Aku yang Terdiam Membisu
Ibarat segenggam beras tersisa, setelah berminggu ia cari kemana-mana. Lelah tak terkira, lapar jangan ditanya
Dari mulut saudara, satu persatu, kakak tertua hingga si bungsu yang teramat jaya. Ada yang membawakan api dan nyalanya, tungku bersih siap guna, air perebus lengkap dengan alat minumnya
Teh, kopi, susu, aneka sarirasa pada baki besar di depan mata. Ia duduk mengamati, menggamit asa yang sejak kemarin siang serasa hilang
Malam ini lahir kembali, tungku akan siap menanak nasi lengkap dengan menu jadi inspirasi
Tergoda janji manis,
Aku geleng-geleng kepala
Semudah itukah?
Padahal sekian lama tanganku menggaruk-garuk tanah
Kuku kian panjang, kotor menghitam
Hanya ingin agar rumput tak lagi tumbuh
Semak tak menggangu nikmat
Aku salah satu dari penonton yang mengamati adegan ini hanya berpikir, saat mulut itu kembali menyuap di tempat lain. Sibuk dengan anak dan peranakan, bagaimana jika penggamit asa kembali sirna
Sungguh tak ada jaminan teriakannya terdengar lagi
Keluh kesah aku dengar sendiri
Sampai detik ini masih tersembunyi dari mereka
Yang ia tahu, nanti bakal pulih seperti sediakala
Sambil meneteskan air mata,
Hanya aku yang tahu
Sangat aku tahan
Aku tak ingin derita kami tampil ke permukaan
Inilah sebuah kesalahan!