Bismillah,
Belajar dari ayah Irwan Rinladi, pemerhati keayahan. bahwa usia remaja adalah membanjirnya hormon cinta.
Masa remaja sering kali digambarkan sebagai periode paling dinamis dalam kehidupan seorang individu. Di usia ini, remaja tidak hanya mengalami perubahan fisik yang signifikan, tetapi juga berada dalam pusaran emosi yang kompleks. Salah satu aspek yang paling mencolok dalam fase ini adalah munculnya dorongan cinta yang kuat, dipicu oleh banjirnya hormon-hormon seperti testosteron, estrogen, dopamin, serotonin, dan oksitosin. Hormon-hormon ini tidak hanya mempengaruhi perubahan fisik tetapi juga memainkan peran besar dalam membentuk perilaku dan emosi remaja.
Menghadapi masa remaja yang penuh gejolak ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami bahwa dorongan-dorongan emosional yang dialami remaja adalah bagian normal dalam perkembangan mereka. Penelitian yang dipublikasikan oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa fluktuasi hormon selama masa remaja berhubungan erat dengan perubahan suasana hati, dorongan untuk mencari hubungan sosial, dan meningkatnya minat terhadap hubungan romantis. Oleh karena itu, pendekatan yang bijaksana dalam mendampingi remaja adalah dengan memberikan pemahaman, bukan dengan memaksakan kontrol yang ketat.
Dalam pandangan Islam, masa remaja juga dianggap sebagai masa penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Para ulama, seperti Imam Al-Ghazali, menekankan pentingnya mendidik akhlak dan moral anak sejak dini, karena masa ini adalah masa di mana mereka mulai memahami dan menjalankan tanggung jawab sosial dan agama. Namun, Al-Ghazali juga mengingatkan bahwa pendidikan akhlak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan, tetapi harus disertai dengan kelembutan dan kebijaksanaan.
Saat hormon cinta mulai mendominasi, remaja sering kali merasa bingung dengan perasaan mereka. Mereka mungkin merasa tertarik secara fisik dan emosional kepada lawan jenis, tetapi belum sepenuhnya memahami bagaimana cara yang tepat untuk mengekspresikan perasaan tersebut. Ini adalah masa di mana mereka membutuhkan bimbingan, bukan hanya dari orang tua, tetapi juga dari lingkungan sosial mereka.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Rochester, dukungan dari lingkungan sosial yang positif, termasuk keluarga dan teman sebaya, sangat penting dalam membantu remaja mengelola dorongan hormonal mereka dengan cara yang sehat. Remaja yang merasa didukung dan dipahami oleh orang-orang di sekitar mereka cenderung lebih mampu mengendalikan emosi mereka dan membuat keputusan yang lebih bijaksana terkait hubungan romantis.
Namun, sering kali orang tua dan pendidik merasa khawatir dengan perubahan-perubahan ini dan cenderung merespon dengan memberikan aturan yang ketat atau larangan yang berlebihan. Meskipun niatnya baik, pendekatan ini bisa berbalik menjadi bumerang. Remaja yang merasa terlalu dikekang mungkin akan mencari cara untuk memberontak atau bahkan menyembunyikan perasaan dan perilaku mereka, yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah yang lebih besar.
Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan membuka ruang dialog yang terbuka dan jujur antara orang tua dan anak. Sebuah studi dari Journal of Adolescent Health menyatakan bahwa remaja yang memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan orang tua mereka cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap hubungan cinta dan lebih mampu menavigasi dinamika hubungan dengan bijaksana.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang kuat sebagai landasan dalam membimbing remaja menghadapi banjirnya hormon cinta. Dengan pemahaman yang benar tentang konsep cinta dalam Islam, remaja bisa diarahkan untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam kerangka yang sesuai dengan ajaran agama, seperti menjaga kesucian diri dan menghindari perilaku yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam dosa.
