Selasa (23/08/2016) sore kemarin, Jalan Malioboro ditutup. Kerumunan manusia dengan berbagai kostum mulai mengganti lalu lalang kendaraan yang biasanya memenuhi jalan legendaris di Yogyakarta ini.Â
Pawai Pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-28, demikian tajuk acara yang dihelat di Malioboro. Pawai ini menandai bahwa festival kebanggaan masyarakat Jogja tahun ini resmi dimulai. Festival yang didukung penuh oleh Dinas Kebudayaan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) ini akan diisi dengan berbagai kegiatan kreatif nan atraktif di Taman Kuliner Condong Catur, Sleman.Â
FKY ke-28 kali ini kembali melahirkan nuansa baru. Hal tersebut sangat terlihat dengan pemilihan tema yang mengusung "Masa Depan, Hari Ini Dulu". Tema ini tentu tak asal pilih. Bagi pegiat FKY, kebudayaan diterjemahkan sebagai sesuatu yang dinamis, bukan melulu mengenai cagar budaya maupun hal-hal bersifat tradisi. Kebudayaan diekspresikan lebih luas, menjangkau horison realitas kehidupan; sosial, pendidikan, arsitektur, masyarakat urban, teknologi, seni, gaya hidup, komunikasi, hingga politik. Baik yang bersifat tangible hingga intangible.Â
Dikutip langsung dari laman resmi FKY, pegiat FKY bertutur, "Gemuruh perubahan yang selalu terjadi turut berpengaruh terhadap ‘warna’ dan ‘wajah’ baru kebudayaan. Hari ini, adalah masa depan dari kemarin. Apa yang tampak pada kebudayaan saat ini merupakan akumulasi dari apa yang digagas, diinterpretasi, diantisipasi, hingga diwujudkan oleh kebudayaan sebelumnya. Lalu, apakah kesenian juga dapat menjangkau imajinasi yang lebih luas? Melihat berbagai kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang mengenai kebudayaan? Di sinilah, FKY menjadi ruang untuk melacak, menggali, menggagas, hingga mengeksplorasi fenomena kebudayaan dulu dan kini, untuk ‘memacak’ masa depannya, dengan cara seni tentunya; melalui karya, ide, inovasi, cara mengapresiasi, hingga diskusi." Pegiat FKY juga berharap, bahwa apa yang disuguhkan bukan hanya sebatas ‘tontonan’ semata, tetapi juga menjadi cara pandang dan pemicu partisipasi masyarakat mengenai masa depan kebudayaan.
Dari pawai ini saya melihat bahwa Jogja memang terlalu istimewa sebagai rumah untuk menumbuhkan kebhinnekaan. Semoga nuansa keistimewaan Jogja tetap terawat dengan berbagai dinamika budaya yang ada di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H