“Sssaakit sekaliii….”, rintih Mbah Saminem sambil memegangi perutnya di ruang tunggu RSUD Sleman. Mbah Saminem duduk sambil memejamkan dan membuka mata perlahan, berkali-kali. Badan Simbah gemetaran. Dengan panik, saya memapah Mbah Saminem menuju ruang UGD. Petugas yang berjaga menyuruh kami menunggu. Setelah dibaringkan, sekujur tubuh Mbah Saminem bergetar semakin kencang. Kulitnya memucat. Mata terpejam. Kenapa ini?
Akhirnya dokter spesialis yang menanganinya telah datang, langsung memeriksa dan memberi perawatan. Sejurus kemudian tubuh Mbah Saminem terlihat lebih tenang. Pucat di wajahnya perlahan menghilang. Selang beberapa waktu kemudian, kondisi Simbah berubah semakin membaik.
Dokter menjelaskan bahwa Mbah Saminem mengalami efek samping dari pemasangan alat kontrasepsi yang tertanam di rahimnya. Setelah mendapatkan penanganan yang cukup di rumah sakit, Simbah bisa segera kembali pulang. Saat saya tanya berapa biaya yang harus dikeluarkan, petugas yang berjaga menyampaikan bahwa Mbah Saminem telah terjamin urusan biaya kesehatannya oleh pemerintah. Artinya, segala macam penanganan Mbah Saminem tanpa dikenakan biaya sepeser pun. Alhamdulillah.
Cerita bersama salah seorang warga Cangkringan, Sleman di atas selalu terlintas dalam ingatan saya ketika berurusan dengan kesehatan. Sehat adalah modal besar seorang manusia dalam melakukan berbagai aktivitas. Sehat menjadi sangat mahal jika kita mengalami sakit yang tak tertahan.
Seperti seminggu yang lalu, kebetulan saya terkena flu berat sehingga mengganggu pekerjaan yang saya lakoni setiap hari. Berbekal kartu BPJS kesehatan, saya segera berangkat ke Puskesmas Kraton, Yogyakarta yang menjadi rujukan fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan di Puskesmas ini relatif baik. Urusan pendaftaran telah terkomputasi dengan rapi sehingga antrian warga yang akan berobat bisa tertangani dengan cepat. Setelah melakukan pendataan, saya langsung diberi struk yang menunjukkan bahwa retribusi yang dikenakan kepada saya sebesar Rp 0,00 alias gratis.
Selanjutnya catatan resep yang ditulis oleh Pak Dokter saya bawa menuju loket sebelahnya untuk menebus obat. Dengan sigap petugas menerangkan aturan minum obat yang diberikan kepada saya.
Saya hitung proses pemeriksaan kesehatan di Puskesmas ini sekitar 20-30 menit dari awal hingga selesai. Tergolong cepat bagi puskesmas yang menangani warga dengan berbagai latar belakang.
Awalnya alasan utama mengikuti program BPJS kesehatan adalah karena dorongan dari lembaga pemberi kerja yang mewajibkan saya dan keluarga agar terdaftar dalam asuransi kesehatan dari pemerintah ini. Sebetulnya jika dibandingkan dengan asuransi yang disediakan oleh beberapa tempat saya bekerja sebelumnya, manfaat yang diberikan BPJS kesehatan relatif berada di bawahnya. Namun melihat kebiasaan keluarga yang sering berobat di puskesmas maupun rumah sakit terdekat yang semuanya bekerjasama dengan BPJS kesehatan, saya memantapkan diri untuk mengurus keikutsertaan dalam asuransi kesehatan milik negara ini.
Di sisi lain, saya menyadari bahwa iuran yang kami berikan untuk dikelola oleh BPJS kesehatan akan diputar kembali untuk membayar kebutuhan kesehatan bagi warga kurang mampu lainnya, seperti Mbah Saminem pada cerita di atas. Artinya, BPJS kesehatan sangat berguna bukan hanya pada saat kami sakit, melainkan juga tetap bermanfaat karena iuran yang dibayarkan akan digunakan oleh warga lainnya yang lebih membutuhkan.
Secara sederhana, jika saya terhitung menjadi peserta BPJS kesehatan sejak Agustus tahun lalu, maka total yang telah terbayarkan selama 11 bulan adalah sebesar Rp 716.000,00. Lalu asumsikan besarnya biaya saat saya menggunakan fasilitas kesehatan dari Puskesmas sebanyak dua kali adalah sebesar Rp 200.000,00. Maka saldo iuran saya yang telah digunakan untuk masyarakat yang kurang mampu adalah Rp 516.000,00. Apakah saya merugi? Justru sebaliknya, saya untung besar. Saat saya sakit, hampir semua pengeluaran agar saya sehat telah ter-cover. Di sisi lain di saat saya bisa menikmati badan yang sehat, secara sekaligus saya juga bisa membantu masyarakat.
Konsep gotong royong yang diterapkan BPJS Kesehatan merupakan prinsip utama lembaga yang lahir pada awal tahun 2014 ini. Dengan skema subsidi silang melalui hasil pengumpulan dana dari kelompok masyarakat Bukan Penerima Bantuan Iuran kepada masyarakat yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI), BPJS Kesehatan menjalankan kewajiban negara dalam menyediakan jaminan sosial nasional.
Sampai dengan awal bulan ini, terhitung sudah ada 19.031 fasilitas kesehatan yang menjadi rujukan 166.858.548 orang yang terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan. Jumlah tersebut membuat BPJS kesehatan menjadi program jaminan sosial dengan jumlah peserta terbesar di dunia.
Dari total jumlah peserta tersebut, hampir 51% atau sebanyak 84,646 juta orang tergolong sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Artinya, kelompok yang merupakan pembayar iuran (baik dari pemberi kerja maupun perorangan) relatif masih lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang urusan kesehatannya ditanggung oleh pemerintah.
Meningkatkan kualitas pelayanan
Sejauh saya menyimak dari berbagai sumber, keluhan peserta BPJS kesehatan sebagian besar ada di masalah pelayanan. Keluhan tersebut di antaranya antrian yang panjang, ketersediaan kamar yang tidak terpenuhi, ribetnya mengurus rujukan, hingga diskriminasi dalam menikmati layanan kesehatan.
Keluhan-keluhan tersebut memang tidak bisa secara instan akan terselesaikan. Namun proses yang menjadi prioritas dalam menangani berbagai keluhan tersebut ada pada masalah manusianya. Bagaimanapun core business yang dijalankan oleh BPJS kesehatan adalah pelayanan (service). Maka dengan memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan oleh setiap sumber daya manusia yang menggawangi BPJS kesehatan, niscaya membawa hasil positif dan kemajuan.
Proses rekruitmen yang baik, berbagai pelatihan, peningkatan kapasitas, hingga pemberian insentif bagi para insan yang bekerja di BPJS kesehatan akan berdampak pada peningkatan kualitas layanan yang diberikan BPJS kesehatan. Berikutnya, hal tersebut akan mendorong masyarakat untuk secara sukarela mengikuti program jaminan kesehatan dari BPJS dibanding asuransi kesehatan lainnya.
Sesuai berita yang dipublikasikan 17/06/2016 yang lalu, sebuah langkah cerdas telah dilakukan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang hendak menggunakan layanan di RSUD Koja. Secara real time peserta JKN bisa mengetahui jumlah ketersediaan kamar untuk rawat inap melalui Dashboard Informasi Tempat Tidur Rawat Inap RSUD Koja.
Langkah seperti itu sudah semestinya dilakukan oleh berbagai fasilitas kesehatan yang berafiliasi dengan BPJS kesehatan. Transparansi tentang ketersediaan kamar untuk rawat inap bahkan seyogyanya bukan hanya ada di sebuah fasilitas kesehatan, melainkan terintegrasi dengan fasilitas kesehatan lainnya sehingga masyarakat yang membutuhkan penanganan kesehatan bisa terlayani dengan cepat.
Selain itu, transparansi mengenai waktu, proses, dan segala urusan yang harus ditempuh oleh masyarakat pengguna layanan BPJS kesehatan juga perlu ditingkatkan. Kejadian yang dialami Mbah Saminem dan saya sendiri seperti di atas contohnya, durasi pelayanan yang cenderung cepat dan keterbukaan mengenai proses serta biaya yang dikeluarkan akan membuat masyarakat lebih nyaman menggunakan layanan BPJS kesehatan.
Gotong royong dalam melakukan sosialisasi
Prinsip gotong royong yang mendasari sepak terjang BPJS kesehatan perlu lebih gencar lagi disebarluaskan. Selain melalui advertorial, BPJS kesehatan bisa memanfaatkan berbagai komunitas untuk menggemakan semangat ini.
Selain itu, beragam kemudahan dan terobosan menarik yang dilakukan BPJS seperti tersedianya aplikasi BPJS Kesehatan yang dapat diunduh di play store adalah keunggulan yang perlu segera disosialisasikan lebih gencar, terutama saat seseorang berurusan dengan BPJS kesehatan (baik pada awal mendaftar maupun pada proses berikutnya). Sementara ini, aplikasi BPJS Kesehatan baru 5.000 kali diunduh, kalah jauh dibanding aplikasi tahu bulat yang menembus 1 juta unduhan.
Asuransi kesehatan yang bersifat kolosal seperti yang dilakukan BPJS sebenarnya telah lama diterapkan di berbagai negara di dunia. Jerman sudah lebih dari satu abad menjalankan asuransi kesehatan. Perancis yang menjadi salah satu negara dengan asuransi kesehatan terbaik di dunia mulai menerapkan program jaminan sosial tepat di tahun Indonesia merdeka. Artinya, program jaminan sosial khususnya kesehatan, memang membutuhkan evolusi dalam menerapkannya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun melalui gotong royong dari berbagai pihak, semoga proses evolusi yang dialami oleh BPJS Kesehatan mampu diakselerasi agar semakin banyak lagi yang tertolong dan mewujudkan Indonesia yang lebih sehat.
Referensi:
Materi Sosialisasi BPJS Kesehatan - BPJS Kesehatan
www.bpjs-kesehatan.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H