Bagian kedua dari 3 tulisan  :
Mengutip dari Buku II Nota Keuangan RAPBN TA 2024, anggaran untuk pengentasan kemiskinan di dalam APBN selama ini masuk dalam Fungsi Perlindungan Sosial (Perlinsos) yang besarannya adalah Rp 493,5 Trilyun, akan tetapi porsi terbesar yaitu Rp 326,8 Trilyun diperuntukkan subsidi BBM, LPG, Listrik yang tidak spesifik untuk program pengentasan kemiskinan, melainkan hanya untuk meringankan beban biaya hidup dan implementasinya sering tidak efektif karena sifatnya hanya menjaga harga-harga agar terjangkau, tidak langsung pada tujuan utama, sehingga sering tidak tepat sasaran.
Hanya Rp 156,1 Trilyun diberikan sebagai bantuan sosial seperti BLT, Bansos pangan, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, dan BLT Desa Rp 10,6 Trilyun yang disalurkan melalui Transfer Ke Daerah (TKD). Bantuan sosial tersebut sifatnya hanya untuk mengurangi beban hidup sesaat bukan untuk program pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan, sebab dari tahun ketahun anggaran dan penerima bantuan similar atau copy paste dari tahun sebelumnya.
Berikut tabel data kemiskinan 10 tahun terakhir menurut BPS :
Dari data BPS diatas, memang ada penurunan angka kemiskinan tapi kecil sekali yaitu dibawah 0,5 %, tapi anehnya penerima bantuan semakin bertambah seperti penerima JKN dari 10 tahun lalu (semasa penulis menjadi anggota DPR RI 2009 -2014) ketika itu sekitar tahun 2012 Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN jumlahnya 76 juta orang bertambah menjadi 96,8 juta pada tahun 2024. Apabila kemiskinan menurun maka seharusnya penerima bantuan berkurang bukannya bertambah.
Harus dibedakan antara anggaran bantuan sosial dengan anggaran pengentasan kemiskinan. Anggaran perlinsos adalah anggaran yang sifatnya umum dan diperuntukkan tidak hanya bagi yang miskin tapi terkadang untuk seluruh rakyat Indonesia, seperti misalnya perlindungan anggaran pra kerja, BOS, subsidi BBM dan lain-lain sehingga dapat dikatakan bahwa anggaran perlinsos saat ini tidak ada anggaran khusus untuk menghapus kemiskinan. Bantuan sosial selama ini hanya untuk meringankan beban hidup sesaat, sedangkan anggaran untuk pengentasan kemiskinan jelas dan fokus tujuannya adalah agar orang miskin dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan menjadi sejahtera, sehingga tahun berikutnya tidak miskin lagi dan anggaran kemiskinan dapat dialihkan ke kebutuhan yang lainnya.
Fakta menunjukkan bahwa dengan utang yang telah mencapai lebih dari Rp 6000 Trilyunpun masih tidak dapat menghapus kemiskinan. Seharusnya dengan utang yang begitu besar kemiskinan sejak dulu dapat diberantas tanpa harus menunggu tahun 2045. Lalu selama ini buat apa utang-utang itu dibuat, padahal kewajiban yang utama menurut UUD 1945, apalagi menurut agama adalah wajib dan mutlak untuk menghapus kemiskinan.
Indonesia sudah masuk lingkaran setan jebakan utang/debt trap sebagaimana pengakuan John Perkins, mantan agen intelejen ekonomi dalam bukunya "Confessions of an Economic Hit Man" bahwa untuk "menguasai negara" adalah dengan utang yang berat atau jebakan utang (debt trap), dimana negara tersebut kesulitan untuk membayarnya.