Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kelas Menengah Makin Sulit Punya Rumah, Menggugat Efektivitas Tapera

3 Maret 2024   16:50 Diperbarui: 6 Maret 2024   12:39 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puluhan tahun bekerja namun masih kontrak di pemukiman kumuh (Sumber : KOMPAS/INSAN ALFAJRI)

Tujuan dasar pembangunan rusunawa sebagai salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya di perkotaan tidak tercapai akibat masalah mutu bangunan dan infrastruktur pendukung yang tidak memadai. Seperti infrastruktur transportasi dan minimnya fasilitas sosial.

Perumnas sebagai BUMN memiliki pengalaman yang cukup sehingga perlu diberikan kembali alokasi anggaran yang bersumber dari APBN seperti dalam bentuk skema PSO (Public Service Obligation) maupun dalam bentuk insentif atau stimulus lainnya guna membangun program perumahan rakyat. Baik perumahan di ibu kota maupun di pelosok daerah.

Kaum pekerja yang notabene adalah kelas menengah berpenghasilan pas-pasan harus menjadi prioritas program perumahan rakyat yang dicanangkan pemerintah. Sayangnya selama ini program perumahan rakyat masih angin-anginan. Akibatnya terjadi backlog atau kekurangan kebutuhan rumah hingga mencapai puluhan juta dari sisi kepemilikan.

Penyediaan rumah rakyat, terutama untuk kaum pekerja selama ini merupakan masalah dunia yang sangat rumit. Di dunia terdapat beberapa skema untuk penyediaan pembiayaan perumahan. Ada dua model tabungan perumahan yang banyak diadopsi di berbagai negara, yakni tabungan kontraktual atau contractual savings dan Housing Provident Fund (HPF).

Tabungan kontraktual merupakan pengembangan dari sistem mutual building society yang pada mulanya dikembangkan di Inggris. Mekanismenya sekelompok individu yang ingin memiliki rumah bergabung dan secara rutin menyimpan sejumlah uang hingga terkumpul cukup uang untuk membangun sebuah rumah yang akan dialokasikan untuk salah satu anggotanya melalui undian. Seluruh anggota kelompok tersebut akan terus menyetorkan uang hingga seluruh anggotanya telah memperoleh rumah.

Sedangkan sistem HPF muncul sebagai respons atas masalah yang timbul dalam perekonomian yang memiliki tingkat inflasi tinggi dan belum memiliki pasar modal yang berkembang. Situasi ini menyebabkan rendahnya animo masyarakat untuk menabung sehingga pada akhirnya akan menghambat kegiatan-kegiatan yang memerlukan pendanaan jangka panjang. Sistem ini digunakan di Singapura, Malaysia, Tiongkok, dan India.

HPF merupakan institusi keuangan khusus yang mengumpulkan iuran wajib yang dikumpulkan dari pekerja sektor swasta. Iuran yang dikumpulkan merupakan persentase tertentu dari gaji para pekerja, dan biasanya pemberi kerja turut memberikan kontribusi iuran yang besarnya proporsional dengan iuran pekerja. HPF kemudian mengelola iuran tersebut dan melakukan pemupukan dana melalui berbagai instrumen investasi.

*) Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronika dan Mesin ( FSP LEM SPSI ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun