Sayang sekali, tak terasa 30 hari berlalu begitu cepatnya sejak lomba blog di kompasiana ini pertama kali digulirkan pertengahan bulan lalu. Tiap hari ada tema-tema masing-masing, dan tak terasa setidaknya 30 cerita dan pemikiran sudah dituliskan. Saya ucapkan terima kasih untuk Kompasiana karena sudah menyelenggarakan event ini.
Pada hari terakhir ini, tema yang dipilih sama seperti hari kemarin yakni aktivitas di hari Idul Fitri. Dan hingga detik ini sudah banyak rekan-rekan kompasiners yang sudah membagikan kisahnya masing-masing.
Yah, sejujurnya memang saya sudah amat yakin bahwa para pembaca juga sudah paham akan alur aktivitas di hari raya Idul Fitri pada masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Jadi menurut saya kurang menarik apabila saya kembali menceritakan hal serupa berulang kali, oleh karena itu saya ingin mencoba sesuatu yang agak berbeda.
Dimulai dari sejak beberapa hari yang lalu, orang-orang berbondong-bondong melakukan semacam 'eksodus' besar-besaran yang kita kenal sebagai mudik. Dari tanah rantau kembali ke pangkuan tanah air, dimana pernah dilahirkan dan menghabiskan masa kecil.
Kenangan-kenangan kehidupan masa lampau, begitu mengakar kuat dan berpengaruh pada perkembangan mental dan kepribadian di masa dewasa. Begitulah seorang sarjana psikologi berujar. Mereka yang sudah merantau jauh hingga ke luar pulau sekalipun bahkan luar negeri, pasti masih mempunyai dan merasakan suatu ikatan batin dengan tempat mereka berasal, dan memengaruhi perkembangan mental mereka.
Beruntunglah yang memiliki kehidupan di kampung halaman yang membahagiakan, karena secara mental bisa dikatakan lebih siap daripada mereka yang tidak memiliki memori indah itu, walaupun semua masih relatif, tergantung pribadi masing-masing.
Intinya, ikatan akan memori masa lalu di kampung halaman menjadi dorongan yang menurut saya seperti naluri. Naluri untuk kembali pulang. Setelah terbang ke sana ke mari tentu seekor burung akan kembali ke sarangnya juga.
Lebaran Ada Momen Terbaik Untuk Melakukannya
Naluri orang-orang itu berkumpul dan menyebar di penjuru daaerah danmenghidupkan tradisi untuk saling mengunjungi sanak kerabat di kampung halaman. Saling bersilaturahmi satu sama lain. Saling memberi maaf dan doa yang terbaik untuk kebahagiaan hidup baik dunia maupun akhirat.
Setelah selesai dengan orang tua di rumah, saatnya untuk 'ekspansi' kunjungan, yakni silaturahmi ke tempat sauadara, teman maupun para tetangga.
Di beberapa tempat termasuk di tempat asal saya, selepas sholat Ied, setelah sungkeman selesai, banyak kemudian orang berlalu lalang bersama keluarganya masing-masing untuk mengujungi kerabat mereka. Biasanya di hari pertama untuk kunjungan yang tidak jauh dari rumah, sehingga cukup dengan berjalan kaki atau berkendara roda dua.
Di tempat tujuan, sudah terpampang, aneka sajian menu makanan yang bermacam-macam, yang ditaruh di dalam toples dan ditata rapi di meja. Ada manisan, ada kue, ada keripiki, ada jeli dan masih banyak lagi. Belum juga disediakan banyak minuman yang umumnya manis.
Sungguh memang hari kemenangan.
Wisata 'Akhirat' Di Hari RayaÂ
Selain mengunjungi kerabat dekat, teman, tetangga dan lain sebagainya, masyarakat kita juga tak lupa bersilaturahmi dan berkunjung dengan kerabat yang sudah tidak berada di dunia yang sama. Mereka yang sudah meninggal mendahului.
Di hari raya lebaran, juga dimanfaatkan untuk menziarahi makan kerabat atau leluhur yang sudah tiada. Mendoakan mereka agar tenang di dunia sana. Ini juga merupakan tradisi di  masyarakat kita yang sarat akan makna. Di tengah gempuran orang-orang puritan yang mengatakan ziarah kubur adalah bid'ah, tidak ada tuntunannya, mendekatkan pada syirik. Namun, masyarakat kita tetap mempertahankan tradisi tersebut.
Dua aktifitas itu merupakan salah dua dari berbagai macam aktifitas-aktifitas yang menjadi kebiasan masyarakat kita, sehingga menjadi suatu tradisi yang turun temurun, menjadi suatu cerita yang bisa diceritakan. Tentu banyak orang yang berbeda dalam perayaan di hari lebaran, tapi setidaknya pada intinya sama. Semua ingin kembali. Kembali ke tempat di mana mereka berasal.
Tabik,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H