi stres serta tekanan sosial. Oleh karena itu, kegiatan yang mendorong interaksi positif dan keterlibatan langsung ayah dalam kehidupan sehari-hari anak dapat memberikan dampak yang signifikan.

Namun, bagi banyak keluarga yang menghadapi tantangan ekonomi atau sosial yang berat, harapan ini mungkin tidak selalu mudah untuk diwujudkan. Dalam hal ini, dukungan dari komunitas dan lembaga sosial sangat penting. Beberapa inisiatif komunitas Muslim di berbagai negara telah mulai menawarkan program-program dukungan keluarga, seperti konseling keluarga, kelompok diskusi ayah, dan kegiatan bersama yang dirancang untuk memperkuat ikatan keluarga. Mengutip Syaikh Salman Al-Oadah, "Masyarakat yang kuat dibangun di atas keluarga yang kuat, dan keluarga yang kuat memerlukan keterlibatan penuh dari semua anggotanya."

Selain itu, penting untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang kuat kepada anak-anak tentang pentingnya keluarga dan peran setiap anggota di dalamnya. Anak-anak perlu diajarkan untuk menghormati kedua orang tua dan memahami bahwa meskipun ayah mungkin tidak selalu ada secara fisik, komitmen emosional dan spiritual tetap dapat dipertahankan melalui komunikasi, doa, dan cinta yang tulus. Seperti yang dinasihatkan oleh Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, "Orang tua adalah teladan bagi anak-anak mereka; mereka adalah cermin dari perilaku yang akan mereka adopsi."

Sebagai kesimpulan, fenomena "daddy issue" atau "father hunger" adalah masalah nyata yang mempengaruhi banyak keluarga saat ini. Solusinya tidak hanya bergantung pada ayah, tetapi juga melibatkan semua pihak—ibu, guru, komunitas, dan masyarakat luas. Dengan pendekatan yang holistik, penuh kasih, dan berlandaskan nilai-nilai Islam, kita bisa membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional dan spiritual, meskipun tantangan kehadiran ayah kadang menjadi ujian tersendiri. Kehadiran ayah yang konsisten, baik secara fisik maupun emosional, tetap menjadi kunci penting dalam membentuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak kita.

Allahu a`lam bishowwab, insya Allah bersambung dengan tema seputar pegasuhan.

Sobat sobat budiman, para ayah dan pendidik, bila menemukan kekelirua, mohon koreksinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun