Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sistem Pengupahan Pancasila, Dapatkah Terwujud?

1 Juni 2024   11:22 Diperbarui: 1 Juni 2024   11:23 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nilai-nilai Pancasila ( sumber gambar : KOMPAS id ) 

Catatan Arif Minardi *)

Setiap memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni semua pihak menengok eksistensi Pancasila. Narasi besar bangsa Indonesia sering dipasangi dengan istilah Pancasila. Ada Demokrasi Pancasila, Ekonomi Pancasila, Hubungan Industrial Pancasila, dan masih banyak lagi narasi dan program yang membawa-bawa Pancasila meskipun hasilnya belum tentu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Dalam sektor ketenagakerjaan, masalah upah atau pengupahan tidak pernah berhenti dan terus bergejolak karena memang ada ketimpangan alias tiadanya rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem pengupahan sangat menentukan kesejahteraan bangsa. Keadilan sosial sebenarnya tercermin dari kondisi pengupahan di setiap negara. Apakah sistem pengupahan di negeri yang katanya kaya raya sumber daya alam dan subur makmur loh jinawi ini bisa diwujudkan dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila ?

Sila kelima Pancasila sangat krusial dan paling menjadi harapan rakyat. Sayangnya penyelenggara negara selama ini kurang visioner dan tidak progresif terkait pengupahan yang diberlakukan di negeri ini. Filosofi upah di benak mereka hanya sekedar imbalan keringat bagi kaum pekerja. Tidak ada visi yang luhur dan mulia terkait dengan sistem upah sebagai instrumen untuk meningkatkan martabat bangsa. Upah yang berjiwa Pancasila sebagai manifestasi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih sebatas mimpi.

Ironisnya pemerintahan pasca reformasi tidak mampu merombak ideologi upah murah rezim Soeharto. Bahkan terjebak oleh premis orde baru dalam mendefinisikan upah minimum yang diadopsi sepotong-sepotong dari Konvensi ILO. Upah minimum setara dengan standar kebutuhan hidup yang memprihatinkan.

Sejak upah minimum pertama kali diberlakukan, Indonesia telah tiga kali menggantikan standar kebutuhan hidup sebagai dasar penetapan upah minimum. Komponen kebutuhan hidup tersebut meliputi; kebutuhan fisik minimum (KFM) yang berlaku Tahun 1969 -- 1995. Kemudian diganti Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku Tahun 1996 -- 2005 dan kemudian digunakan istilah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku Tahun 2006 - hingga saat ini.

Pemerintah dari waktu ke waktu selalu bermain-main dengan definisi upah minimum. Definisi ini mengalami beberapa kali perubahan seiring perubahan peraturan. Namun pada prinsipnya definisi upah minimum seperti perilaku undur-undur yang hanya berputar-putar dalam lingkaran sempit.

Upah minimum di Indonesia diawali dengan ditetapkannya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) tahun 1956 melalui konsensus Tripartit dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan upah minimum. Kebijakan upah minimum pertama kali diperkenalkan awal 1970 setelah dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) berdasarkan Keppres No, 85 Tahun 1969 dan dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) oleh pemerintah daerah.

Adapun penghitungan Upah minimum pada saat itu berdasarkan Kebutuhan fisik Minimum (KFM) yang terdiri dari 5 kelompok kebutuhan, yaitu :

1. Makanan dan minuman, terdiri dari 17 komponen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun