Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2024 mengusung tema "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar". Bergerak bersama mengandung pengertian melibatkan lintas sektor, yakni lembaga pendidikan, industri dan ketenagakerjaan. Perlu sinergi untuk mewujudkan kemajuan bangsa.
Sektor industri dan pasar tenaga kerja sangat ditentukan oleh hasil pendidikan nasional, Sukses pendidikan nasional berkorelasi dengan cerahnya indeks literasi pekerja dan membaiknya hubungan industrial di negeri ini. Karena hubungan industrial yang sehat selalu membutuhkan peningkatan literasi dan kompetensi pekerja industri. Seleksi SDM industri sangat tergantung kepada kualitas pendidikan nasional yang mampu mengikuti perkembangan global.
Ketenagakerjaan membutuhkan pendidikan yang berbentuk vokasional maupun training praktis yang melibatkan dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi dan menengah (SMK).Kurikulum yang diterapkan dalam Balai Latihan Kerja dan sejenisnya mesti searah dan sesuai dengan kurikulum pendidikan nasional. Sehingga bisa mencetak SDM teknologi dan industri yang berdaya saing global.
Pentingnya meningkatkan indeks literasi pekerja Indonesia pada era revolusi Industri 4.0 saat ini. Saatnya membangun platform digital sebagai sarana untuk mendongkrak indeks literasi pekerja, kemampuan komunikasi, negosiasi dan koordinasi dalam mediasi hubungan industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan. Platform juga ideal untuk mengembangkan bermacam aplikasi model layanan digital tenaga kerja untuk integrasi fungsi pelatihan dan produktivitas, penempatan tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan, serta jaminan sosial.
Pemerintah perlu mendorong terwujudnya platform otentik yang khas ketenagakerjaan Indonesia untuk mengimplementasikan berbagai macam aplikasi bidang ketenagakerjaan. Termasuk untuk bermacam usaha rintisan terkait perburuhan dan agregasi konten-konten berita yang menyangkut segala aspek luas ketenagakerjaan. Dengan adanya agregasi konten ketenagakerjaan maka segala persoalan ketenagakerjaan bisa tertangani secara efektif.
Saatnya menyambut bangkitnya era platform dengan kondisi faktual di dalam negeri. Mengingat platform merupakan ekosistem yang sangat berharga dan berpengaruh yang dapat dengan cepat dan mudah mengukur, mengubah dan menggabungkan plank atau fitur-fitur baru.
Organisasi serikat pekerja bisa secara mandiri atau berkolaborasi dengan perusahaan rintisan atau startup membangun platform dan plank yang mampu merangkul individu pekerja secara efektif. Kapasitas inovasi nasional maupun inovasi daerah perlu diarahkan untuk menciptakan platform ketenagakerjaan yang searah dengan perkembangan ekonomi digital.
Masalah peningkatan indeks literasi pekerja nasional saat ini menjadi agenda serikat pekerja/buruh dari berbagai perusahaan. Latar belakang terbentuknya federasi pekerja sangat erat dengan masalah literasi dan kompetensi tenaga kerja, selain memperjuangkan hak-hak normatif pekerja.
Pada awalnya Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang dipimpin oleh Ketua Umum pertama yakni Agus Sudono. FBSI merupakan gabungan dari 21 serikat buruh dan dianggap sebagai awal mula sejarah bersatunya para pekerja Indonesia oleh pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, pada kongres FBSI tanggal 23 hingga 30 November 1985 nama FBSI kemudian berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Perubahan nama tersebut dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan rasa bangga dan jati diri dari para pekerja Indonesia yang berkompeten, solid dan memiliki indeks literasi yang baik. Agus Sudono dikenal sebagai tokoh buruh di dua zaman, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Agus sudono pernah menjadi Ketua Umum FBSI (sekarang KSPSI), Ketua Gasbiindo dan terakhir menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Gasbiindo.
Meskipun pihak serikat pekerja pada saat ini sedang melakukan perlawanan sengit menentang Perppu Cipta kerja, namun hubungan keseharian dengan perusahaan tetap terbina. Justru Lembaga Kerja Sama Bipartit perlu terus dikembangkan.
Lembaga kerja sama (LKS) Bipartit dan Tripartit mesti bisa menjadi representasi hubungan industrial yang ideal untuk mengatasi masalah terkini yang semakin kompleks. LKS Bipartit sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU No. 13 Tahun 2003 adalah sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal ketenagakerjaan di perusahaan.
Dibutuhkan platform yang tepat agar LKS bisa berkembang dan mampu melakukan progess yang baik pada sisi kepentingan pengusaha maupun pekerja. Dengan platform yang tepat kondisi rivalitas tajam yang saling berhadap-hadapan dalam bipartit maupun tripartit selama ini diharapkan bisa berubah ke arah peningkatan produktivitas, kualitas kerja, kompetensi dan daya saing pekerja.
Gelombang disrupsi inovasi dan ancaman resesi terus mengancam seisi dunia. Persaingan global dan regional juga semakin sengit. Bahkan kebijakan pembangunan di negeri ini semakin banyak yang merugikan dunia usaha yang selama ini telah banyak menyerap dan mengembangkan kompetensi tenaga kerja.
Seperti misalnya kebijakan impor kendaraan listrik (Electric Vehicles/EV) yang tergesa-gesa sehingga merugikan ketenagakerjaan sektor kendaraan bermotor dengan teknologi pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE).
Adapun dalam peta jalan Kemenperin, disebutkan pada 2025 total mobil listrik di Indonesia akan mencapai 400.000 unit atau 25 persen dari total produksi kendaraan bermotor roda empat yang akan mencapai 1,6 juta unit.
Sedangkan pada tahun 2035, kendaraan listrik roda empat ditargetkan mampu memasuki total produksi 1 juta unit dan 3,22 juta untuk roda dua. Artinya, presentasi total mobil listrik akan terus meningkat bila dibandingkan dengan jumlah kendaraan ICE.
Kebijakan pemerintah yang menyiapkan skema subsidi Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik baru dan Rp 40 juta untuk mobil hybrid sangat kontroversial dan mengusik keadilan publik. Subsidi untuk pembelian motor listrik baru disiapkan sebesar Rp 8 juta dan motor konversi bakal mendapatkan subsidi Rp 5 juta.
Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari-September 2022 volume penjualan wholesale mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) di pasar domestik sudah mencapai 3.801 unit.
 Masih ada sederet kebijakan yang merugikan industri nasional, seperti yang pernah dikeluhkan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) bahwa kehadiran pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dipersulit oleh pihak PT PLN karena dinilai menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis PLN yang saat ini sedang mengalami kelebihan pasokan listrik yang sangat besar. Sangat ironis, jika perusahaan setrum pelat merah itu mempersulit pelanggan industri yang ingin memasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) itu.
 Menghadapi hal-hal seperti di atas Serikat pekerja bersinergi dengan perusahaan harus mampu mengembangkan gerakan yang lebih luas di luar tuntutan hak-hak normatif seperti selama ini. LKS Bipartit  harus mampu menemukan pola sinergi dengan pengusaha yang bisa membangkitkan produktivitas dan daya inovasi. Saatnya membangun platform sebagai sarana untuk mendongkrak indeks literasi dan kompetensi pekerja, kemampuan komunikasi, negosiasi dan koordinasi dalam mediasi hubungan industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan. Platform juga ideal untuk mengembangkan bermacam aplikasi model layanan tenaga kerja untuk integrasi fungsi pelatihan dan produktivitas, penempatan tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan, serta jaminan sosial.
Dinamika ketenagakerjaan di Indonesia yang menyimpan deposit konflik yang kontraproduktif dan hal-hal yang bisa merusak hubungan industrial perlu diatasi dengan komunikasi terapan dan media ketenagakerjaan yang mampu memproduksi konten yang positif. Konten yang mampu memotivasi pekerja dan menambah wawasan profesi.
Perlu dicermati perlambatan sektor manufaktur di beberapa belahan dunia. Sepeti yang telah dilaporkan oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Perlambatan itu justru pada saat Indonesia belum siap menghadapi Industri 4.0 sehingga menimbulkan dilema ketenagakerjaan. Pada prinsipnya era Industri 4.0 ditandai dengan usaha untuk mewujudkan smart factories yakni pabrik-pabrik dan kawasan industri yang memiliki kecerdasan tinggi.
Dalam ekosistem Industri 4.0, proses bisnis bergerak sangat dinamis sehingga memungkinkan terjadinya perubahan proses, bahkan hingga saat-saat akhir sebuah proses produksi.
Era di atas menghasilkan cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru. Hal ini akan menumbuhkan usaha rintisan dan UMKM untuk menyediakan layanan di sisi hilir produksi. Organisasi serikat pekerja/buruh perlu menelaah alarm deindustrialisasi dan dampaknya seperti apa sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang baik. Kawasan industri atau pabrik tempat buruh bekerja sebagian besar akan bertransformasi menjadi pabrik cerdas. World Economic Forum memperkirakan sedikitnya 35 persen keahlian yang dianggap penting saat ini kelak akan berubah total.
Pada prinsipnya Industri 4.0 merupakan integrasi dari beberapa teknologi yang tengah berkembang pesat pada saat ini. Yakni, pertama teknologi Internet of Things (IoT). Dengan teknologi ini semakin banyak jenis sensor dan mesin yang mampu terkoneksi dengan jaringan internet.
Dalam dunia manufacturing menambahkan teknologi Radio frequency Identification (RFID) dalam mesin produksi sehingga ribuan bahkan jutaan komponen yang akan dirakit bisa saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk memudahkan dan mempercepat proses.
Catatan  Arif Minardi
Anggota Tripartit Nasional, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H