Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cantik Sebagaimana Adanya

30 November 2017   09:53 Diperbarui: 1 Desember 2017   02:52 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diperkenalkan calon menantu oleh anaknya. Semua terlihat baik-baik saja. Perkenalan dan obrolan-obrolan ringan mengalir dengan lancar. Hingga sang perempuan ijin undur diri untuk sebentar ke balakang. Diperhatikan betul sosok perempuan yang akan membersamai anaknya itu. Dilihat dengan seksama calon menantunya dari belakang. Sekilas semua beres, namun saat diperhatikan dengan seksama ada hal aneh yang terpancar dari wajah ibunya. Bukan wajah kecewa, bukan kesedihan, tapi entahlah.

Dan benar,"Calomu itu gendut ya Nak?!"

Sayangnya memang definisi dan batasan cantik itu mulai semakin menyempit di hampir semua daerah di belahan dunia manapun. Cantik adalah mereka yang berparas ayu, bertubuh langsing, berambut lurus, berkulit bersih, dan keindahan-keindahan rupa fisik lainnya. Soal keterampilan, pola pikir, perbuatan, kebaikan hati, dan hal-hal indah namun abstrak yang lain selalu saja dinomorsekiankan. Bukan hanya padangan soal perempuan. Soal laki-laki pun sama. Walaupun dengan kadar yang berbeda.

Promosi produk kecantikan, foto-foto bertebaran sosial media, dan mungkin naluri alami manusia mungkin berperan dalam pembentukan persepsi bahwa cantik itu harus seperti apa. Namun tidak perlu dilawan dengan frontal walaupun juga tidak boleh begitu saja dibiarkan. Karena faktanya, manusia memang tidak akan pernah bisa sama. Sekeras apapun manusia telah berusaha.

Dan sama seperti kasus tentang kecerdasan. Yang dimaksud cerdas adalah anak yang pandai matematika, fisika, dan atau hafalan yang lainnya. Anak yang hanya terampil, pintar menggambar, pintar bercerita, dan pintar hal lain selain ilmu eksakta dianggap tidak cerdas.

Dan memang sama. Tidak perlu dilawan tetapi cukup dengan dibuktikan. Dibuktikan bahwa kecerdasaan dan hal-hal yang membawa kepada kesuksesan bukan sekedar dari apa yang telah menjadi kebenaran umum. Kenyataannya, kebenaran umum dapat dengan mudah dan dalam waktu singkat terganti dengan kebenaran yang lebih baru.

Calon menantunya telah kembali dari kamar mandi. Dilanjutkan obrolan yang baru sempat sampai basa-basi dan perkenalan. Topik obrolan semakin dalam dan semakin intensif. Semua berlangsung lancar, mengalir tanpa hambatan. Sang perempuan kembali undur diri untuk bermain bersama cucu dari anak pertama calon mertuanya. Seperti tidak ada batasan antara cucu 2 tahunnya degan calon menantunya. Masih dilihat dengan lekat calon menantunya dari belakang.

Dan benar, "Calonmu itu cantik ya Nak?!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun