Terlalu asyik impor pangan, kondisi pabrik gula dan petani tebu memilukan. Pemerintahan mendatang hasil Pemilu 2024 perlu strategi industrialisasi berbasis tebu dengan cara mendorong usaha petani tebu untuk mendirikan pabrik gula mini.  Ironis pabrik gula besar yang dulu berjaya, kini justru berhenti operasi dan menjadi museum  dan tempat wisata, antara lain pabrik gula Colomadu dan pabrik gula Tulangan.
Topik Debat Cawapres Kedua Pilpres 2024 salah satunya menyangkut pangan. Impian Indonesia untuk swasembada pangan semakin sulit diwujudkan oleh pemerintah. Selama 10 tahun terakhir pemerintah terlalu asyik impor pangan yang sangat menguntungkan petani di negara lain. Semenetara petani di negeri ini semakin merana.
Salah satu produk komoditas pertanian yang harganyaterus bergolak dan menyusahkan rakyat adalah gula. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, produksi gula nasional terus mengalami penurunan. Kebutuhan gula di dalam negeri masih mengandalkan pasokan impor. Padahal dimasa yang lampau Indonesia pernah menjadi raja gula dunia. Upaya untuk memacu produktivitas pabrik gula di dalam negeri belum berhasil.
Bahkan telah dibentuk holding BUMN pangan dengan nama ID Food. Namun holding ini kerjanya justru menggenjot impor gula dan produk lainnhya. Bukan bagaimana mencari solusi untuk mengatasi masalah petani dan lahan tebu. Dan masalah inovasi teknologi pabrik gula sehingga bisa lebih produktif. Apalagi sebagian besar pabrik gula telah usang. Bahkan beberapa pabrik gula telah berhenti produksi.
Menghadapki gejolak gula, masyarakat pesimis dengan langkah pemerintah  yang mengeluarkan Perpres 40 ( Peraturan Presiden (Perpres) No 40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel), agar bisa memperkuat produksi di dalam negeri. Perpres seperti ini sudah berulang kali diterbitkan namun tetap saja impor gula terus merajalela.
Total kebutuhan gula nasional yang mencapai sekitar 6 juta ton, sementara produksi nasional hanya 2,2 juta ton per tahun. Akibatnya, ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang harus dipenuhi dari impor.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah pada tahun 2023 memutuskan mengimpor 4.641.000 ton. Volume impor ini terinci atas 991.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi; gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman sebanyak 3,6 juta ton; serta 50.000 ton lagi gula untuk kebutuhan khusus.
Audit Gula Nasional
Perlu audit gula nasional terbaru, karena audit yang lalu telah gagal. Kementerian Perindustrian dalam melakukan audit gula nasional tidak efektif karena program revitalisasi aset negara yang berupa pabrik gula selama ini berjalan setengah hati. Hal itu ditandai oleh tidak optimalnya penyerapan dana perbankan untuk program tersebut. Dari waktu ke waktu pemerintah bertekad mewujudkan swasembada gula pada namun gagal terus. Rencana diatas sulit diwujudkan akibat belum teratasinya masalah proses bisnis dan efisiensi pabrik gula di tanah air yang masih ketinggalan zaman.