Kompasianer Ozi sekarang kayaknya sudah jadi cenayang. Saya diprediksi akan membuat artikel kuliner lagi. (Ikh... Jadi malu). Namun syukur Alhamdulillah, berkat doanya ada ikan yang berhasil saya bawa pulang. Tidak tanggung-tanggung...
Pesan orangtua memang tak pernah kedaluwarsa, "Jangan tidur pagi, nanti rejeki dipatok ayam."
Tidur lagi sehabis subuhan memang surganya dunia. Apalagi tidurnya tiarap. Iler meler hingga bantal basah membuat lukisan mendung. Diselingi dengan mimpi menjelajah angkasa. Melihat sungai, gadis-gadis sedang mencuci dan mandi di tepian kali. Waow! Luar biasa.
Begitulah, rejeki tinggal sisa burung dan ayam. Memangnya enak kebagian sisa? Tentu tidak.
Pagi-pagi sekali saya pede banget membawa pancing tanpa umpan. Hanya dengan rempa dan dedak yang sudah ditanak.
Tujuan utama adalah embung desa. Kata orang di sana banyak ikan tauman. Dan biasanya ikan tauman jika pagi banget sangat rakus memakan ikan-ikan kecil. Makanya sambarannya begitu mengagetkan. Â
Orang yang lalu lalang hanya melihat dan berdecak kagum. Bingung mau dipancingi menggunakan umpan apa. Jika waktunya makan begitu, umpan apa saja asal itu ikan yang masih hidup dan bergerak pasti di makan.
Sayangnya mereka, para pemancing datangnya siang hari saat matahari terik. Dan waktu begitu ikan sudah pada kenyang kemudian tinggal bersembunyi di lobang-lobang. Coba datangnya pagi. Pasti dapat rejeki. Begitu nenek bilang.
Dalam hati saya, nanti jika pancing jala ini aku lempar. Ikan-ikan kecil akan merubung dedak. Saat ikan kecil ngumpul maka ikan besar seperti tauman dan hampala akan mengejar ikan tersebut. Saat itulah peluang terbesar ikan kena perangkap jala.
Dan rencana serta semangat tak pernah mengkhianati hasil. Terutama rejeki memang dari yang Maha Kuasa. Tarikan pertama, kurang lebih dua menit setelah pancing di lepar. Jorang langsung melengkung tajam.