Saya tidak langsung tarik joran tersebut, melainkan melihat ke kiri ke kanan dulu. Begitu tidak ada orang yang menyaksikan barulah joran itu aku tarik. Dan, hampala besar terjerat di gumpalan jala.
Cepat-cepat ikan aku lepaskan dan aku masukkan dalam kampil (bakul dari plastik anyaman). Lagi-lagi biar tak ada yang melihat. Begitulah satu persatu ikan mengisi kampil.
Hanya butuh setengah jam, pagi itu empat ikan hampala besar sudah siap dijadikan bahan baku olahan hari ini.
Pembaca pasti bertanya-tanya, mengapa harus sembunyi-sembunyi. Memangnya jika ada yang melihat kenapa?
Pengalaman membuktikan, dahulu beberapa tahun silam orang pertama yang mancing ikan gabus menggunakan joran pendek di daerahki hanya saya. Begitu mereka melihat hasil tangkapanku di atas 1 kg semua. Berbondong-bondonglah mereka menggunakan cara itu.
Sementara saya mancing hanya menyalurkan hobi. Sedangkan mereka menjadikan mancing sebagai pekerjaan/profesi. Alamatlah ikannya akan habis jika seharian penuh dan setiap hari mereka cari.
Demikian juga ketika tak ada seorang pun warga desa yang mancing ikan sepat siam kala itu. Dengan waktu satu jam saja, biasanya satu ember besar ikan sepat siam sudah siap dibawa pulang.
Bukan tak ingin berbagi ilmu sih. Tapi begitulah, mendapatkan ilmu itu sulit. Perlu percobaan dan kesabaran. Jika sudah berhasil dan tinggal ditiru. Artinya peluang untuk dapat ikan besar berkurang dengan banyaknya orang yang meniru cara kita.
Baiklah, kembali ke soal ikan hampala hasil pancingan tadi. Enaknya diapain ya? Sementara ini sudah dipotong-potong dan dibersihkan. Tinggal menunggu ide akan dimasak apa?
Sementara itu tulang kecil-kecil yang ada di sekujur tubuhnya sangat mengganggu. Memakannya harus ekstra hati-hati.