Menjadi tantangan , memahami dan membimbing remaja dalam menghadapi banjirnya hormon cinta bukanlah tugas yang mudah. Di satu sisi, remaja membutuhkan kebebasan untuk mengekspresikan perasaan mereka dan menjelajahi dunia baru yang penuh dengan emosi dan relasi. Di sisi lain, mereka juga membutuhkan bimbingan yang bijak agar tidak tersesat dalam gejolak perasaan yang bisa membawa mereka ke jalan yang salah.
Dalam hal ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengenali tanda-tanda ketika remaja mulai mengalami kebingungan atau kecemasan terkait perasaan mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of California, Berkeley, menunjukkan bahwa remaja yang tidak mendapatkan dukungan emosional yang cukup cenderung lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, terutama ketika mereka merasa tidak mampu mengelola perasaan cinta dan ketertarikan mereka dengan cara yang sehat.
Untuk mengatasi ini, komunikasi yang terbuka antara orang tua, pendidik, dan remaja menjadi sangat penting. Remaja perlu merasa bahwa mereka memiliki tempat untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau dikekang. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, dalam mendidik anak, hendaklah kita berlaku lembut dan tidak memperlakukan mereka dengan kasar, karena kelembutan itu lebih mendekatkan mereka kepada kebenaran. Mengajarkan nilai-nilai Islam dengan cara yang penuh kasih sayang dan pengertian akan membantu remaja memahami batasan dan tanggung jawab mereka dalam hubungan sosial dan romantis.
Selain itu, peran pendidik di sekolah, terutama di boarding school, menjadi sangat krusial. Di lingkungan boarding school, remaja menghabiskan sebagian besar waktu mereka jauh dari keluarga. Oleh karena itu, pendidik harus menjadi figur pengganti yang dapat memberikan dukungan emosional dan moral yang mereka butuhkan. Menurut pendapat Ibnu Sina, penting bagi pendidik untuk memahami bahwa setiap remaja memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, dan pendekatan yang mereka gunakan harus disesuaikan dengan kepribadian dan kondisi psikologis masing-masing anak.
Kegiatan ekstrakurikuler dan program bimbingan konseling di sekolah juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk membantu remaja menyalurkan energi dan emosi mereka ke dalam aktivitas yang positif. Misalnya, program mentoring yang melibatkan kakak kelas atau alumni dapat memberikan contoh positif bagi remaja dalam menghadapi tantangan hormonal mereka. Sebuah studi dari American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa remaja yang terlibat dalam kegiatan yang terstruktur dan didukung oleh lingkungan yang positif cenderung memiliki kesejahteraan emosional yang lebih baik dan lebih mampu mengelola hubungan interpersonal mereka dengan bijaksana.
Namun, yang tidak kalah penting adalah peran keluarga dalam mendukung proses ini. Orang tua harus tetap terlibat dalam kehidupan anak mereka, meskipun anak tersebut tinggal di boarding school. Menjalin komunikasi yang teratur dan memberikan dukungan dari jauh dapat membuat remaja merasa dicintai dan diperhatikan. Penelitian dari Harvard Graduate School of Education menunjukkan bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam kehidupan anak mereka, meskipun secara fisik terpisah, memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan emosional dan perkembangan sosial anak.
Sebagai penutup, masa remaja adalah masa yang penuh dengan peluang dan tantangan. Banjirnya hormon cinta adalah bagian alami dari perkembangan ini, tetapi dengan bimbingan yang tepat, remaja dapat diarahkan untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang sehat dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Orang tua dan pendidik, sebagai sahabat dan pembimbing, memiliki peran penting dalam memastikan bahwa remaja melewati masa ini dengan keyakinan dan akhlak yang kuat, siap untuk menjadi individu dewasa yang matang dan bertanggung jawab.
Allahu A`lam bi showwab. Insya Allah bersambung...
Note: Sobat-sobat pendidik yang budiman, bila sobat menemukan ketidakpasan dari opini ini mohon koreksinya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI