Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Beginilah Rupa Satwa di Pesisir Ibukota

27 Oktober 2015   13:51 Diperbarui: 3 November 2015   07:43 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sang Tanduk Tujuh Belas

Singa meraung di hutan-hutan

Hiu berteriak

Aku raja di lautan

Dan rajawali

Bebas terbang tinggi di awan

 

Di sini sang tanduk tujuh belas

Akrab berbisik

Kepada para wisatawan

Saya hanyalah penjaga kepulauan

Cinta persahabatan

Cinta perdamaian ketenangan

Dan cinta keindahan

 

Jakarta, 28 Oktober 1991

 

Demikianlah puisi yang tertulis di bawah patung rusa tujuh belas cabang yang ada di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu.  Awalnya biasa saja saat melihat patung ini saat berkunjung ke Pulau Bidadari dalam rangka blog trip yang diselenggarakan Kompasiana, Kementerian Pariwisata, dan PT Seabreeze Indonesia 24-25 Oktober 2015 yang lalu. Namun saat menyaksikan lebih teliti, patung ini bukanlah cerminan rusa yang seperti biasa. Tanduk di atas kepalanya ada tujuh belas cabang, dan separuh badan rusa adalah seekor ikan.  

Sampai detik ini, saya belum menemukan referensi tentang makna patung ikan berkepala rusa dan puisi di bawahnya. Pak Candrian dari tim ahli cagar budaya DKI Jakarta hanya memberikan sedikit clue saat saya bertanya tentang hal ini; “Itu mungkin dari mitologi yunani, atau semacamnya.”, serunya sambil tersenyum. 

Memang perwujudan makhluk yang terdiri dari dua badan yang berbeda sering muncul dalam mitologi yunani. Centaur (centaurus) contohnya, makhluk yang digambarkan dengan gabungan antara manusia dengan kuda dalam satu badan yang cukup familiar dalam beberapa kisah. Tapi benarkah patung rusa yang ada di Pulau Bidadari ini berkaitan dengan mitologi yunani? Apakah ada hubungannya dengan rusa yang menjadi binatang keramat Dewi Artemis?

 [caption caption="Puisi Sang Tanduk Tujuh Belas di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"][/caption]

Rasa penasaran saya sedikit terobati saat secara tak sengaja bertemu rusa sesungguhnya, tepat di sebelah kamar tempat saya beristirahat di Pulau Bidadari. Awalnya agak hati-hati saat mendekati hewan yang dikelompokkan dalam keluarga cervidae ini. Saya pun mengamatinya dari jauh. Namun, saya pikir rusa bukanlah binatang buas pemakan daging, karena niat saya hanya untuk melihat, saya pun memberanikan diri mendekat.

Ketika semakin mendekati kawanan kecil rusa totol yang mungkin sejenis dengan rusa di Istana Bogor ini, si rusa jantan bergegas maju dari kawanan. Saya mengenalinya karena tanduk enam cabang yang melengkung kokoh di atas kepalanya. Rusa jantan ini ternyata bernama Juno. Bulan Mei yang lalu Juno telah memiliki seekor anak rusa hasil perkawinannya dengan Yuni, salah satu rusa betina. Sehingga sampai saat ini terdapat 6 ekor rusa di Pulau Bidadari.

Kawanan kecil rusa totol yang ada di Pulau Bidadari ini relatif ramah dengan wisatawan. Bahkan rusa-rusa ini juga tak segan menatap layar kamera ketika kami mendekati mereka.

 [caption caption="Juno, si rusa jantan pemimpin kawanan (dok. Detha)"]

[/caption]

[caption caption="Halo, namaku Juno (dok. pribadi)"]

[/caption]

Selain rusa, di pulau yang luasnya hanya 6 hektar ini juga terdapat elang bondol. Hewan dengan nama latin haliastur indus ini adalah salah satu hewan endemik Jakarta. Pada tahun 1989, sesuai dengan Keputusan Gubernur No 1796 spesies ini ditetapkan sebagai maskot Jakarta. Bahkan ketika saya mengorek beberapa referensi, di India hewan liar ini dianggap sebagai representasi kontemporer Garuda, burung suci yang biasanya menjadi kendaraan Dewa Wisnu. 

Habitat terbaik untuk burung yang dijadikan sebagai logo bus transjakarta ini adalah area tepi laut yang berlumpur seperti hutan bakau, muara sungai, dan pesisir pantai. Namun seiring bertambahnya segala infrastuktur yang dibangun di Jakarta, habitat elang bondol kian menyempit.

PT Seabreeze sebagai operator wisata di Pulau Bidadari rupanya peduli dengan kondisi tersebut. Hal ini terlihat dari pembuatan patung elang bondol yang berada di tengah pulau. Tak hanya berhenti di situ saja, di belakang patung ini, tetap terjaga dengan baik pohon kepuh yang tinggi menjulang belasan meter, pada cabang tertingginya tampak dengan jelas sarang elang bondol berada.

Uniknya, di pulau ini hanya ada sepasang elang bondol saja, tidak bisa lebih. Karena setelah mengerami telurnya selama 28-35 hari, si anak elang biasanya akan belajar terbang dan mulai meninggalkan sarang pada umur 40-56 hari. Berikutnya, anak elang akan mandiri setelah umurnya mencapai dua bulan dan mencari tempat baru sebagai lokasi tinggal.

 [caption caption="Patung Elang Bondol di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"]

[/caption]

 [caption caption="Elang bondol terbang tinggi di angkasa (dok. Rahmat Hadi)"]

[/caption]

Satu lagi hewan endemik di Pulau Bidadari; biawak. Hewan jenis reptil ini bisa bertahan hidup bertahun-tahun di Pulau Bidadari. Ukurannya pun bervariasi. Bahkan ada yang mencapai sekitar 3 meter panjang hewan yang masuk ke dalam keluarga varanidae ini.

Biawak sangat senang berada di tepi-tepi sungai atau daerah pesisir yang dinaungi pepohonan, dan rawa-rawa termasuk rawa bakau. Maka tak heran jika di sisi-sisi Pulau Bidadari bisa dengan mudah bertemu dengan biawak, karena beragam pohon dan bakau juga menyemut di pulau ini.

 [caption caption="Biawak sedang berada di antara hutan bakau Pulau Bidadari (dok. Detha)"]

[/caption]

Kondisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis membuat banyak orang mengkonversi lahan hijau menjadi bangunan. Selain semakin tebatasnya ruang publik, kegiatan manusia tersebut juga berdampak pada berbagai hewan yang kian habis habitatnya. Maka usaha konservasi pun sudah selayaknya didukung. Karena selain menjaga ekosistem, keberadaan hewan-hewan endemik juga mampu menjadi atraksi yang menarik dalam komponen Pesona Indonesia.

Melihat keberlangsungan ekosistem di ibukota, saya jadi teringat kalimat yang diutarakan oleh Anthony Douglas William dalam bukunya Inside the Divine Pattern; "Earth was created for all life, not just human life". Jakarta relatif beruntung karena masih ada Pulau Bidadari yang menjadi habitat beberapa hewan endemik. Semoga adanya pulau-pulau seperti Pulau Bidadari ini mampu menahan punahnya satwa-satwa langka yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Karena setidaknya anak-anak Jakarta bisa melihat rusa, elang bondol, biawak, dan hewan-hewan lainnya tidak hanya melalui video saja.

_____________________

Tulisan ini adalah bagian dari rangkaian tulisan lainnya:

Bocah Desa Menjelajah Laut Ibukota

Pulau Bidadari, Dulu Sakit Sekarang Cantik  

Onrust; Saksi Pertumpahan Darah Dalam Berbagai Rangkaian Sejarah

Diteror Pulau Sekecil Kelor

 

Dokumentasi dalam bentuk video ada di sini:

Blogtrip Eksplorasi Bahari #pesonaindonesia 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun