Sesampainya di spot pemancingan saya kecelek. Ternyata ada dua orang ibu yang sudah duduk manis sambil sebentar-sebentar strike ikan brek (wader). Sekitar pukul setengah sembilanan mungkin.
Melihat saya datang mereka berdua merasa senang. Pasti nanti ada yang berani menjauhkan kerbau jika mereka datang. Dua ibu itu tak tau kalau saya paling takut sama kerbau.
Pengalaman masa lalu yang dikejar kerbau ketika mancing juga. Ceritanya pas menjelang maghrib ada suara kerbau memanggil-manggil anaknya. Dasar mulut saya latah. Sambil memegang joran pancing di tepi sungai, saya tirukan suara mereka.
Tiba-tiba indukanya mendekat, waktu saya berdiri kerbaunya mendongak. Waktu saya berjalan menjauh kerbaunya mengikuti. Nah, pada saat saya mempercepat langkah, kerbau pun mempercepat langkah. Akhirnya saya lari. Dan kerbaunya ikut lari.
Bayangkan kerbau sebesar itu lari, tanah bergetar semakin saya laju kerbaunya semakin laju. Maka saya pun teriak-teriak minta tolong, sambil terus berlari.
Ngelantur juga saya ternyata. Soal dikejar kerbau dibawa-bawa.
Tapi waktu itu saya anteng saja. Kerbaunya paling tak akan mendekat, dalam hati saya. Jadi sambil berseloroh saya katakan, "Tenang aja, Cil. Kita buru nanti jika ada kerbau yang mendekat." Pura-pura berani. Padahal saya penakut sekali dengan kerbau.
Sambil celingukan ke kiri ke kanan, dan ke belakang saja kerjaan saya. Padahal ikannya sudah makan pancing tak henti-henti. Rasa was-was kalau ada kerbau mendekat itulah yang jadi fokus itua. Tak lagi fokus pada mancingnya.
Begitu mendengar suara gemerusuk dalam hutan dari seberang pengairan spot mancing saya. Cepat-cepat saya berdiri.
"Hae! Kenapa berdiri? Mau pulang ya?" celetuk salah seorang ibu.
"Pegel kaki kelamaan duduk," sahut saya.