Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulau Bidadari, Dulu Sakit Sekarang Cantik 

27 Oktober 2015   10:31 Diperbarui: 3 November 2015   07:41 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pantai berpasir putih, salah satu view di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"][/caption]

 

Deru mesin telah meraung, sejurus kemudian speed boat bertolak dari Dermaga 15, di Kawasan Ancol. Speed boat melaju cepat membelah gulungan ombak yang tergiring oleh sepoi angin Laut Jawa. Di tengah cuaca yang terik, perjalanan di atas Teluk Jakarta yang pertama kali akhirnya saya alami. Dengan penuh rona cerah, Sabtu (24/10/2015) yang lalu saya bersama rombongan Kompasiana, Kementerian Pariwisata, dan PT Seabreeze Indonesia berada di dalam speed boat ini dalam acara blog trip eksplorasi pesona bahari.

Setelah menempuh sekitar 20 menit perjalanan laut, pasir pantai yang putih mulai terlihat di depan pelupuk mata. Speed boat pun merapat di dermaga kayu, dan seketika terlihat patung wanita berwarna putih berdiri anggun di atas deretan meriam khas masa kolonial di bawahnya.

 [caption caption="Patung wanita berwarna putih di atas meriam kolonial (dok. pribadi)"]

[/caption]

“Selamat datang di Pulau Bidadari”, demikian tertulis di sebuah papan di atas front office. Sejenak kami tiba di pulau cantik ini, welcome drink segera menyambut kedatangan kami, sangat tepat di antara panas matahari yang mulai menyengat.

Pulau dengan luas sekitar 6 ha ini mungkin cukup familiar bagi masyarakat Jakarta. Jaraknya yang hanya 15 km dari Jakarta Barat membuat Pulau Bidadari sering disebut sebagai pintu gerbang saat akan mengeksplorasi gugusan Kepulauan Seribu.

Yosh Aditya yang didapuk sebagai MC mulai membuka rangkaian acara blog trip dengan beragam kicauannya. Berikutnya Pak Aji Wiratmoko yang menjabat sebagai Kepala Divisi Resort menyambut kami dan berharap segala fasilitas yang diberikan selama berada di kawasan eco resort Pulau Bidadari bisa memuaskan para peserta. Kemudian dari pihak Kementerian Pariwisata diwakili oleh Mbak Leonita melanjutkan prosesi penyambutan kami sebelum lebih jauh menjelajah pulau ini.   

Perjalanan mengeksplorasi salah satu potongan pesona Indonesia ini semakin menarik karena rombongan kami didampingi oleh Pak Candrian Attahiyat, arkeolog senior yang sekarang menjadi salah satu tim ahli cagar budaya Pemprov DKI.

[caption caption="Pak Can diantara peserta blogtrip (dok. pribadi)"]

[/caption]

Pak Can, sapaan akrab Pak Candrian, kemudian mulai bercerita. Sebelum dikelola oleh  PT Seabreeze Indonesia pada tahun 1970-an, Pulau Bidadari menjadi salah satu pulau penunjang kegiatan yang dilakukan VOC di Pulau Onrust yang tak jauh lokasinya. Dulunya nama Pulau Bidadari dikenal dengan Pulau Sakit. Hal ini dikarenakan pada 1679 VOC membangun sebuah rumah sakit yang digunakan untuk mengobati pasien lepra atau kusta. Di saat yang sama, VOC juga membangun benteng martello, sejenis benteng yang digunakan untuk melakukan pengawasan sekaligus pertahanan dari serangan musuh.

Pulau Sakit kemudian hancur akibat serangan Inggris sekitar tahun 1800. Tiga tahun berikutnya, VOC kembali menguasai Pulau Sakit dan menata kembali bangunan-bangunan di atasnya. Inggris seakan tak mau jera menyerang, tahun 1806 kembali datang dan menghancurkan Pulau Sakit, Pulau Onrust, dan pulau-pulau di sekitarnya hingga rusak berat.

[caption caption="Benteng Martello di Pulau Bidadari tampak dari luar (dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Kondisi benteng martello di Pulau Bidadari dilihat dari dalam (dok. pribadi)"]

[/caption]

Akhirnya Pulau Sakit kembali direbut dan jatuh ke tangan VOC. Pada tahun 1827 rekonstruksi di Pulau Sakit dilakukan, pekerja dari Tionghoa dan beberapa tahanan ikut serta dalam proses pembangunan ini. Saat itu pula didirikan asrama untuk karantina para jamaah haji asal Indonesia.  Hingga tahun 1933, pulau ini masih menjadi tempat transit para jamaah haji.

