Kenaikan pada tingkatan satuan pendidikan tidak serta merta dan secara otomatis menaikkan tingkat keterdidikan. Apalagi dengan sistem pendidikan yang hanya mengedepankan transfer pengtahuan seperti seperti yang banyak terjadi kini. Akumulasi pengetahuan selama berada di setiap satuan tingkat pendidikan bukanlah parameter utama tingkat keterdidikan. Manusia-manusia yang terdidik tidak hanya memiliki dan mampu mengingat banyak pengetahuan tetapi juga yang mampu mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan. Menunjukkan dan membuktikan kepedulian pada sekitar. Menjadi solusi dari beragamnya persoalan. Serta yang tidak kalah penting adalah mampu menjaga, menjunjung, dan menyebarkan kebenaran.
Banyak yang telah mengenyam dan lulus tingkat satuan pendidikan namun justru lebih banyak melahirkan persoalan daripada kebermanfaatan. Kemiskinan, kejahatan, ketidakberadaban, dan segala bentuk penyimpangan adalah antitesis dari keterdidikan. Kondisi yang seharusnya tidak lagi dijumpai dengan banyaknya orang yang telah lulus tingkat satuan pendidikan. Kondisi yang kenyataannya jauh panggang dari api.
Pragmatisme nilai pendidikan pada setiap tingkatan satuan pendidikan telah melahirka generasi yang miskin visi dan atau penghamba materi. Semua beroriaentasi pada seberapa banyak yang mampu didapatkan, bukan lagi dari yang dapat diberikan. Kebenaran tak lagi ditegakkan. Kebaikan tak ada yang menyebarluaskan. Dan prinsip serta ideologi tidak benar-benar dijunjung tinggi.
Dan lahirlah manusia-manusia bergelar pendidikan namun alpa dalam peduli dan empati. Manusia yang penuh dengan pengetahuan namun justru menunjukkan parameter ketidakterdidikan.
Dan kemudian juga lahir aku. Datang dengan satu kebisaan nyinyir sana-sini. Dengan tanpa kebisaan memberi solusi.
 Biarlah! Toh aku juga bagian dari hasil tingkat satuan pendidikan masa kini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H