Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kepercayaan Publik Kian Merosot, Pansel Harus Transparan Pilih Pimpinan KPK

12 Juni 2024   21:37 Diperbarui: 15 Juni 2024   00:30 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KPK(KOMPAS/TOTO SIHONO)

Catatan  Arif Minardi  *)

Pansel yang bertugas memilih calon pimpinan dan dewan pengawas KPK perlu menjaga independensi dan transparansi.

Mencari Pimpinan KPK pada saat ini tidak gampang. Apalagi hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di posisi paling bawah, yakni sebesar 62,1%. Posisi KPK di bawah Kejaksaan Agung yang sebesar 74,7%, Mahkamah Konstitusi (MK) sebesar 72,5%, Mahkamah Agung sebesar 71,1%, dan Polri sebesar 70,6%.

Panitia seleksi calon pimpinan KPK sekarang ini harus mampu menimbulkan harapan baru dan kepercayaan publik.Mereka harus transparan serta mendengarkan masukan publik.

Bercermin pada 2019, panitia seleksi calon pimpinan KPK justru mementahkan masukan dari masyarakat sipil. Panitia seleksi kala itu mengabaikan masukan dari komisioner KPK aktif tentang sosok Firli Bahuri yang punya rekam jejak pelanggaran etika ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Kelembagaan KPK. Nasi sudah menjadi bubur, Pansel pimpinan KPK yang lalu telah gagal memilih pimpinan KPK dengan indikator kasus dan perbuatan Firli Bahuri dan pimpinan lainnya.

Presiden Joko Widodo meneken Keputusan Presiden tentang pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masa kerja 2024-2029. Presiden menunjuk Muhammad Yusuf Ateh, Kepala BPKP RI, sebagai Ketua Pansel, diikuti Arief Satria, Rektor IPB, sebagai Wakil Ketua, dan tujuh orang anggota lainnya. Meskipun sulit berharap kondisi KPK bisa kembali seperti dulu, namun paling tidak proses seleksi ini menjadi penting dicermati secara serius. Apalagi seleksi dilakukan di tengah kondisi carut marut penegakan hukum dan amburadulnya tata kelola kelembagaan KPK.

Publik meragukan kinerja dan integritas pansel pimpinan KPK karena komposisinya didominasi oleh kalangan pemerintah (5 orang), ketimbang dari unsur masyarakat (4 orang).

Kondisi ini tentu menimbulkan pesimis, khususnya menyangkut dugaan keinginan intervensi dari pemerintah dalam proses seleksi Komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Pertama, seharusnya dengan kondisi KPK saat ini yang kredibilitasnya terpuruk, pemerintah memperbanyak unsur masyarakat untuk menjamin independensi proses seleksi.

Publik menuntut Pansel mengedepankan proses seleksi yang transparan dan akuntabilitas sebagaimana tercermin dalam Pasal 31 UU KPK. Setiap perkembangan pada setiap tahapan seleksi mutlak harus disampaikan kepada masyarakat.

Kedua, Pansel harus berpijak pada prinsip meaningful participation selama proses seleksi berlangsung. Hal ini yang luput dan diabaikan oleh Pansel bentukan Presiden tahun 2019 lalu. Padahal, Pasal 30 ayat (6) UU KPK secara tegas menyebutkan bahwa masyarakat berhak untuk memberikan tanggapan atas kinerja Pansel.

Pansel harus aktif mencari dan mengajak figur-figur berintegritas, kompeten, dan independen untuk mendaftar sebagai calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK.

Keniscayaan, Pimpinan KPK mendatang harus ada yang ahli tentang percepatan Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan adalah melalui Pembangunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan instansi pemerintah.

Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

Proses pembangunan Zona Integritas (ZI) tentunya membutuhkan perhatian yang tinggi dalam melaksanakan beberapa langkah pembangunan, yakni dalam membangun komitmen antara pimpinan dan pegawai terkait program pembangunan ZI menuju WBK/WBBM, mengetahui dan melengkapi unsur-unsur komponen pengungkit dan komponen hasil dalam pembangunan ZI, serta membuat berbagai inovasi sebagai langkah perbaikan pelayanan publik dan pencegahan korupsi.

Dalam membangun komitmen antara pimpinan dan pegawai terkait program pembangunan ZI menuju WBK/WBBM, setiap instansi pemerintah harus melaksanakan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas (ZI) yang merupakan deklarasi pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas.

Strategi pencegahan korupsi belum bisa dijalankan secara efektif hingga kini karena modus korupsi semakin berkembang. Membangun Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi bukanlah proses yang singkat, melainkan merupakan proses perubahan terus menerus yang didukung penuh oleh pimpinan dan melibatkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi.

Praktik baik yang telah dilakukan dalam membangun zona integritas dapat ditularkan kepada satuan kerja lain, agar mereka dapat menduplikasi dan mencontoh praktek baik tersebut, sehingga dapat membangun Zona Integritas secara lebih efektif dan mendapatkan pencapaian yang maksimal.

Selama ini KPK mengajak segenap pemangku kepentingan membangun kesadaran dan semangat perlawanan terhadap korupsi melalui pendekatan persuasif maupun dengan metode anti korupsi yang melibatkan teknologi terkini.

KPK juga telah memiliki aplikasi teknologi untuk pencegahan korupsi yang bernama JAGA. Ini untuk mendorong transparansi penyelenggaraan pelayanan publik dan pengelolaan aset negara. JAGA melibatkan peran masyarakat guna memantau, mengusulkan perbaikan, dan melaporkan penyimpangan.

Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa selain alat bukti yang diatur oleh KUHAP terdapat alat bukti lain yaitu informasi dalam bentuk khusus. Betapa pentingnya metode anti korupsi dengan cara penyadapan. Cara tersebut menghasilkan rekaman dan SMS yang merupakan salah satu informasi dalam bentuk khusus yang diperbolehkan dan telah diterapkan dalam beberapa kasus korupsi.

Bukti permulaan yang cukup dianggap telah sesuai jika telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti dan tidak terbatas pada informasi/data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan, baik secara biasa maupun elektronik atau optik.

Masyarakat berharap agar pemberantasan korupsi di negeri ini bisa dilakukan secara cepat, menyeluruh, tuntas dan tanpa pandang bulu. Namun, tuntutan itu belum terpenuhi dengan baik. Langkah yang paling tepat untuk meneguhkan strategi dan metode anti korupsi selain faktor integritas adalah dengan jalan penerapan teknologi anti korupsi seluas-luasnya hingga ke pelosok daerah.

Pimpinan KPK mendatang harus mampu memperbanyak SDM yang memiliki kompetensi forensik akuntansi yang merupakan keahlian dalam mengidentifikasi aliran keuangan. Dengan begitu, ahli-ahli yang bekerja di KPK, tidak hanya seorang ahli hukum saja melainkan juga harus ahli dalam bidang teknologi. Dengan keahlian ini kita dapat melakukan audit, valuasi bisnis, dan mendeteksi pencucian uang.

Keahlian yang tidak kalah penting adalah intercept communication. Keahlian ini berguna untuk menangkap atau memintas jalur komunikasi pada pelaku atau suatu instansi yang terduga melakukan tindak pidana korupsi.

Pada prinsipnya ada tiga aspek yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini, yakni transparansi, pengawasan dan investigasi. Ketiga aspek itu bisa efektif jika melibatkan metode yang berbasis hi tech.

Perlu metode anti korupsi yang mendukung aspek transparansi. Aspek tersebut mulai dari perencanaan, penganggaran, rekrutmen personel, pengadaan barang dan jasa, hingga evaluasi hasil pekerjaan. Esensi transparansi adalah keterbukaan informasi, sehingga penerapan teknologi digital sangat berperan di sini.

Aspek pengawasan pada saat ini tidak cukup hanya dengan cara konvensional untuk memeriksa neraca objek yang diawasi. Neraca mesti ditransformasikan sehingga tidak sekedar bersifat tabular, tetapi bisa tersaji secara detail dan tersaji juga dalam data spasial.

(AM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun