Mohon tunggu...
Arif Muhammad
Arif Muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulislah untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Balada Menjelang Hari Raya, "Di-PHPin" sama THR

6 Juni 2018   21:23 Diperbarui: 7 Juni 2018   06:25 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit Image : Pixabay.com

THR atau tunjangan hari raya merupakan tunjangan tahunan yang diberikan oleh pemerintah atau perusahaan kepada para pegawai atau karyawannya masing-masing dalam rangka datangnya hari raya Idul Fitri.

Kedatangan THR amat sangat ditunggu-tunggu oleh segenap masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Bahkan kerinduan akan THR melebihi kerinduan akan adzan maghrib di bulan puasa. 

Memang, pemberian THR sesuai dengan amanat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatakan bawah pemberi kerja wajib memberikan tunjangan hari raya kepada para pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Yang jadi masalah adalah ketentuan yang berlaku ini. Dua tahun terakhir, ada pembaharuan mengenai klausa-klausa dalam peraturan yang mengatur mengenai pemberian THR. Satu poin penting yang cukup menghujam jantung para pekerja adalah barangsiapa yang sudah tidak bekerja sebelum hari raya tidak berhak atas THR.

Nah lho!

Jadi bila dijabarkan secara ringkas, mereka (pekerja/karyawan) yang sudah tidak bekerja sebelum jatuhnya hari raya idul fitri tidak berhak atas THR. Jadi bila ada karyawan yang semisal sudah bekerja satu tahun, bila dia sudah tidak bekerja karena kontrak habis pada tanggal hari ini semisal, yakni tanggal 6 Juni 2018, padahal lebaran besok tanggal 15 Juni 2018 maka dia tetap tidak berhak atas THR.

Padahal dalam hati sudah sangat berharap dapat THR sebagai kenang-kenangan terakhir dari tempat kerja, namun apa daya itu hanya sebatas impian.

Ya, ini begitu merugikan di sisi karyawan. Apalagi semisal dia sudah bekerja setidaknya satu tahun, dia berhak atas THR yang besarannya sesuai satu kali gaji. Namun, bila kontrak habis sebelum hari raya, setidaknya kurang dari H-1, dia tetap tidak dapat THR. Dan ini rentan terjadi pada karyawan kontrak.

Sungguh, amat sangat di-PHP sama THR.

Yang masih karyawan kontrak harus benar-benar melek hukum di jaman sekarang ini. Terlebih bagi mereka buruh kasar yang kadang tidak begitu peduli mengenai soal legalitas semacam ini, sangat rawan. Ketidaktahuan yang begitu menjerumuskan.  

Di samping karyawan kontrak yang berpotensi di PHP-in sama THR ada juga karyawan honorer yang bekerja di bawah instansi pemerintah. Ini juga masih simpang siur, apakah benar atau tidak mereka yang masih berstatus honorer tidak dapat THR. Ada informasi yang mengatakan, mereka tidak berhak atas THR. Hanya yang sudah diangkat menjadi PNS saja yang berhak. Kalau info dari Ibu Menkeu sih, para pegawai honorer tetap dapat THR. Semoga saja benar adanya. Kalau tidak, tentu ini sangat menyakitkan hati bukan? Semacam pemerintah itu ibu tiri saja.

Yang happy jelas para PNS yang kemarin sempat protes ke pemerintah karena ada rumor gaji bakal di potong buat dana pensiun. Ada pula yang protes karena dipotong untuk zakat (bagi yang muslim). Namun tetap saja sumringah dapat THR yang lebih gede karena kebijakan dari pemerintah juga di tahun ini. 

Seperti yang sudah diketahui bahwa seperempat APBN (2017) habis buat gaji mereka. Itu untuk APBN pusat, belum yang di daerah-daerah yang konon sampai 50% alias setengahnya dari APBD hanya untuk menggaji para PNS, yang kadang masih saja cemberut ketika melayani masyarakat. 

Pastinya para PNS ini dapat THR, yang besarannya sesuai dengan ketentuan, yakni mencakup gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lain. Dan tentunya lumayan buat beli baju baru sama kue lebaran. Belum lagi ada gaji ke-13 dan ke-14. Legit banget ga tuh. 

Persoalan mengenai THR di setiap tahunnya memang menimbulkan cerita tersendiri. Ternyata tidak semua orang yang bekerja bisa dapat THR. Bahkan kabarnya ada yang sudah bekerja bertahun-tahun tidak pernah dapat THR. Tentu ini suatu potret muram yang menjadi indikator negatif bahwa kesejahteraan para pekerja di negeri yang katanya PDB-nya terus naik dan calon penghuni lima besar dunia, ternyata masih butuh banyak diperhatikan.

Apalagi mengenai perubahan peraturan mengenai pemberian THR yang tadi di singggung di atas. Mereka para karyawan kontrak harus lebih jeli bila akan menandatangani kontrak kerja di suatu perusahaan, perlu dipastikan kapan kontrak kerja akan berakhir. Apakah berdekatan dengan hari raya Idul Fitri atau tidak? Bila tidak teliti nanti bisa kena PHP sama THR. Mau demo pun percuma, lha wong sudah ada aturannya.  

Tidak semua orang di negeri ini yang bahagia ketika hari raya Idul Fitri tiba. Ada pula yang mungkin malah jadi pusing karena otomatis kebutuhan meningkat. Kebutuhan sandang dan pangan bertambah. Padahal di sisi lain dia tidak menerima THR, gaji juga tidak naik-naik. Di sini kadang merasa sedih.

Di belahan lain, bagi yang menerima THR merasa bahagia dan menikmatinya sungguh-sungguh. Memanfaatkan untuk berbelanja ini itu. Membeli barang-barang baru dan makanan-makanan yang enak. Serasa menjadi orang kaya baru. Semua hendak dibeli.

Begitu hitam putih bukan?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun