Empunnya diri hanya menunduk saja, sambil asyik memainkan gawai. Seolah sebutan atas namanya hanya angin lalu saja.
"Kau naik ke sana. Wakili aku ke podium ambil hadiah dan piagam penghargaan itu," katanya pada teman di sebelahnya.
Orang-orang hanya mengenal nama besarnya. Buah karyanya. Tampangnya tersembunyi dibalik nama alias yang disematkan oleh sahabatnya berpuluh tahun lalu.
Apalah artinya juara, jika lomba tak menguras tenaga? Seberapa banyak yang menginginkan predikat juara? Di luar sana, di luar kepalanya rebutan bukan lagi jadi jalan normal yang ditempuh. Kadang lewat negosiasi, lewat komisi, bahkan ada yang tega memainkan langkah hitam.
Benar! Langkah yang sangat hitam, menyingkirkan siangan dengan cara kejam. Hanya mereka yang pernah melakukan yang paham strateginya.
Yang ia tahu, lomba bukan tengan berebut juara. Lomba bukan tentang siapa yang kalah dan siapa yang menang. Lebih dari itu, lomba adalah tentang kebiasaan.
Pengumuman pemenang hanya beberapa menit disampaikan. Setelahnya teedengar riuh tepuk tangan. Jeprat-jepret lampu kamera, lalu kenangan tersimpan rapi dalam file foto atau video. Apa manfaatnya?
Sebagian orang akan memajang dan memamerkan lewat sosial media. Kemudian decak kagum dan para pemuja. Selebihnya...
"Nak, nanti jika kamu sudah besar jangan pernah membuka telinga lebar-lebar. Buka secukupnya saja."
Benar kata bunda, saat telingamu lebar kau akan mendengar apa saja. Kemudian akan menjadi besar kepala. Kakimu akan berat membawa besarnya kepala, besarnya dada. Lalu langkahmu akan gontai. Larimu tak akan laju.
Sayangnya ia telah lupa!