Dahulu, kita pernah membaca kisah kenegarawanan Buya Hamka dan Pramoedya Ananta Toer,
Pramoedya pernah menyerang dan berusaha merusak nama baik Buya melalui tulisan-tulisannya. Bahkan Buya pernah difitnahnya merencanakan pembunuhan terhadap Presiden
Buya Hamkalah yang justru mengatakan: "saya tidak setuju dengan pelarangan terbitnya tulisan-tulisan Pram, jika kalian ingin melawannya, lawanlah juga dengan tulisan"
Buya Hamka juga menerima permintaan Pramoedya agar anak menantunya diterima untuk belajar agama kepadanya. Pramoedya tidak memilih ulama lain, tapi Buya. Ini sebentuk pengakuan yang jujur dari Pram.
Begitulah sebentuk pengajaran tentang jiwa. Tentang kenegarawanan.
Kita boleh saling mengkritik. Keras sekeras-kerasnya.
Tapi ruang hati kita harus jauh lebih lapang untuk menerima kebenaran, bahkan meskipun itu berasal dari orang yang paling membenci kita.
Mungkin tidak berlebihan jika saya mengatakan:
Hari ini kita bisa belajar dari Prabowo Subiyanto....
Sangat fair....Sangat ksatria....
Kita juga bisa belajar dari Jokowi Dodo
(mungkin) tentang kerendahan hati
Menatap wajah salah satu politisi pendukung jokowi, nampak ada penyesalan ketika ia pernah mengalamatkan tuduhan kepada KMP yang berniat menjatuhkan Jokowi
Dan kita butuh banyak jiwa selapang itu jika kita ingin menjadi bangsa yg besar di masa depan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H