Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Purancang maka Menyelingit Pulang", tentang Bahasa dan Budaya Banjarmasin

1 Februari 2021   11:45 Diperbarui: 1 Februari 2021   12:42 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi goerie.com

Mungkin jika saya boleh mengungkapan makna, meskipun tidak mendekati makna sebenarnya arti dari "purancang maka menyelingit pulang" kurang lebihnya adalah "purancang" yaitu banyak omong dan ingin memang sendiri dalam omongannya.

"Maka" adalah kata sambung yang berarti "sudah A ditambah B pula". Dalam kalimat lain, "hibak muntung maka bepander" artinya "saat mulut berjejal makanan malah sambil berbicara".

Sementara "pulang" artinya "lagi" atau pula. Dalam kalimat "sudah guring, maka guring pulang", artinya "padahal sudah tidur, eh tidur lagi".

Jadi ungkapan "purancang maka menyelingit pulang" bermakna "sudah banyak omong, pedas dan menyakitkan hati pendengarnya pula."

Tradisi masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada umumnya selepas salat subuh (pagi hari maksudnya) biasanya nongkrong di warung-warung jajanan di pinggir jalan. Untuk sarapan pagi dan saling bercerita. Kadang tidak hanya sepuluh atau limabelas menit, bahkan berjam-jam.

Apalagi di daerah "pehuluan", mulai dari Martapura, Sungkai, Kandangan, Berabai, Amuntai, sampai ke Tanjung, kebiasaan nongkrong selepas subuhan sangat kental mewarnai kehidupan pagi mereka.

Nah, ditempat inilah gelar "purancang maka menyelingit pulang" sering digunakan. Sambil ngopi, ngeteh, makan nasi kuning, ketupat, atau ada yang hanya sekedar ingin mendengarkan isau terkini di kampung halaman mereka betah berlama-lama menghabiskan pagi.

Soal disukai atau tidak, si "purancang maka menyelingit pulang" tetap eksis dan dinantikan oleh pendengarnya. Dari mulutnya info terkini dan terupdate seputar kejadian yang ada di kampung itu.

"Biarkan saja, ambil yang baik, buang yang buruk," kata mereka begitu ditanya mengapa masih asyik saja mendengarkan obrolannya.

Itulah uniknya bahasa dan budaya daerah. Masing-masing daerah pasti memiliki hasanah bahasa dan budaya yang mirip-mirip, meskipun menggunakan bahasa yang berbeda. Tapi maknanya identik sama. Ada yang pendiam dan jadi pendengar yang baik, ada yang "purancang maka menyelingit pulang."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun