Demikian juga hewan ingat siapa tuan yang menyayanginya, memberinya makan, kapan waktunya makan, dan seterusnya. Pikirannya sedang bekerja. Sementara pikiran yang dimaksud adalah naluri.
Orang yang meraih bentuk lahiriah dan tersibukkan karenanya, ia tak ubahnya benda mati. Ia tak memiliki jalan meraih substansi. Seperti anak kecil walau sudah dewasa, sepuh misalnya.
Permisalan yang tepat mungkin layak kita sandarkan pada perilaku orang gila. Apa yang mereka lakukan? Tertawa sendiri, tidak mandi, ngomong sendiri, serta melakukan perbuatan yang malah ditolak oleh akal pikiran.
Seperti orang yang sedang berjalan tapi tak tahu ke mana arah tujuannya. Ia berjalan tanpa petunjuk. Sementara pikirannnya mengembara tanpa ada sebilah jeruji penjara pun mampu mengekangnya.
Ada yang berkata, "Laki-laki berjalan dengan pikirannya. Sementara perempuan tinggal dalam rumah dengan perasaannya." Pasangan dengan perbedaan yang sangat mendasar. Hanya anugerah yang mampu menjalinkan keduanya.
Saling pengertian, saling penyayang, dan toleransi atas kelemahan dan kekurangan masing-masing menjadi petunjuk bahwa pikiran perlu tunduk pada perasaan.
Para wanita mungkin akan tersenyum lebar, telah menang dari pergolakan pikiran dan perasaan. Namun terlepas dari menang kalahnya. Tetap saja, "ribuan sinar yang menyebar hanya akan mendatangi sumbernya (bola mata)."
Akhirnya, jangan salahkan pikiran yang selalu mengembara tanpa batas, waktu dan tempat. Dimana saja, kapan saja, dan tentang apa saja. Pemilik pikiran normal pasti tak akan kecewa dibuatnya.