Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jihadnya Kopiah Songkok

30 Desember 2020   00:08 Diperbarui: 30 Desember 2020   04:50 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ahdaimran - blogger ahdaimran: Peci, Riwayatmu Kini...

"Kopiah songkok tinggi ini hanya tigapuluh delapan ribu rima ratus. Di tempatku uang limaratus rupiah sudah hampir gak ada mas."

Memang benar, uang pecahan seribu logam kadang terselip di rerumputan. Bocah yang melihat, jangankan memungut. Perubahan raut muka saja tak terlihat. Persis melihat batu atau kerikil. Zaman memang aneh.

Di tempat lain, market, swalayan, padahal masih dijadikan kembalian. Ada apa?

Hari itu siang sangat terik. Anak-anak pesantren biasanya main panah-panahan setelah selesai memberi makan ikan di keramba-keramba mereka. Kali ini bergegas ke kamar masing-masing. "Lebih dingin dan sejuk. Ada AC jadi bisa sambil santai."

Sesekali terdengar lantunan penggalan ayat suci keluar dari mulut mereka. Ada yang menderas hapalan Al Qurannya. Ada yang menghapal lagu tilawahnya. Memang sangat merdu.

Di tempat ini santri hampir tak mengenal uang. Televisi tidak ada. Gawai dirazia. Bagi mereka bangun tidur sekira pukul 3 dini hari. Kemudian salat malam dengan segala rapalan, salat subuh merjamaah, majelis dzikir hingga pagi.

Saat matahari telah terang benderang, mereka baru beranjak dari tempatnya. Masjid besar di mana Tuan Guru, sang ustazd menjadi imam salat. Setiap hari, tidak ada istilah libur atau istirahat.

Keluar dari masjid, panggilan tepuk tangan tanda berkumpul di lapangan sudah menyapa. Kopiah songkok yang tadinya rapi di atas kepala kini menjadi miring. Ada yang ke kanan. Ada yang ke kiri, tak sedikit yang miringnya ke belakang.

Sarung mereka ikatkan ke pinggang. Senam pagikah mereka. Seperti kebanyakan dari kita. Olah raga menyehatkan tubuh katanya. Kurang sehat apa mereka? Sejak pukul 3 pagi hingga menjelang pukul 7. Empat jam persis.

Oh, ternyata instruksi hari ini adalah pembersihan lahan. Empang kolam ikan, kandang kambing, bedengan sayur-sayuran. Memang sudah waktunya dibersihkan. Setiap jumat pagi waktu untuk bersih-bersih. Hingga menjelang jumatan boleh mandi bersih-bersih kemudian berangkat jumat.

Setelah pulang, semuanya bergegas menuju kantin gratis. Makan siang bersama. Apa pun yang disajikan adalah santapan terlezat. Perut lapar, makan bersama dalam suasana kekeluargaan.

Menjelang matahari lengser ke timur, setiap ruang khalaqah sudah penuh. Masing-masing dengan hikmat setoran hapalan. Terputus ketika waktu ashar tiba. Setelahnya dilanjutkan hingga maghrib.

Begitu azan magrib berkumandang mereka berdiri membersihkan diri kemudian masuk ke masjid bersusun rapi. Zikir dan salawat gemuruh terdengar hingga azan isya pun berkumandang.

Mata terbuka hari ini diakhiri dengan salat sunat bakda isya masing-masing. Selepas itu mereka wajib mematikan atau meredupkan lampu kamar. Waktunya tidur dan mimpi indah.

Adakah yang spesial dari kegiatan pada cerita di atas? Sepertinya tidak ada. Normal layaknya perjalanan hidup anak manusia dalam sebuah tatanan dalam lingkup sebuah pesantren.

Hari demi hari dilalui hingga minggu berganti bulan. Kemudian tahun terakhir ditapaki. Lantas khataman tanda telah hapal 30 jus Al Quran.

Ada yang 3 tahun di tempat itu. Tak sedikit yang hingga 7 tahun baru pulang ke kampung halaman mereka. Bahkan tak jarang ada yang menetap dan menikah serta hidup dan mengabdi di tempat itu.

Dengan kopiah songkok yang melekat di kepala. Kadang posisnya miring ke depan, ke belakang, ke kiri dan ke kanan. Tak ada huru hara apa pun. Tak ada demo dan hujat menghujat. Mereka takkan sempat. Isi kepalanya hanyalah bagiamana agar bisa hapal dengan cepat. Bagaimana agar bisa segera pulang membawa sebiji kitabullah dalam dada mereka.

Dengan keyakinan, nanti di alam sana seluruh anggota keluarga beserta anak keturunannya teriistimewa kedua orangtua mereka. Akan berikan mahkota di kepalanya. Dengan jubah kebesaran oleh Sang Pencipta. Siapa yang tak bahagia?

Kopiah songkok telah berganti, rusak satu diganti dengan kopiah songkok yang baru. Dari kepala yang kosong hingga kepala penuh sesak ilmu.

Mereka hampir tak mengenal nilai rupiah. Yang mereka kejar adalah dada yang penuh sesak dengan ilmu pengetahuan terutama ilmu agama dan hapalan Al quran.

Menuntut ilmu, merupakan salah satu jihad yang sangat mulia. Allah menjadikan menuntut ilmu setara dengan jihad fii sabilillah.

Sebagaimana Allah berfirman, "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan(ilmu) agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. "(Surat At-Taubah, Ayat 122)

Sebagaimana Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai ia kembali."

Demikian juga hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim).

Lantas mengapa kini banyak seruan jihad berkumamdang? Lucunya, banyak yang terprovokasi dengan ajakan tersebut. Padahal ketika ditanya apa makna jihad, sebagian besar hanya menggelengkan kepala. Pokoknya jihad! Balasannya surga. Tak masuk akal memang.

Tapi begitulah. Jangankan perkara jihad, bahkan nabi palsu aja masih banyak pengikutnya. Padahal jelas-jelas salah, dan kebathilannya.

Di lain pihak, mereka yang jihad dengan kopiah songkok ini begitu pulang ke kampung halaman dengan celana cingkrang, jenggot panjang, dan cadar hitam langsung dicap sebagai orang yang akan melakukan jihad, teroris. Salah mereka apa?

Kita tidak akan pernah mampu mengendalikan sebuah masyarakat jika kondisi keamanan tidak stabil, Chaos misalnya. Siapa yang paling diu tungkan? Para pelaku kejahatanlah yang akan menjadi penguasa siang dan penguasa malam.

Pengalaman kerusuhan 98 telah membuktikan. Ketika malam tiba, banyak perempuan diperkosa, pembegal dan perampok berkeliaran di mana-mana. Pencuri datang dan mencongkel rumah dengan terang-terangan. Siapa yang rugi? Kita semua rakyat jelata.

Jadi negara aman adalah prioritas nomor satu. Jika negara rusuh kemudian datang pasukan PBB melakukan pemulihan keamanan di negara kita. Bagaimana nasib bangsa kita? Pengalaman sejarah telah membuktikan. Negara mana sekarang yang di tempat itu ada pasukan PBB-nya kembali normal seperti sediakala? Sepertinya tidak ada.

Demikianlah, semoga menjadi perenungan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun