Warnanya juga sangat menarik. Hampir semua warna ada. Mulai dari yang hitam legam, sampai yang merah menyala. Yang paling mirip warna asli pun ada.
Baca juga Karena Bule, Cintaku....
Iseng sambil memilih saya bertanya, "Yang ini untuk apa, Beli?" Seolah paham bahasa Bali, padahal yang saya tahu hanya "bli" saja. Ha ha ha
"Itu buat pipa rokok," katanya.
Bagian depannya untuk tempat mengisap rokoknya, sementara bagian belakang untuk meletakkan batang rokok. Klop sudah pokoknya. Persis adegan.... (tak usahlah saya lanjutkan).
Setelah membayar Rp 60.000,- saya pun pergi kembali menanti teman-teman yang masih berada di dalam, sambil menghabiskan uang mereka.
Anehnya, begitu lolok saya pasang batang rokok lalu saya sulut. Orang yang lalu lalang menatap saya dengan tatap aneh. "Ini orang gila dari mana? Pikir mereka."
Mengingat begitu banyak orang yang menatap dan melirik saya dengan lirikan aneh, akhirnya sebelum habis rokok yang saya isap saya lepaskan lolok tersebut kemudian saya simpan.
Dari peristiwa ini saya mengambil kesimpulan, penduduk asli masyarakat Bali menganggap bahwa lolok adalah perupakan penggambaran dari lingga. Dan dengan lolok mereka berharap berkah.
Bagi para wisawatan, bagaimanapun memaksa bahwa lolok merupakan hal biasa, namun pada saat lolok yang mereka buat untuk pipa rokok begitu saya praktikkan menggunakannya untuk merokok kesan yang ditangkap tetap berbeda. Dan mereka merasa risi. Artinya apa coba?
Akhirnya lolok pun saya masukkan tas. Keinginan mengerjai ibu-ibu di dalam bus urung saya lakukan. Siapa tau ada ibu-ibu yang kelewat marah merasa dilecehkan lalu mendoakan saya jadi gila betulan. Bahaya!!