Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Namun dalam prakteknya, dari kasus-kasus kepailitan yang terjadi di negeri ini "hak istimewa" tersebut sering terkalahkan. Oleh sebab itu pentingnya amandemen atau revisi UU terutama untuk pasal-pasal yang terkait dengan hak-hak pekerja jika terjadi kepailitan.
Apalagi selama ini pihak kurator sering memutuskan bahwa pemberian hak untuk didahulukan seperti yang diatur dalam pasal 9 ayat 4 UU Ketenagakerjaan tidak dapat diartikan sebagai hak yang lebih tinggi dari hak kreditur separatis. Sebab, pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata juga telah secara tegas juga mengatur sebagai berikut:
Gadai dan Hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana ditentukan oleh undang-undang sebaliknya.
Jelas bahwa hak istimewa yang diatur dalam pasal 9 ayat (4) UU Ketenagakerjaan tidak mengatur bahwa hak buruh lebih tinggi dari hak separatis. Artinya bahwa hak istimewa dari buruh adalah untuk mendapatkan pembayaran dari harta-harta debitur pailit yang belum dijaminkan.
Fakta menunjukkan bahwa harta yang belum dijaminkan sangat kecil bahkan tidak ada. Dengan demikian pihak pekerja lewat serikat pekerja harus terus mencari upaya hukum dan politik.
Meski begitu ada beberapa kondisi di mana pekerja/buruh tidak mendapatkan hak atas pembayaran upahnya, seperti kondisi pertama ketika tidak ada lagi biaya yang dapat dibayarkan dari harta pailit atau harta pailit hanya cukup untuk membayar biaya-biaya perkara dan tagihan pajak maka dalam.kondisi ini pekerja/buruh tidak akan mendapatkan apa-apa.
Kondisi kedua ketika harta pailit hanya berupa benda-benda yang dijaminkan kepada kreditur, apabila nilai tagihan kreditor melampaui nilai-nilai dari benda yang dieksekusi maka otomatis tidak ada sisa dari harta pailit, namun apabila nilai eksekusi dapat menutupi piutang pemegang hak jaminan, maka sisanya dapat dibagi, tentu saja upah pekerja/buruh ada di bawah biaya-biaya perkara dan tagihan pajak.
Rumah LEM, 13 Januari 2024
Catatan Arif Minardi
Ketum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional