Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mubahalah dan Sumpah Pocong

22 Desember 2020   23:59 Diperbarui: 23 Desember 2020   00:40 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setidaknya ada 17 artikel di kompasiana yang sudah menuliskan tentang mubahalah. Hingga unggahan yang terakhir setahun yang lalu. Tepatnya 17 Juli 2019 oleh Kompasianer Winar Winar.

Tercatat bahwa mubahalah pertama kali di kompasiana ditulis oleh kompasianer Anna QK dengan judul mubahalah 2 yang berisi tentang hukum dan hakikat mubahalah dan ditutup dengan sebuah puisi mubahalah.

Pada kesempatan ini pun saya akan mencoba mendiskripsikan kembali tentang mubahalah. Namun, bukan mengenai seluk beluk dan tetek bengeknya. Para pembaca dengan mudah googling saja, pasti akan menemukan setidaknya ada ribuan artikel tentang mubahalah di luar sana.

Apakah mubahalah merupakan bentuk ketidakpercayaan pada penegakan hukum? Atau sebuah keputusasaan karena antara kebenaran dan ketidakbenaran menjadi samar dan lebih sering diputarbalikkan?

Seperti halnya sumpah pocong mungkin. Sementara artikel tentang sumpah pocong di kompasiana tercatat ada 77 artikel. Lebih banyak peminatnya ternyata. 

Mubahalah kembali ramai dibicarakan ketika dalam kasus tewasnya 6 laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek beberapa hari yang lalu. Fenomena mubahalah beberapa tahun lalu santer ketika kasus Anas Urbaningrum. Kemudian dilanjutkan dengan Habib Rizik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas detik.news menuliskan pernyataan MUI, bahwa Sumpah Mubahalah Dilakukan untuk Kepentingan Agama, Bukan Urusan Dunia.

Kini mubahalah yang diminta untuk dilakukan oleh orangtua korban bersama dengan pihak kepolisian.

Mubahalah bermakna saling melaknat dan mengutuk satu dengan lainnya. Dua orang atau dua kelompok yang masing-masing merasa paling benar. Mereka mengadu kepada Allah SWT, barang siapa yang berdusta akan dilaknat hingga menjadi jelas bagi semuanya, siapa yang benar.

Peristiwa tersebut pernah dilakukan oleh baginda Rasullulah SAW, pada tanggal 24 Dzulhijjah 10  H. Hal itulah kemudiab yang menjadi rujukan ketika terjadi perselisihan dan saling ingin mencari kebenaran  menggunakan doa laknat melaknat.

Sebenarnya jika masing-masing pihak berbuat jujur, maka peristiwa mubahalah tidak akan mungkin terjadi atau dilakukan. Namun kalau mengulik ungkapan, mana ada pencuri ngaku kalau telah mencuri? Koruptor saja yang telah nyata-nyata tertangkap tangan masih saja mengelak dengan mengatakan kalau mereka dijebak. Begitulah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun