Catatan Arif Minardi
Aliran deras uang dari luar negeri yang biasa disebut remitansi merupakan keringat buruh migran yang dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. Bisa dibayangkan apa jadinya jika tidak ada yang mau menjadi pekerja migran. Namun sungguh keterlaluan, pagu anggaran APBN 2025 untuk mengurus pekerja migran sangat kecil dibanding dengan sektor lainnya.
Transisi pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto mesti memberikan perhatian yang layak terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sebaiknya dibentuk Kementerian sendiri untuk itu. Juga perlu dialokasikan anggaran yang memadai.
Saatnya menggenjot dan mendayagunakan remitansi serta menyelenggarakan program capacity building atau pengembangan kapasitas pekerja migran beserta keluarganya di kampung halaman lewat pelatihan wirausaha. Program capacity building atau pengembangan kapasitas bertujuan memberikan keterampilan praktis untuk berusaha.
Masyarakat sangat kecewa melihat sepak terjang para penyusun anggaran yang sangat tidak adil terkait dengan minimnya angka Pagu Indikatif Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tahun Anggaran 2025. Sungguh ironis BP2MI pada era pemerintahan Jokowi tidak didukung anggaran yang cukup. Sementara itu, di sektor penempatan juga diambil alih oleh Kementerian lain dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan.
Di tengah upaya perlindungan yang kami lakukan, anggaran untuk PMI justru diturunkan atau dipangkas. Untuk pagu tahun 2025 sebesar 424,6 miliar rupiah, menurun dari tahun 2024 sebesar 530,5 miliar rupiah. Tambahan anggaran justru sangat dibutuhkan untuk penguatan tata kelola penempatan dan perlindungan PMI.
Peran pemerintah hendaknya jangan kalah dengan aksi nyata Bank Indonesia yang terus mendorong pengembangan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program tersebut jangan hanya menjadi jargon. Sekedar catatan, program desmigratif diluncurkan tahun 2017, merupakan program lintas kementerian bersama Bank Indonesia. Yaitu Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Kemenkraf.
Sasaran Program Desmigratif adalah kantong TKI dan memiliki tujuan utama berupa solusi praktis sosial dan ekonomi seperti menjaga keutuhan keluarga TKI. Dalam pelaksanaannya, terdapat 4 pilar kegiatan utama, yaitu layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan pembentukan Koperasi Desmigratif.
Dukungan BI terkait Desmigratif selama ini baru sebatas memudahkan prosedur remitansi bagi TKI. Karena mekanisme pengiriman uang dari TKI kepada keluarganya selama ini menghadapi sejumlah tantangan, seperti masih banyak dilakukannya remitansi melalui perantara serta proses remitansi yang kurang efisien.
Untuk itu, BI perlu mendorong dikembangkannya model bisnis remitansi yang lebih efisien, efektif, mudah, dan terjangkau. Program lain yang perlu difasilitasi oleh BI adalah pengembangan UMKM Desmigratif, dengan mengambil peran sebagai narasumber pendidikan dan pengembangan UMKM, pelatihan kewirausahaan dan pendampingan klaster ketahanan pangan.
Hingga kini pemanfaatan remitansi secara efektif bagi pengembangan usaha-usaha produktif di desa belum terwujud dengan baik. Aliran remitansi yang dikirim oleh buruh migran kurang terkelola dengan baik, justru oleh keluarganya digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif bahkan untuk berfoya-foya.
BI dan Perbankan nasional perlu memperbanyak skema atau insentif terkait dengan buruh migran Indonesia. Langkah Bank Mandiri yang telah mendesain program yang bertujuan untuk membuat para buruh migran mandiri setelah selesai kontrak sangat tepat dan perlu ditiru. Program yang diselenggarakan bersama Mandiri University telah melatih kewirausahaan bagi puluhan ribu buruh migran yang tersebar di Hong Kong, Malaysia, dan Korea Selatan. Program diatas memiliki empat prinsip utama, yaitu mengubah buruh menjadi majikan, mempersatukan keluarga melalui entrepreneurship atau kewirausahaan.
Prospek wiraswasta pekerja migran saat ini mendapat perhatian serius di seluruh dunia. Saatnya bagi Indonesia untuk mendorong buruh migran dan keluarganya untuk bertransformasi menjadi pengusaha atau wirausaha. Keniscayaan, pekerja migran telah menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi, melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri. Pada tahun 2023, Bank Indonesia mencatat remitansi PMI ke tanah air mencapai 14,22 miliar dollar AS.
Berdasarkan potensi penempatan dan potensi remitansi tersebut, pasar kerja luar negeri menjadi salah satu pilihan untuk menyerap tenaga kerja produktif sehingga Indonesia dapat memanfaatkan fenomena bonus demografi yang sedang dihadapi dan dapat memenuhi target penyediaan lapangan kerja.
Kondisi dunia yang semakin disruptif memerlukan kementerian yang fokus mengurus pekerja migran dan diaspora. Kenapa penting, karena jutaan pekerja migran dan diaspora yang tersebar di berbagai belahan dunia merupakan potensi bangsa yang amat strategis. Salah satunya adalah sumber devisa negara yang cukup besar.Namun begitu sederet persoalan pekerja migran dan diaspora hingga saat ini masih belum terpecahkan.
Proses bisnis penempatan PMI ke negara tujuan perlu segera diperbaiki. Pemerintahan Prabowo perlu memperbesar penggunaan KUR sebagai opsi pembiayaan prioritas bagi kawan-kawan calon PMI yang membutuhkan pembiayaan murah dan tidak memberatkan. Skema KUR Penempatan PMI perlu diperbesar, ini merupakan pembiayaan yang khusus diberikan kepada calon PMI dan/atau calon pekerja magang luar negeri untuk memenuhi kebutuhan biaya penempatan ke negara tujuan penempatan dan untuk memberikan dana kepada keluarga yang ditinggalkan.
Dalam peran pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, PMI menyumbangkan devisa sebesar 14,22 miliar dollar AS pada tahun 2023 atau berkontribusi sebesar 1,05 persen terhadap PDB Indonesia. Sekedar catatan, realisasi KUR Penempatan PMI sejak tahun 2015 s.d. 12 Maret 2024 baru sebesar sebesar Rp2,32 triliun kepada 150.561 debitur. Pada tahun 2024 terdapat 8 Penyalur KUR yang memiliki plafon KUR PMI yakni Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin, BSI, BJB, Bank Jateng serta UUS Bank Jateng, BPD Sumsel Babel, dan BPD Sulselbar dengan total keseluruhan plafon mencapai Rp 115 miliar atau 0,04 persen dari total plafon KUR yang telah didistribusikan sebesar Rp 280,48 triliun.
Lahirnya program KUR Penempatan PMI didasari semangat untuk mendukung peningkatan kesejahteraan ekonomi PMI dan keluarganya di Indonesia, serta berusaha mengurangi ketergantungan PMI pada pinjaman kepada rentenir atau informal yang berisiko tinggi. (AM)*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H