Nama Pulau Bidadari kemudian digunakan di pulau ini seiring dengan berbagai perbaikan yang dilakukan. Beberapa sumber menyebutkan penamaan Pulau Bidadari didasarkan pada nama-nama pulau di sekitarnya, seperti Pulau Putri, Pulau Nirwana, Pulau Kahyangan, dan pulau lainnya.

[caption caption="Patung yang menggambarkan manusia di masa kolonial berdiri di depan bangunan dan pohon besar di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"]

[/caption]

 

Setelah melalui berbagai masa kelam, sekarang Pulau Bidadari berubah menjadi salah satu andalan wisata di Jakarta. Mungkin yang menjadi alasannya adalah selain lokasinya yang relatif dekat, fasilitas di pulau ini juga cenderung lengkap. Di Pulau Bidadari tersedia eco resort untuk menginap. Total terdapat 65 kamar dengan kelas yang bervariasi, mulai dari standar, family, deluxe, hingga suite room.

Selain aula, ruang pertemuan ber-AC, dan restoran, di Pulau Bidadari juga menyediakan resort apung, sehingga wisatawan bisa menikmati suara ombak sembari menikmati semilir angin laut di atas papan kayu. Pulau Bidadari juga dilengkapi dengan fasilitas olahraga yang juga sering dimanfaatkan untuk ajang bounding berbagai kalangan. Lapangan voli, sepeda, canoe, dan banana boat, biasa digunakan untuk berolahraga wisatawan saat berkunjung ke pulau ini.

[caption caption="Resort apung di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"]

[/caption]

Di sisi lain, karena sejak lama disinggahi kapal-kapal, kondisi laut di sekitar pantai Pulau Bidadari tidak terlalu menarik untuk kegiatan berenang, apalagi snorkeling dan diving. Telah banyak karang yang mati dan air terkena polusi akibat minyak-minyak yang tertumpah dari kapal. Ditambah lagi dengan kiriman limbah dari 13 muara sungai yang semuanya menyatu di Teluk Jakarta.   

Meskipun demikian, usaha konservasi dan kepedulian terhadap lingkungan bisa disaksikan di pulau ini. Beberapa hewan dibiarkan hidup leluasa di pulau ini, di antaranya adalahh rusa, dan dua jenis hewan endemik pesisir Jakarta; biawak dan elang bondol. Di samping itu, di Pulau Bidadari kita juga bisa dengan mudah menjumpai pohon-pohon besar yang diperkirakan usianya sudah mencapai ratusan tahun. Uniknya, pohon-pohon besar tersebut memiliki mitos-mitos tersendiri. Beberapa pohon besar tersebut di antaranya pohon rejeki, pohon jodoh, dan pohon sejuta cinta.

Selain itu, pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos juga bisa ditemui di sini. Usaha pelestarian lingkungan juga saya jumpai saat melihat lokasi pembibitan bakau. Bakau tersebut nantinya ditanam demi melestarikan lingkungan pesisir dan sebagai penahan dari ancaman abrasi. 

[caption caption="Rusa totol yang ada di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Pembibitan Bakau di Pulau Bidadari (dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Pohon sejuta cinta (dok. pribadi)"]

[/caption]

Sementara itu, sisa-sisa bangunan Benteng Martello dan asrama haji sering digunakan untuk wisata edukasi bagi para pelajar maupun peneliti untuk mengembangkan wawasan tentang sejarah di masa-masa kolonial. Ada juga pihak-pihak yang menjadikan barang-barang cagar budaya ini sebagai spot menarik untuk melampiaskan hobi fotografinya.  

Saya membayangkan, mungkin dulu orang takut untuk datang ke Pulau Bidadari karena takut terserang penyakit, namun sekarang orang berbondong-bondong untuk datang menilik Pulau Bidadari karena pulau ini memang cantik. Semoga image ‘sakit’ Pulau Bidadari benar-benar telah hilang, dan tergantikan dengan kecantikannya yang akan terus terjaga selamanya.

_____________________

Tulisan ini adalah rangkain dari tulisan lainnya: 

Bocah Desa Menjelajah Laut Ibukota

Beginilah Rupa Satwa di Pesisir Jakarta

Onrust; Saksi Pertumpahan Darah Dalam Berbagai Rangkaian Sejarah

Diteror Pulau Sekecil Kelor

 

Dokumentasi dalam bentuk video ada di sini: 

Blogtrip Eksplorasi Bahari #pesonaindonesia 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun