"Jadi gimana Ren? Mau gak jadi pacarku?"
Sebuah pertanyaan penegasan meluncur setelah pertanyaan pertama hanya ditanggapi dengan tatapan mata. Pertanyaan yang sebenarnya cukup mengagetkan. Walaupun tidak semengagetkan sambaran petir tanpa mendung di siang bolong.
"Engga Mas. Aku gamau!"
Sebuah jawaban yang tidak kalah mengagetkan. Setidaknya mengagetkan yang mengajukan pertanyaan. Mengagetkan yang barusan diberi jawaban.
Bagaimana tidak mengagetkan. Sang laki-laki telah begitu percaya diri akan diterima pada sekali ia mengungkapkan rasa. Sebuah prediksi yang sedikit jumawa bahwa ia akan diterima dengan mudahnya. Faktanya, justru ia ditolak dengan begitu mudahnya. Begitu mudah dan tanpa beban kalimat "engga Mas, Aku gamau", keluar dari bibir Sang Perempuan.
Namun prediksi tinggal prediksi. Prediksi yang didasari ilmu pengetahuan terkadang masih meleset. Apalagi prediksi hanya bermodal rasa percaya diri.
"Tapi kenapa Ren?"
Pertanyaan yang tidak mendapatkan jawaban. Pertanyaan yang hanya mendapatkan sorot mata marah dan keheranan. Sorot mata yang begitu jelas mengatakan, "kamu sok polos, bodo, atau memang bego?"
"Kenapa Ren?"
"Kamu sudah punya istri Mas. Jangan bego dan jangan pernah berpikir macem-macem lagi"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H