Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sekali-kali Dimuliakan Kompasiana dan Kementerian Pariwisata

26 November 2015   10:19 Diperbarui: 27 November 2015   14:13 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Menikmati fasilitas resort di Bali (dok. pribadi)"][/caption]

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."

— Nyai Ontosoroh, dalam Anak Semua Bangsa - Pramoedya Ananta Toer

 

Saya sepenuhnya sepakat dengan kalimat Pramoedya di atas. Melalui menulis, berbagai pencapaian didapatkan. Dan saya percaya betul bahwa tulisan akan menyeberang ke berbagai penjuru, bahkan melintasi waktu.

Seperti kali ini, saya kembali ingin bercerita bagaimana aktivitas menulis membawa saya pada hal-hal yang sebelumnya belum pernah saya rasakan, menjadi sesuatu yang nyata. Dan sekali lagi, gara-gara menulis di Kompasiana.

Setelah absen menulis di Kompasiana beberapa bulan, awalnya saya hanya menilik kembali Kompasiana hanya untuk mengisi waktu senggang. Namun saat membuka laman Kompasiana, bertepatan dengan munculnya pengumuman blog competition yang penyelenggaraannya bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata.

Dari sekian banyak kompasianer yang mengikuti blog competition, saya terpilih untuk mengikuti trip pertama mengeksplorasi Pulau Bidadari, Pulau Onrust, dan Pulau Kelor di Kepulauan Seribu. Di trip pertama ini saya bertemu 19 kompasianer, admin Kompasiana, dan pihak Kementerian Pariwisata. Dan tak disangka, reportase yang saya buat di trip kali ini membawa saya dinyatakan sebagai pemenang dan berhak berangkat ke Bali untuk final trip blog competition.

Kali ini semua urusan transportasi dan akomodasi selama di Bali ditanggung oleh Kompasiana dan Kementerian Pariwisata. Selain saya, ada Pak Yunus dan Dani yang dinyatakan sebagai pemenang. Namun karena Dani sudah berada di Bali, maka saya dan Pak Yunus yang menyusul kemudian ke Bali. 

Sesaat setelah pesawat landing di bandara Ngurah Rai, sebuah mobil telah siap menjemput saya dan Pak Yunus. Kami langsung dibawa menuju kawasan Courtyard, tempat di mana rombongan Kompasiana dan Kementerian Pariwisata menginap. 

Wow! Saya baru tahu kalau Courtyard bukan sembarang tempat menginap. Courtyard adalah kawasan hotel berbintang dengan fasilitas ekslusif. Saya semakin tak sabar menjelajahi kawasan ini. Di Bali, Courtyard ada dua, di Seminyak dan Nusa Dua. Sopir telah membawa kami ke Courtyard Nusa Dua. Namun sayang, rupanya rombongan Kompasiana dan Kementerian Pariwisata ada di Courtyard Seminyak. Artinya, kami salah alamat. Segeralah kami berganti haluan menuju Seminyak. Benar saja, di Courtyard Seminyak teman-teman lainnya sudah bersiap, dari sini kami langsung menuju ke Ubud.

[caption caption="Courtyard Nusa Dua, sejenak kami tersesat di sini (dok. pribadi)"]

[/caption]

Sekitar satu jam perlajanan darat kami tempuh menuju Ubud. Sepanjang perjalanan ini pula saya bercengkerama dengan rekan-rekan kompasianer, crew Kompasiana, dan Kementerian Pariwisata. Dan dengan intens pula saya langsung berdiskusi dengan Om Isjet, content assistant manager Kompasiana, tentang berbagai hal yang hangat dibicarakan di berbagai media. 

Tak terasa kami sudah sampai di Alaya Resort, tempat pertama yang akan dijadikan lokasi menginap. Alaya resort berada di pusat Kecamatan Ubud. Aura daerah seni dan memiliki budaya yang tinggi mulai terasa sejenak saya duduk di lobby Alaya. Tapi mengapa kami menginap di sini? Rasa penasaran saya terjawab saat tahu bahwa yang spesial dari Alaya Resort adalah terintegrasinya resort dengan Da La Spa, unit penyedia spa ini adalah salah satu spa terbaik di Ubud.

Kedatangan saya dan rombongan pun langsung disambut dengan spa. Beberapa bagian tubuh kami diluluri dengan beragam ramuan herbal. Teknik spa dengan kualitas berkelas kami rasakan. Selanjutnya, tersedia sebuah bathtub berisi air hangat yang telah ditaburi berbagai bunga yang membuat kami benar-benar rileks.

[caption caption="Mandi kembang sehabis spa (dok. pribadi)"]

[/caption]

Sayangnya disaat malam menjelang, kami tak bisa menikmati pertunjukan seni di sekitar Ubud karena telah terlewati jam mulainya pertunjukan. Maka sebagai gantinya, kami menikmati malam dengan jalan-jalan sekitar jalanan Ubud. Lengang, tenang, dan terasa penuh kedamaian, demikianlah situasi Ubud ketika malam. Kondisi tersebut mungkin yang membuat berbagai wisatawan bahkan seniman betah berlama-lama di sini. 

Kondisi perut yang mulai kemruyuk menuntun kami untuk segera mencari tempat mengisi perut. Pilihan akhirnya jatuh di sebuah tempat makan di tepian sawah. Restoran ala warung ini terasa sangat cozy apalagi malam ini kami mendapatkan sajian dengan menu spesial ikan bumbu besar.

[caption caption="Salah satu sisi jalan Ubud diwaktu malam (dok. pribadi)"]

[/caption]

 [caption caption="Sajian spesial dengan menu ikan bumbu besar (dok. pribadi)"]

[/caption]

Esok harinya, kami mengawali hari kedua dengan mengeksplorasi pasar tradisional Ubud, relatif tak jauh dari tempat kami menginap. Di pasar ini berbagai aktivitas ekonomi penduduk lokal terlihat kental dengan nuansa cultural. Aksi jual beli bukan hanya dilakukan untuk barang-barang kebutuhan rumah tangga, melainkan juga pada beberapa kebutuhan untuk beribadah masyarakat. Tak jarang, kami menjumpai pedagang dan pembeli yang sedang bertransaksi jual beli bunga dan segala sesajian untuk sembahyang. 

Di hari kedua kami juga diajak untuk menjelajah Pura Tiirta Empul di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Pura ini bukan sembarang tempat, karena beberapa bangunan di pura ini digunakan sebagai istana kepresidenan yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. 

Kami cukup beruntung, karena saat berada di Pura Tirta Empul kebetulan sedang ada ritual mengambil air suci yang dilakukan oleh beberapa warga. Inilah Bali, aktivitas ritual yang kental dengan nuansa sakral tak terganggu meskipun banyak wisatawan yang berkunjung. Justru bagi wisatawan, hal-hal bersifat ritual seperti ini menjadi momen yang menarik yang sayang dilewatkan.  

[caption caption="Salah satu aktivitas pedagang di Pasar Ubud (dok. pribadi)"]

[/caption]

 [caption caption="Seorang warga Bali mengambil air suci (dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Seorang wisatawan mancanegara saat menyaksikan prosesi ritual di Pura Tirta empul (dok. pribadi)"]

[/caption]

Siang yang cukup terik rupanya dengan cepat menguras energi kami. Setelah berdiskusi dengan Mas Fauzi, sopir sekaligus penunjuk jalan rombongan, akhirnya kami singgah untuk makan siang di Dewi Cafe, di dekat Tegalalang.  

Makan siang yang memuaskan. Selain beragam menu yang sedap di lidah, kami juga disuguhi view persawahan khas Ubud yang menawan.

[caption caption="Tempat kita makan siang (dok. pribadi)"]

[/caption]

Perjalanan kemudian kembali dilanjutkan ke lokasi bermalam berikutnya. Untuk malam kedua, kami berpindah tempat menginap ke The Royal Pita Maha Resort. Resort yang dimiliki oleh salah satu keturunan Raja Ubud ini adalah salah satu resort terbaik di Ubud dengan fasilitas yang memukau. Sungguh beruntung saya bisa menjadi bagian yang merasakan segenap pesona ini. Tetapi saya akan bercerita tentang resort ini di tulisan berikutnya. Yang jelas, spa, dinner, pemandangan, suasana, dan fasilitas luxury yang saya nikmati selama berada di The Royal Pita Maha resort begitu berkesan. Apalagi baru pertama kali ini saya merasakan.

[caption caption="View di private pool Royal Pita Maha (dok. pribadi)"]

[/caption]

Satu lagi yang terasa istimewa saat mengikuti rangkaian blog trip ini, saat pulang dari Ubud ke Bandara Ngurah Rai, saya diantar oleh Om Agung Soni, Kompasianer Bali yang selama ini kerap bercengkerama baik di Kompasiana maupun platform social media lainnya. Perjumpaan pertama dengannya tidak biasa, karena selain diberi tumpangan mobilnya, canda tawa renyah nan hangat terus terlontar di antara topik-topik pembicaraan antara kami bertiga; saya, Om Agung Soni, dan Om Isjet sebagai salah satu punggawa Kompasiana.

Matur suksma.

___________

Video sederhana tentang reportase ini ada di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun