Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Negara Juara Libur Panjang, Apa Kabar Revolusi Mental?

24 Mei 2024   19:39 Diperbarui: 24 Mei 2024   19:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan  Arif Minardi  *)

Headline Kontan, Harian Bisnis dan Investasi edisi hari ini ( 24/05/2024) menulis pernyataan ekonom senior Raden Pardede yang menilai banyaknya tanggal merah atau hari libur di Indonesia bisa mengganggu perekonomian domestik, khususnya kegiatan dunia usaha.

Sekedar catatan tahun 2024 total jumlah hari libur nasional di Indonesia mencapai 27 hari yang terdiri dari 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya 24 hari. Berdasarkan data World Population Review, jumlah libur di Indonesia tahun 2024 lebih tinggi ketimbang hari libur negara lain seperti Tiongkok,Amerika Serikat,Vietnam, dan Singapura. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan predikat juara yang memiliki libur panjang.

Libur panjang pegawai selama ini juga membuat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bereaksi karena panjangnya cuti bersama berdampak pada produktivitas dunia usaha, khususnya untuk kegiatan ekspor dan proses industri. Banyaknya jumlah libur nasional bagi penyelenggara negara dan karyawan swasta selama ini telah digugat oleh pelaku ekonomi dan industri karena berpengaruh negatif terhadap produktivitas.Pengusaha juga merasa berat ketika menyuruh karyawan melakukan kerja lembur, karena menurut ketentuan besaran upah lembur pekerja yang masuk di tanggal merah lebih besar tarifnya ketimbang hari biasa.

Libur panjang juga berimplikasi kepada membengkaknya anggaran subsidi yang dikeluarkan pemerintah, khususnya subsidi energi, yakni BBM kepada kendaraan pribadi. Apalagi belum ada aturan yang menyatakan pada hari libur BBM bersubsidi tidak dijual kepada kendaraan pribadi. Apalagi pemerintah sering mengaku sudah sangat sulit untuk mengatasi pembengkakan subsidi BBM.

Dari sudut etos kerja, libur panjang bagi birokrasi bisa memperburuk kinerja. Dalam situasi bangsa yang masih prihatin sekarang ini mestinya birokrasi lebih bekerja keras dengan waktu kerja yang ketat. Tanpa diberikan tambahan hari libur pun sebetulnya birokrasi di Indonesia kerjanya tergolong santai.

Tujuan pemerintah untuk memanjakan birokrasi dengan cara menambah hari libur demi untuk mendorong perekonomian di daerah dan sebagai stimulus sektor pariwisata sebenarnya kurang tepat sasaran. Pada kenyataannya, yang terjadi justru fenomena bermalas-malasan dan buang-buang waktu dengan aktivitas yang kurang produktif.

Seharusnya pemerintah mengoptimalkan beban kerja birokrasi serta memperpanjang jam kerja. Apalagi, dengan pengawasan yang longgar tidak mungkin bisa menyelenggarakan roda pemerintahan secara efektif. Idealnya jam kerja ASN di Indonesia minimal 45 jam per minggu dengan deskripsi beban kerja yang lebih jelas dan terukur.

Efek libur panjang menjadi cermin etos kerja bangsa. Dalam kamus etos kerja diartikan sebagai semangat kerja yang dimiliki oleh warga bangsa sebagai wujud nyata dalam perilaku kerja keras mereka. Ilmuwan sosial Max Weber mengatakan bahwa etos kerja merupakan kunci kemajuan bangsa bangsa yang telah berhasil meraih kemajuan. Sayangnya Indonesia belum juga menemukan cara yang efektif untuk meningkatkan etos kerja bangsa.

Dari aspek ideologi bangsa, etos kerja itu dimulai dengan kesadaran akan pentingnya arti tanggung jawab kepada masa depan bangsa dan negara. Tanpa orientasi ke depan seperti itu, tidak akan mungkin ideologi melakukan transformasi sosial menuju kemakmuran.

Dalam domain psikososial, alam kehidupan para birokrat di negeri ini ada dua perilaku yang kontras, yakni mencintai pekerjaan atau mengeluh setiap hari. Banyak pihak yang setuju bahwa birokrat di Indonesia kebanyakan belum mencintai pekerjaanya setulus hati alias memiliki integritas yang masih rendah.

Patut direnungkan teori M.A.W Brouwer penulis buku “Indonesia Negara Pegawai”. Yang intinya menyatakan bahwa sebagian besar pegawai, terutama pegawai negeri alias ASN yang bersikap pemalas, kurang kreatif, konsumtif, dan cenderung berbuat pungli dan korupsi.

Untuk menghadapi liberalisasi ekonomi dan disrupsi teknologi semua bangsa dituntut harus menggenjot produktivitas yang pada gilirannya bisa berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Namun, hal itu terkendala oleh berbagai masalah dan birokrasi.

Pengertian produktivitas adalah tingkat kemampuan tenaga kerja atau birokrasi dalam menghasilkan produk dan jasa. Masalah rendahnya produktivitas selain disebabkan oleh etos kerja juga akibat buruknya career resilience.Pada prinsipnya career resilience bisa diartikan sebagai pengembangan karir pegawai atau pekerja beserta portofolio kompetensinya.

Pengembangan karir dan kompetensi di lingkungan ASN dan pekerja industri saat ini dirasakan semakin stagnan. Definisi karir adalah rangkaian dan kumpulan dari pengalaman yang berhubungan dengan kerja serta aktivitas yang dipengaruhi oleh sikap-sikap serta perilaku individu dalam organisasi pemerintahan atau korporasi. Sebagian besar ASN dan pekerja belum memiliki career path atau alur karir yang ideal.

Pada awal kekuasaannya, Presiden Jokowi telah mencanangkan program nasional revolusi mental untuk mengubah mentalitas ASN. Secara makro program itu untuk mengembangkan kepribadian ASN dan elemen masyarakat lainnya. Namun gerakan revolusi mental kini tak terdengar lagi dan semakin surut. Hasilnya kurang menggembirakan.

Pengembangan kepribadian ASN sebenarnya bisa meneguhkan kepribadian nasional. Hal itu tercermin dari negara-negara yang memiliki indeks pelayanan birokrasi yang baik. Seperti di Singapura, Korea Selatan dan Tiongkok. Kepribadian birokrasi di negara-negara tersebut mampu melayani publik secara paripurna dan bisa mengikuti kemajuan teknologi. Buah dari keberhasilan pengembangan kepribadian birokrasi adalah meneguhkan kepribadian nasional yang berimplikasi membaiknya produktivitas nasional dan terwujudnya ketertiban umum.

Dalam domain sosiologi, kepribadian nasional adalah karakteristik yang dimiliki suatu bangsa sebagai perwujudan dari cita-cita, pengalaman sejarah dan budayanya. Nilai-nilai filosofis untuk membangun karakter bangsa dan kepribadian nasional sangat dibutuhkan dalam era saat ini yang ditandai dengan adanya Revolusi Industri 4.0 seantero jagat.

Di Indonesia istilah kepribadian nasional di masa lalu sering dikemukakan oleh Presiden pertama RI Soekarno dalam manifesto politiknya yang disingkat USDEK, yakni (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin. Yang semua itu disenyawakan oleh Presiden RI pertama menjadi tema besar Kepribadian Nasional.

Mestinya revolusi mental bagi ASN di Indonesia tidak boleh dilakukan setengah hati. Dalam upaya pengembangan revolusi mental, pemerintah harus tegas dan tidak segan-segan melakukan sistem pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap ASN yang kepribadiannya sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Hal itu dalam rangka mewujudkan postur birokrasi yang efektif dan bersih dari korupsi. Karena hingga saat ini masih banyak ASN yang berkinerja buruk tetapi masih menikmati gaji dan remunerasi.

*) Ketum Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronika dan Mesin SPSI ( FSP LEM SPSI )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun