Setiap kita adalah Ibrahim.
Setiap Ibrahim punya Ismail.
Ismailmu mungkin hartamu
Ismailmu mungkin jabatanmu
Ismailmu mungkin gelarmu
Ismailmu mungkin egomu
Ismailmu adalah sesuatu yang kau sayangi dan kau pertahankan di dunia ini. Ibrahim tidak diminta Allah untuk membunuh Ismail. Ibrahim hanya diminta Allah untuk membunuh rasa kepemilikan terhadap Ismail karena pada hakikatnya semua hanya milik Allah semata.
Tulisan atau quotes tersebut sering berseliweran di beranda ataupun timeline sosial media menjelang atau saat Idul Adha tiba. Siapapun yang menulis pertama, semoga kebaikan selalu menyertainya.
Tulisan yang sebenarnya tidak hanya relevan waktu menjelang atau saat Idul Adha, namun juga relevan sepanjang waktu. Karena memang pada dasarnya, semua hanya miliki Allah. Budaya berkurban atau bisa dibilang berkorban, sebenarnya hampir sama baik di luar ataupun dalam negeri.
Salah satu yang membedakan hanyalah subyeknya. Di luar negeri berkorban lebih banyak dilakukan oleh pejabat publiknya, sementara di dalam negeri berkorban justru paling banyak dilakukan oleh rakyatnya. Antara rela berkorban atau dikorbankan memang terkadang tidak terdapat perbedaan di batas yang jelas.
Di luar negeri, jabatan, apalagi jabatan publik adalah amanah yang harus dikerjakan dan ditunaikan dengan sebaiknya. Pengorbanan seorang pejabat publik disana adalah menahan diri untuk tidak melakukan tindak korupsi. Pengorbanan pejabat publik disana tentu saja dengan melepaskan jabatannya ketika sudah tidak mampu lagi mengerjakan amanah yang diembannya. Jabatan publik adalah untuk melayani, bukan justru untuk memperkaya diri.
Bandingkan dengan cara berkorban pejabat publik di dalam negeri. Bukannya rela berkorban untuk kepentingan masyarakat banyak, tapi justru mengorbankan kepentingan orang banyak untuk keuntungan pribadi dan pendukung. Bahkan di pejabat paling tinggi rela mengorbankan bawahannya untuk "menyelamatkan" dirinya sendiri. Di dalam negeri, pejabat bukan orang yang melayani, tapi minta dilayani dan dispesiallkan melebihi apapun selain atasannya.
Di luar negeri, gelar dan ego pribadi selalu kalah dengan kepentingan umum. Selalu dikorbankan untuk kepentingan lebih banyak manusia. Di dalam negeri, gelar den ego adalah untuk menguasai. Untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan pribadi.
Namun ada yang lebih baik di dalam negeri. Soal berbagi, di dalam negeri adalah yang terbaik. Bahkan kedermawanan masyarakat dalam negeri diakui dunia. Istilahnya rakyat membantu rakyak. Karena memang kalau mengandalkan pejabat, seringkali tidak dapat. Bahasa kasarnya, keburu sekarat. Kalau di luar negeri, rakyat tidak perlu membantu rakyat, karena memang pejabat telah membuat kebijakan dan aturan dimana setiap individu tidak perlu dibantuk orang lain. Dimana kebijakan telah menyediakan fasilitas publik yang baik sehingga tidak perlu ada kabar kalau ada orang sakit tidak dibawa ke rumah sakit karena tidak memiliki biaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H