Saya lari tunggang langgang menuju tempat teman saya tadi. Langsung sambil ngos-ngosan saya cerita. Mereka berdua tertawa. Asli ngakak.
"Untung kamu tidak diperkosanya!" Kata mereka berdua serempak.
"Memangnya dia siapa?" tanya saya.
Orang itu adalah salah satu pelacur tua yang sudah tidak laku lagi. Jadi kerjanya melayani siapa saja yang mau. Dengan bayaran berapa saja.
Gila! Teriak saya. Maka saya pun pamit pulang lebih awal dari mereka. Padahal sudah tengah malam.
Di sepanjang jalan saya berpikir, beginikah akhir nasib pelacur jika sudah tua. Alangkah malang nasibnya. Anak tidak ada, suami tidak ada. Tuna wisma pula. Aduhai!
Demi sesuap nasi akhirnya menyerahkan diri pada siapa saja yang mau membayar mereka. Kalau tak dapat pelanggang, ya tragis seperti yang saya alami. Dipegang itu, tanpa ba bi bu. Siapa juga akan takut jika modelnya kaya hanyu, ha ha ha....
Kalau dahu saja sudah seperti itu kondisinya, padahal taman indahnya belum tertata, ada saja yang memanfaatkan kesempatan untuk sekadar mencari penghasilan. Apalagi sekarang, saat taman sudah tertata baik, pengunjung kian hari kian banyak, pasti efek negatifnya juga akan meningkat.
Dan menurut cerita seorang teman, di tempat-tempat seperti inilah tempat paling rawan. Transaksi narkoba berkeliaran. Tak sedikit yang kemudian tertangkap tangan.
Padahal lokasinya berada di depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Masjid kembanggaan orang Banjar. Harusnya perilaku yang merusak keindahan masjid tetap terawasi, terutama oleh masyarakat sekitar.
Tentu saja kita tidak bisa semua berharap.pada pejabat yang berwenang. Mereka punya keterbatasan. Jadi alangkah bagusnya jika bersama-sama tetap menjadikan tempat itu sebagai destinasi wisata, namun masih mengedepankan adat istiadat dan budaya Banjar yang agamis.